Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta memberikan apresiasi atas konsistensi dan kontribusi Unit Pelayanan Kesehatan Masyarakat (UPKM) Bethesda YAKKUM dalam memperkuat layanan HIV dan AIDS yang inklusif di Kota Yogyakarta. Hal tersebut tersebut disampaikan Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, dalam Peringatan Hari AIDS Sedunia 2025 yang digelar di Grha Pandawa Balai Kota Yogyakarta, Selasa (2/12).

Pada kesempatan ini dilakukan penandatanganan komitmen mewujudkan layanan HIV dan AIDS Inklusif yang ditandatangani oleh Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo, Direktur UPKM Bethesda YAKKUM, Wahyu Priosaptono serta beberapa stakeholder terkait seperti Dinas Kesehatan, DP3AP2KB, Yayasan Kebaya, dan PKBI Kota Yogya.

Hasto Wardoyo menyampaikan rasa bangga dan terima kasih atas kehadiran serta kerja sama antara Pemkot Yogyakarta dan YAKKUM. Ia menegaskan bahwa isu HIV/AIDS harus mendapat perhatian serius karena dapat menurunkan kualitas sumber daya manusia, satu-satunya sumber daya utama yang dimiliki Kota Yogyakarta.

Pihaknya menekankan bahwa target Akhiri AIDS 2030 harus diwujudkan melalui sinergi lintas sektor dan tidak hanya menjadi slogan. Ia mengingatkan bahwa berbagai target pembangunan seperti SDGs dan MDGs kerap tidak tercapai, sehingga penanganan HIV/AIDS harus dilakukan dengan komitmen yang lebih kuat.

“Saya berharap ini jos, jangan hanya omong saja. Karena HIV/AIDS di Jogja potensi tumpang tindihnya dengan TB cukup besar, dan keduanya harus ditangani bersama secara serius,” ujarnya.

Hasto mengungkapkan bahwa HIV/AIDS memiliki potensi tumpang tindih dengan penyakit Tuberkulosis (TB), termasuk TB jenis Multi-Drug Resistant (MDR) yang lebih berbahaya. Karena itu, penanganan HIV/AIDS harus dilakukan bersama layanan TB agar lebih efektif.

Menurut catatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta sejak tahun 2004 hingga TW III 2025, terdapat 1.777 kasus HIV positif dan 340 kasus AIDS yang mendapat layanan di fasilitas kesehatan di Kota Yogya. Dengan sekitar dua pertiga penderita yang berobat di kota ini bukan warga Kota Yogyakarta secara administratif, sehingga layanan yang diberikan Pemkot turut memberi manfaat bagi kabupaten sekitar.

“Pendataan dilakukan berdasarkan fakta di lapangan, sehingga program penanggulangan di Kota Yogyakarta juga ikut membantu kabupaten sekitar. Ini menjadikan penanganan di kota sangat strategis,” jelasnya.

Ia juga menegaskan bahwa data HIV/AIDS harus tetap disampaikan kepada publik secara agregat untuk meningkatkan kewaspadaan, tanpa menyebut identitas pasien. “Data tidak boleh dimatikan. Harus dihidupkan agar masyarakat waspada. Yang penting tidak menyebut nama dan alamat,” tegasnya.

Hasto mengungkapkan dua langkah utama yang terus diperkuat, yaitu active case finding untuk menemukan kasus secara dini serta pengawalan pengobatan ARV agar pasien patuh menjalani terapi. Edukasi publik untuk menghilangkan stigma terhadap ODHIV maupun ODHA juga menjadi prioritas.

Saat ini, lanjutnya, pihaknya telah mengerahkan 169 tenaga kesehatan dalam pada program satu kampung satu bidan dan 495 Tim Pendamping Keluarga untuk mendukung program edukasi, pencegahan, hingga penanganan kasus di masyarakat.

“Jangan sampai mereka diisolasi secara sosial. Mereka butuh pendampingan, bukan dijauhi,” tambahnya.

 

Direktur UPKM Bethesda YAKKUM, Wahyu Priosaptono, menyampaikan bahwa sinergi yang terbangun dengan Pemkot Yogyakarta menjadi energi penting dalam upaya percepatan penanggulangan HIV/AIDS. Menurutnya, kolaborasi adalah cara terbaik menghadapi berbagai keterbatasan dalam pelaksanaan program.

“Dengan kerja sama dan sinergi, tercipta semangat baru. Upaya-upaya kita ke depan diharapkan lebih baik, termasuk menekan diskriminasi. Semoga apa yang kita lakukan memberikan manfaat dan energi baru bagi sinergi kita,” jelas Wahyu.

Ia menyebutkan bahwa YAKKUM bekerja bersama Dinas Kesehatan dan puskesmas mitra untuk meningkatkan kualitas layanan Perawatan Dukungan Pengobatan (PDP) yang ramah bagi ODHIV/ODHA. Di tingkat masyarakat, Wahyu menyebutkan juga dilakukan upaya pemberdayaan melalui pembentukan dan pendampingan Warga Peduli AIDS (WPA) di tingkat kelurahan, serta memperkuat kapasitas Kelompok Dukungan Sebaya (KDS) yang beranggotakan ODHIV/ODHA.

“Mereka kita latih agar nantinya dapat menjadi fasilitator atau narasumber di RT, RW, dan kampung wilayah masing-masing,” tambah Wahyu.