Home / Daerah / Peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak 2025, DIY Serukan Gerakan Bersama Cegah Kekerasan Perempuan–Anak

Peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak 2025, DIY Serukan Gerakan Bersama Cegah Kekerasan Perempuan–Anak

Yogyakarta,REDAKSI17.COM – Pemerintah Daerah (Pemda) DIY menyerukan gerakan bersama lintas masyarakat untuk memperkuat pencegahan kekerasan terhadap perempuan dan anak, menyusul masih tingginya angka kasus di wilayah tersebut. Seruan ini disampaikan dalam Peringatan Hari Anti Kekerasan terhadap Perempuan dan Anak (HAKTPA) 2025 yang digelar di Pendopo Wiyata Praja, Kompleks Kepatihan, pada Jumat (5/12).

Puncak peringatan HAKTPA dihadiri ratusan peserta dari unsur pemerintah, organisasi masyarakat, komunitas pendamping korban, hingga pelajar. Beragam kegiatan digelar, mulai dari kampanye anti kekerasan, layanan kesehatan gratis, bazar, hingga olahraga bersama yang bertujuan meningkatkan kesadaran dan kepedulian publik.

Wakil Gubernur DIY, KGPAA Paku Alam X, yang mewakili Gubernur DIY, menegaskan kekerasan terhadap perempuan dan anak merupakan masalah serius yang membutuhkan kepedulian kolektif. Menurutnya, pencegahan harus dilakukan secara berkelanjutan dan tidak hanya berhenti pada momentum peringatan tahunan.

“Bentuk kekerasan semakin beragam dan kompleks. Selain kekerasan fisik dan psikis, kekerasan berbasis gender online (KBGO) juga semakin marak. Di era digital, kita harus memastikan rasa aman tidak hanya di ruang nyata, tetapi juga di ruang maya,” tegas Sri Paduka.

Sri Paduka juga menyoroti semakin aktifnya perempuan di ruang publik. Namun, di balik meningkatnya partisipasi tersebut, ancaman kekerasan masih menghantui, mulai dari pelecehan di tempat kerja, intimidasi di ruang publik, hingga penyalahgunaan identitas dan gambar pribadi di media sosial. Kondisi itu dinilai dapat menghambat perempuan untuk berkembang secara aman dan setara.

“Masyarakat memiliki tanggung jawab moral untuk memastikan ruang publik tetap aman bagi semua. Ruang publik harus menjadi tempat tumbuhnya partisipasi, bukan ketakutan. Anak-anak dan remaja juga menghadapi tekanan baru dari budaya digital yang mengutamakan pencitraan,” tandasnya.

Budaya pencarian validasi di media sosial, lanjutnya, mendorong risiko perundungan yang dapat menimbulkan luka psikis jangka panjang. Fenomena ini harus ditangani secara komprehensif melalui pendidikan keluarga dan penguatan literasi digital di sekolah.

Dengan mengusung tema “Ciptakan Ruang Aman, Wujudkan Jogja Istimewa Tanpa Kekerasan,” Sri Paduka mengajak seluruh masyarakat bergerak bersama, mulai dari pencegahan kekerasan, penyebaran informasi saluran bantuan, hingga pendampingan korban menuju layanan yang tersedia. Ia menegaskan setiap langkah kecil dapat menyelamatkan kehidupan seseorang.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk (DP3AP2) DIY, Erlina Hidayati, menuturkan sepanjang tahun pihaknya bersama organisasi mitra terus melakukan edukasi dan kampanye anti kekerasan. Pada periode 25 November hingga 10 Desember, gerakan ini dilakukan lebih intensif sebagai bagian dari kampanye global HAKTPA.

“Berbagai kegiatan dilaksanakan, mulai dari webinar, pelatihan peningkatan kapasitas layanan, hingga sosialisasi informasi layanan bagi korban kekerasan. Kami juga mengoptimalkan rumah aman, pendampingan psikologis, serta layanan konseling ,” katanya.

Erlina mengungkapkan kasus kekerasan di DIY masih tinggi, dengan 1.326 pengaduan pada tahun 2024 dan 606 laporan pada semester I tahun 2025. “Angka ini belum mencerminkan kondisi sebenarnya karena banyak korban yang tidak melapor akibat ancaman, rasa malu, atau relasi kuasa dengan pelaku,” tandasnya.

Menurutnya, tantangan terbesar dalam penanganan kasus kekerasan bukan hanya pada penyediaan layanan, tetapi juga pada keberanian korban untuk melapor ke layanan maupun kepolisian. Relasi kuasa yang kuat dari pelaku kerap membuat korban takut. Karena itu, masyarakat diimbau aktif memberikan dukungan dan tidak menyalahkan korban.

“Kami berharap nilai budaya Yogyakarta yang menjunjung adab dan keberadaban dapat menjadi fondasi kuat untuk menekan angka kekerasan. Sebagai Jogja Istimewa, kita harus memastikan masyarakatnya berbudaya dan menghargai martabat sesama,” imbuh Erlina.

Pemda DIY berharap seluruh pihak terus memperkuat kolaborasi dalam upaya pencegahan kekerasan. Korban membutuhkan pemulihan jangka panjang, dan pelaku harus melalui proses hukum. Kekerasan bukanlah solusi. Perempuan dan anak harus mendapatkan perlindungan agar mampu tumbuh dengan kualitas hidup yang baik serta dapat berkembang dan berkarya.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *