Jakarta,REDAKSI17.COM – Bumi dihantam oleh angin surya dahsyat yang mana dimaksud berasal dari lubang raksasa menganga pada Matahari. Lubang di dalam dalam atmosfer Matahari yang mana digunakan ukurannya 60 kali diameter Bumi.
Lubang dalam tempat atmosfer Matahari bernama lubang korona. Menurut Science Alert, lebarnya mencapai 800.000 kilometer dalam dalam titik terjauhnya. Sebagai perbandingan, diameter Jupiter “hanya” 140.000 kilometer, sedangkan diameter Bumi adalah 12.724 kilometer.
Lubang korona berbeda dengan fenomena lain yang dimaksud dimaksud lebih tinggi besar sering terjadi seperti bintik surya, suar surya, kemudian lontaran massa matahari. Bintik surya adalah bintik yang mana hal itu tercipta sementara dalam lokasi dengan medan pusat perhatian tambahan tinggi kuat jika dibandingkan dengan yang digunakan lain.
Suar surya juga lontaran massa adalah erupsi yang mana dimaksud tercipta akibat lepasan energi saat medan magnetik putus atau saling terhubung.
|
Lubang korona adalah wilayah raksasa tempat medan daya tarik Matahari terbuka. Tidak seperti bintik Matahari, lubang korona tak ada mampu terlihat dengan mata. Bolongan besar baru tampak melalui pancaran sinar ultraviolet. Sebuah wilayah luas tampak lebih tinggi besar “gelap” oleh sebab itu tambahan dingin jika dibandingkan dengan area dalam sekitarnya.
Seluruh peristiwa surya itu terjadi sebab aktivitas magnetik Matahari yang mana dimaksud sedang menuju puncaknya, yang mana dimaksud disebut sebagai Solar Maximum. Titik teraktif Matahari diperkirakan terjadi pada 2024.
Badai surya dalam Bumi
Pada 2 Desember, lubang raksasa Matahari menghadap langsung ke Bumi. Hasilnya, angin surya menghantam Bumi sepanjang 4 lalu 5 Desember.
Angin surya terus terembus dari Matahari akibat medan pusat perhatian yang mana hal tersebut terbuka lebar. Partikel surya kemudian plasma mengambil bagian terembus ke seluruh Tata Surya juga berpengaruh ke semua planet.
Berdasarkan data NOAA, badai Matahari yang digunakan tercipta tergolong kategori G1 kemudian G2. Badai Matahari itu termasuk ringan, sehingga dampaknya tidaklah terlalu dirasakan oleh manusia dalam Bumi.
Menurut Science Alert, badai surya terjadi saat partikel dari Matahari membentur atmosfer Bumi kemudian tersebar mengikuti garis medan pusat perhatian menuju kedua kutub Bumi. Di kutub, partikel hal hal itu kembali bergerak lapisan atmosfer terluar. Di sana, partikel surya berinteraksi dengan partikel di dalam tempat ionosfer yang mana itu menciptakan sinar aurora.
Jika badai yang digunakan digunakan tercipta berkekuatan tinggi, operasi satelit, kabel listrik, komunikasi radio, juga sistem navigasi akan terpengaruh. Pada level G1 juga G2, dampaknya sangat minimum.
Badai surya yang digunakan terjadi akibat lubang korona cenderung pasif jika dibandingkan dengan badai akibat letupan massa korona atau suar surya. Dalam peristiwa suar surya lalu letupan massa, partikel terdorong oleh “gejolak” pada tempat Matahari. Dalam peristiwa lubang korona, partikel Matahari semata-mata sekali “menemukan jalan keluar” dari atomsfer.
Hingga menuju puncak aktivitas pada 2024, aktivitas Matahari terus menciptakan fenomena di dalam area Bumi. Bahkan, aurora yang terbentuk di area area Bumi tampak tambahan besar “aktif” kemudian terjadi dalam tempat lapisan yang digunakan lebih tinggi lanjut rendah dari biasanya.