Home / Tokoh Kita / Handung Kussudyarsana

Handung Kussudyarsana

Lahir di Yogyakarta pada tanggal 22 Desember 1933. Ayahnya RB Condrosentono adalah seorang bangsawan. Kakeknya, Gusti Djuminah adalah putra Sultan HB VII. Konon Gusti Djuminah adalah putra mahkota, tapi karena membelot, ia terpaksa harus menjalani hukuman kurantil  (pengasingan). Dalam pengasingan di ndalem Mangkubumen inilah Hdnung Kussudyarsana, atau Pak Ndung lahir dan dibesarkan.

Pak Ndung banyak menulis naskah-naskah sandiwara, ketoprak, cerita pendek, novel disamping bermain sandiwara, film dan lain-lain. Masyarakat sendiri lebih mengenalnya sebagai pakar ketoprak. Pendidikannya dimulai di SR Keputran Yogyakarta tahun 1949, SMP tahun 1955, SMA tahun 1959.

Dengan bakat dan kemampuan dalam tulis menilis maka Pak Ndung diterima bekerja pada Badan Penerbit Kedaulatan Rakyat Yogyakarta sebagai wartawan dan Pemimpin Redaksi Mekarsari sampai tahun 1989 karena pensiun. Meski sudah pensiun Pak Ndung masih dibutuhkan pikiran dantenaganya. Ia pun dikontrak lagi sebagai pemred majalah anak-anak Gathotkaca. Di tengah-tengah kesibukannya sebagai wartawan itulah bakat-bakat seninya berkembang. Bersama rekan kerjanya membentuk grup sandiwara Jenaka KR  yang kemudian popular di masyarakat. Khusus tentang ketoprak, Pak Ndung mulai menekuni tahun 1971 sejak mengelola Grup Ketoprak Sapta Mandala. Guna menambah pengetahuan seluk beluk tentang seni rakyat ini, Pak Ndung selalu memperhatikan grup-grup yang sempat disaksikannya maupun yang didengarnya dari radio. Ada ras puas dengan keberadaan ketoprak yang  relatif statis. Maka tahun 1971, Pak Ndung mencoba menggarap ketoprak di Gedung Seni Sono  dengan  lakon Ratu Kidul bersama grupnya Sapta Mandala. Garapan ini mendpaat reaksi di masyarakat, baik yang pro maupun kontra dengan tawaran ketoprak model baru dimana struktur lakon melepaskan diri dari kaidah-kaidah konvensional. Pak Ndung tergolong produktif. Ratusan karyanya mengalir deras meliputi tidak kurang dari 161 naskah-naskah untuk sandiwara, ketoprak, 35 diantaranya full play dan 40 non full play yang diterbitkan sebagai buku seperti Perintah Diponegoro, Nyi Ageng Serang, Setyawati Obong, Putri  Arum Dalu, Penguasa Sejati, Joko Suruh dan sebagainya; 70-an cerkak dimuat diberbagai majalah panyebar semangat, jayabaya, kekasih, cendrawasih, dan mekarsari; 3 novel yang sudah dibukukan merah delima, anggraini dan timbalan suci; Diantaranya empat buah  sandiwara tiga buah novel 70 yang sudah diterbitkan. Dua naskah sandiwara jenaka dimuat dalam buku karangan Dr. Raas. Suatu kebanggaan tersendiri bagi pak Ndung karena tidak mudah karya-karya masuk dalam catatannya. Dua naskah ketoprak lainnya digunakan sebagai bahan pelajaran telaah seni tradisional di Universitas Leiden Belanda. Dari sekian banyak karya-karyanya, salah satu pernah difilmkan dengan judul asli Den Ayu Mantri dibawah arahan sutradawa Azwar AN.

Tak kalah menariknya adalah saat menggarap Ketoprak Sayembara Stasiun TVRI Yogyakarta dengan laokn Kidung Perenging Dieng dimana minat masyarakat membludag.

Sebagai orang yang berkecimpung organisasi seni, Pak Ndung banyak pula menulis tentang pengelolaan organisasi ketoprak, teori belajar ketoprak, dan ketoprak keliling.

Atas karya-karyanya itu, oleh Dirjen Kesenian Direktorat Jenderal Kebudayaan Depdikbud, Pak Ndung ditugaskan berangkat ke Uni Sovyet tahun 1979 untuk berceramah tentang sastra Jawa; 1984 mewakili Indonesia mengikuti seminar “pemribumian” gereja-gereja se Asia Pasifik di Manila, Pilipina. Beberapa lembaga yang dipercaya kepadanya diantaranya Pusat Latihan Tari Bagong Kusudiardjo dimana Pak Ndung sebagai pimpinan produksi, Yayasan Kebudayaan Tegalrejo, Yayasan Budaya Nusantara, sebagai Ketua II.

Dalam berbagai kesempatan Pak Ndung sering menjadi nara sumber (pembicara), juri untuk berbagai lomba, pengamat dalam kegiatan apresiasi.

Adapun penghargaan yang pernah diterimanya, diantara dari pemerintah daerah kotamadya Yogyakarta atas jasa dan pengabdiannya terhadap kesenian 1974 dan 1987, Anugrah Seni dari Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta 1988, dan masih banyak lainnya yang diberikan baik oleh lembaga-lembaga baik pemerintah maupun swasta.

Jelaslah sudah bahwa Handung Kussudyarsana bukan saja seorang seniman ketoprak, wartawan, tapi juga sastrawan produktif yang ikut memberi warna dalam perkembangan seni khususnya ketoprak di tanah air.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *