UMBULHARJO,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kebudayaan menggelar pertunjukan kolaboratif berjudul Monster Wanamarta di Grha Budaya Taman Budaya Embung Giwangan, Jumat (8/8/2025) malam. Monster Wanamarta menampilkan kolaborasi wayang kulit, wayang wong, seni teater modern dan teknologi visual digital yang dimainkan anak-anak dan remaja. Melalui pertunjukan kolaboratif itu diharapkan bisa mengajak anak-anak muda untuk lebih mencintai warisan budaya.
Monster Wanamarta mengisahkan tentang Pandhawa yang diasingkan ke hutan angker Wanamarta. Di satu sisi ada tiga bocah dari dunia manusia yang sedang dikejar monster. Usaha mereka meloloskan diri semakin pelik ketika mereka secara tidak sengaja bisa masuk dan tersesat ke Hutan Wanamarta. Pertunjukan juga dikemas modern, jenaka dansebagian menggunakan bahasa tutur kekinian sehingga tidak membosankan.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta Yetti Martanti mengatakan pertunjukan Monster Wanamarta adalah kolaborasi yang luar biasa dari anak-anak dan remaja yang tidak hanya memainkan wayang kulit. Tetapi juga menyatukan unsur wayang orang, seni tari, teater modern, dan teknologi visual digital. Pertunjukan itu adakah puncak perhelatan budaya Ruang Masyarakat Ketemu (Rumaket) yang juga rangkaian kegiatan Rakernas Jaringan Kota Pusaka Indonesia (JKPI) 2025 di Kota Yogyakarta
“Pertunjukan ini tidak hanya hiburan. Ia adalah ruang penciptaan, pewarisan, sekaligus pembaruan warisan budaya kita. Khususnya seni pedalangan dan kisah pewayangan,” kata Yetti dalam sambutan pertunjukan Monster Wanamarta.
“Saya sungguh bangga, bahwa Kota Yogyakarta yang kita cintai bersama masih terus menyalakan api tradisi melalui tangan-tangan muda yang kreatif dan penuh dedikasi,” paparnya.

Pihaknya mengapresiasi kerja keras seluruh timdari para dalang muda, penari, aktor, hingga tim kekaryaan dan produksi—ylang telah mencurahkan waktu, tenaga, dan cinta untuk menghadirkan pertunjukan ini. Yetti juga mengucapkan terima kasih kepada para guru, pelatih, dan orang tua yang terus menumbuhkan cinta pada seni tradisi sejak dini.
“Semoga “Monster Wanamarta” bisa menjadi pintu masuk bagi anak-anak muda kita untuk lebih mencintai warisan budaya bangsa. Mari kita rawat kebudayaan, bukan hanya sebagai pusaka masa lalu, tetapi sebagai kekuatan masa depan,” tutur Yetti.

Salah satu penonton pertunjukan Saki Maeta mahasiswi pertukaran dari Jepang di UGM merasa kagum dan senang dengan kebudayaan di Yogyakarta Menurutnya Yogyakarta kaya akan budaya dan masyarakatnya ramah. Termasuk pertunjukan Monster Wanamarta sehingga dia pun menyaksikannya.
“Saya sangat suka kebudayaan di sini. Jangan lupakan budaya Jawa dan cintailah budayanya,” pesan Saki.