Mereka melakukan pemantauan itu dengan metoden case tracking platform/CTP berbasis Google Form lalu desk study. Pemantauan itu pun menghasilkan ada 59 kasus penyimpangan aparatur negara dengan 65 tindakan.
Diketahui, ada 3 jenis pelanggaran utama diantaranya ada pelanggaran netralitas (32 kasus), kecurangan pilpres (24 kasus), kemudian pelanggaran profesionalitas (3 kasus). Dirangkum ada 3 pelaku penyimpangan tertinggi berdasarkan tindakan yakni, ASN Pemerintah Kabupaten (10), Kepala Desa, Polri, Kepala Dinas (5), kemudian Guru (4).
Menurut Direktur Eksekutif SETARA Institute Halili Hasan, dari data penyimpangan di dalam atas menunjukkan rendahnya kesadaran aparatur negara untuk menaati peraturan perundang-undangan sebagai rule of games dalam pemilihan umum dan juga tata demokrasi pada umumnya.
Bisa dilihat bukan, penyimpangan itu paling banyak dikerjakan oleh ASN. Lantas kenapa sih dalam pilpres ini ASN harus netral? Berikut ulasannya.
Aturan ASN Harus Netral
Aturan mengenai ASN yang mana harus netral dalam pemilihan umum secara jelas tercantum di dalam beberapa regulasi. Netralitas yang digunakan dimaksud dalam pemilihan umum adalah ASN tiada boleh menunjukkan keberpihakan pada kandidat atau partai yang dimaksud menjadi peserta pemilihan umum.
Hal itu pun sudah tertuang pada Undang-Undang ASN Nomor 5 Tahun 2014 (sebagian isinya telah lama diubang dengan UU ASN yang mana disahkan oleh DPR RI 3 Oktober 2023). Kendati demikian, bukan berarti ASN tidak ada boleh bergabung pemilu. Mereka tetap mempunyai hak pilih dalam pemilu, namun harus bersikap netral.
Hal ini sesuai dengan pasal 9 UU ASN 5/2014 yang menyebutkan bahwa ASN harus bebas dari pengaruh juga intervensi politik. Aturan netralitas ASN dalam pemilihan umum juga tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 94 Tahun 2021 tentang Disiplin PNS.
Maka dari itu, PP mengatur bahwa PNS melanggar kewajiban netralitas urusan politik juga pilpres dapat dikenai sanksi disiplin.
Berdasarkan UU ASN 5/2015 tindakan ASN yang digunakan dianggap tiada netral adalah dengan bergabung serta dalam urusan politik praktis. Itu artinya ia tidak ada boleh bergabung dengan anggota maupun pengurus partai politik.
Selain itu, kebijakan pemerintah praktis yang digunakan dimaksud dalam UUS ASN juga mampu merupakan dalam beberapa tindakan yang tersebut menunjukkan keberpihakan, termasuk bergabung kegiatan kampanye hingga menunjukkan dukungan lewat unggahan media sosial.
Lantas kenapa ASN harus netral dalam Pemilu?
Alasan ASN Harus Netral
Tentu belaka ada beberapa alasan mendasar yang dimaksud menyebabkan ASN harus netral saat Pemilu. Salah satunya yang digunakan paling familiar adalah mencegah konflik kepentingan.
Netralitas ASN penting untuk menegaskan tiada ada penyelenggaraan infrastruktur negara dalam upaya menyongkong peserta pemilu.
Di sisi lain, merujuk pada laman resmi Bawaslu, ASN diharuskan untuk netral sebab statusnya sebagai pegawai pemerintah yang dimaksud sangat mengikat. Artinya, ASN diangkat agar menjalankan tanggung jawabnya kepada publik, bukan untuk kepentingan suatu golongan atau parpol tertentu.
Pentingnya sikap netral dari ASN pun dijelaskan dengan tegas dalam UU Aparatur Sipil Negara. Pasal 2 UU ASN Nomor 5 Tahun 2014 yang tersebut berisi ketentuan bahwa salah satu asas dalam kebijkaan kemudian Manajemen ASN adalah netralitas.