Dalam konteks politik, hubungan antara PDIP dan Presiden Jokowi berada pada titik nadir. Nuansa pengungkapan atau perasaan dikhianati muncul dikalangan elite PDIP, Setelah Gibran secara resmi muncul sebagai Cawapres Prabowo.
Strategi politik dua kaki ala Jokowi akhirnya melahirkan sebuah dilema. Yaitu Kebingungan dikalangan pendukung jokowi dan PDIP. Antara memilih pasangan Prabowo-Gibran atau Ganjar-Mahfud.
Skenario politik ini mungkin bisa berhasil, jika faktor anies bisa dieliminasi. Akan tetapi sampai ditiupnya peluit tanda pertandingan akan dimulai, pasangan Amin tetap melaju alias tak terhentikan.
Analisa Politik Budaya
Strategi politik dua kaki mengesankan bahwa jokowi sering berperilaku selintutan terhadap sekutu-sekutu politiknya.
Dalam kehidupan sehari-hari, orang Jawa sering menggunakan istilah ini (selintutan) untuk menggambarkan perilaku seseorang yang sering melakukan pengkhianatan-pengkhianatan “kecil” untuk mengelabui orang lain yang dikenalnya demi mencapai tujuan dan ambisi pribadinya.
Bagian antiklimak dari episode drama politik dua kaki ini telah terjadi dalam satu minggu terakhir ini. Ketika sang anak akhirnya mencalonkan diri dan muncul sebagai kandidat bacawapres Prabowo.
Sejarah akan mencatat apakah stategi politik dua kaki ala jokowi merupakan taktik jitu menuju kemenangan politik atau justru akan menjadi kesalahan terbesar presiden jokowi di akhir masa kepemimpinannya.
Kenekad-an Seorang Gibran
Dikalangan teman-temannya Gibran dikenal sebagai orang yang sulit ditebak. Kenekad-an Gibran yang berani mencalonkan diri sebagai Cawapres di luar PDIP, nyata-nyata diluar kalkulasi banyak pihak. Apalagi langkah ini tanpa restu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri dan sang mentor FX Rudi, mantan Walikota Solo seksligus ketua DPC PDIP Solo.
Tatkala PDIP sedang memiliki hajat besar untuk menciptakan hatrick memenangkan kembali kontestasi pilpres, langkah Gibran ini sudah pasti sangat menyakiti keluarga besar PDIP dan dianggap penghianatan besar terhadap Sang Ketua Umum.
Pengorbanan PDIP
Bagaimana tidak. Keluarga Jokowi dan putra putrinya adalah pihak yang paling diuntungkan di masa kejayaan PDIP dalam 10 tahun terakhir ini.
Tercatat ada tujuh kontestasi politik yang dimenangkan Jokowi dan anak mantunya. Termasuk 2 kali memenangkan kontestasi pilpres dan lima kali menang sebagai kepala daerah.
Keberhasilan politik keluarga Jokowi ini tidak terlepas dari totalitas dukungan PDIP sebagai partai pengusung utama.
Semua hak istimewa politik ini merupakan hadiah dari PDIP dan hanya diberikan pada keluarga jokowi, sang petugas partai. Tapi Apa Daya diujung kekuasaannya sebagai Presiden, Jokowi memilih hengkang dari PDIP, partai nasionalis yang besarnya.
Ada teman yang berseloroh, sekarang Jawa Tengah punya legenda cerita baru yang bernama Joko Kundang.
Saking sayangnya Bu Mega terhadap Jokowi, tiket politik yang sudah digenggam Cawalkot Purnomo dari DPC PDIP Solo, akhirnya harus diserahkan ke Gibran karena diminta Jokowi. Keputusan Sang Ketua Umum menyerahkan tiket walikota ke Gibran, bukan persoalan sederhana, secara organisasi PDIP harus mengorbankan marwahnya sebagai organisasi yang taat asas.
Tapi keputusan itu tetap diambil untuk menyenangkan hati “Sang Raja” Solo. Walaupun harus meninggalkan luka yang dalam di hati salah satu kader terbaik PDIP Solo yaitu Cawalkot Purnomo yang akhirnya memutuskan untuk mengundurkan diri dari dunia politik.
Seorang wakil sekjen PDIP, yaitu Ahmad basyarah sempat memberikan keterangan tentang kenapa banyak kader PDIP, termasuk capres Ganjar Pranowo, Puan maharani beberapa hari terakhir ini banyak mengenakan baju hitam. Ahmad Basyarah berujar bahwa ini menunjukkan situasi kebatinan Partai yang sedang sedih dan prihatin.
Ahmad Basyarah menambahkan, entah sampai kapan kader-kader PDIP akan mengenakan baju hitam
Ada rumor yang mengatakan bahwa FX Rudy, sampai menangis ketika menghadap bu Mega. Padahal sepengetahuan penulis pak Rudy itu tidak pernah se-melow Ini. Beliau adalah orang-orang yang kuat dan konsisten dalam membela partai panji-panji
Luka Bagi Keluarga Nadliyin
Dipilihnya gibran sebagai pasangan cawapres prabowo, tidak hanya meninggalkan luka parut bagi PDIP, tepi luka dikalangan umat nadliyin. Jadi bukan hanya cak imin dan PKB saja, Tapi bagi sebagian besar keluarga NU.
PKB selama setahun terakhir ini telah sepakat akan berlayar bersama Gerindra menuju pilpres 2024 lalu membentuk Koalisi Kebangkitan Indonesia Raya. Namun selama itu pula, Prabowo tidak segera meminang secara resmi Cak imin sebagai bacawapres nya.
Dibeberapa kesempatan Prabowo malah pernah mengatakan, bahwa dia hanya membutuhkan PKB, tapi tidak untuk Cak imin. Karena Cak imin bukan pilihan utama. Alias dijadikan ban serep.
Sikap ini jelas sangat melukai hati kaum Nahdliyin. Karena Cak imin itu orang NU tulen dan kakeknya seorang pendiri NU. Para kyai, dunia pesantren dan beberapa kalangan NU tentu tidak akan melupakan jasa Cak Imin dan PKB terhadap NU.
Lanjut Cak Imin
Yang membedakan Cak Imin dengan elite-elit PDIP adalah bahwa Cak Imin kini sudah sangat move on dari Prabowo, dan siap mengarungi Koalisi Perubahan bersama Capres Anies Rasyid Baswedan.
Muncul pertanyaan menarik. Apakah kekecewaan elit-elit dan massa PDIP terhadap keluarga jokowi yang merupakan basis kekuatan utama nasionalis akan menggerus kepercayaan dan rasa hormat mereka terhadap jokowi?
Pertanyaan kedua apakah mengecewakan warga Nahdliyin terhadap Prabowo yang lebih memilih Gibran dibandingkan Cak Imin akan mempengaruhi atau menggerus elektabilitas Prabowo-Gibran dikalangan Kaum Nahdliyin? Hanya Tuhan yang tahu. Kita sebagai manusia hanya bisa memprediksikan kenyataan-kenyataan sejarah ini.
Dari hasil penelitian terbatas penulis dikalangan kaum Nahdliyin kultural, memang telah tampak ekspresi mengecewakan para Ulama Kyai-Kyai NU terhadap Prabowo.
Bahkan diantaranya ada beberapa Kyai yang mengatakan bahwa pilihan politik prabowo sangat melecehkan atau keteguhan Cak Imin yang notabene merupakan representasi politik kaum Nahdliyin.
Mari kita menyaksikan drama politik selanjutnya.
Surakarta 30 Oktober 2023