Jakarta,REDAKSI17.COM – Pemungutan pernyataan Pemilihan Umum Kepala Daerah serentak tahun ini akan dilaksanakan pada 27 November 2024. Salah satu pemilihan gubernur kemudian delegasi gubernur yang tersebut dimaksud menarik untuk dicermati adalah provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Sebagaimana pilkada serentak lainnya, pendaftaran pasangan calon gubernur juga juga calon duta gubernur akan dimulai pada 27-29 Agustus 2024. Sejumlah nama yang mana yang disebut-sebut akan bertarung dalam pilgub mendatang pun mulai bermunculan pada area ranah rakyat antara lain Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP Yohanis Fransiskus Lema, Anggota DPR RI dari Fraksi Golkar Emanuel Melkiades Laka Lena, hingga Kepala Staf Korem 161/Wira Sakti Kupang Kolonel Cpl Simon Petrus Kamlasi.
Dalam wawancara dengan CNBC Indonesia, Rabu (12/6/2024), pengamat urusan urusan politik dari Universitas Muhammadiyah Kupang Dr. Ahmad Atang menjelaskan dinamika terkini perihal Pilgub NTT. Berikut adalah penjelasannya:
Ahmad menjelaskan, faktor pertama yang mana krusial dalam pilgub adalah komposisi kursi partai di tempat tempat DPRD NTT. Total kursi partai pada DPRD NTT sebanyak 65, dengan demikian syarat minimum untuk mengusung pasangan calon adalah 13 kursi. Itu artinya, bisa saja jadi ada lima pasangan calon jika syarat minimal itu terpenuhi.
Berikut perolehan kursi partai kebijakan pemerintah pada DPRD Provinsi NTT:
PDIP: 9 kursi
Golkar: 9 kursi
Gerindra: 9 kursi
NasDem: 8 kursi
PKB: 7 kursi
Demokrat: 7 kursi
PSI: 6 kursi
PAN: 4 kursi
Hanura: 4 kursi
Perindo: 1 kursi
PKS: 1 kursi
Namun demikian, Ahmad memperkirakan cuma sekali dua pasangan calon yang digunakan mana berpotensi tampil. “Partai-partai besar seperti Golkar, Gerindra, PDIP, NasDem, miliki kursi relatif imbang, yaitu masing-masing 9 kursi. Mereka tiada ada dapat mengajukan paket sendiri, harus koalisi. Memang NasDem 8 kursi, PKB 7 kursi, PSI 6 kursi, kemudian seterusnya. Itu dari sisi parpol,” ujarnya.
Dari sisi figur, Ahmad menilai ada pengaruh besar setelah eks gubernur Viktor Laiskodat menyatakan diri tiada akan mengikuti Pilgub NTT 2024. Hal itu memproduksi muncul figur-figur baru, baik dari sisi partisan seperti Ansy Lema lalu juga Melki Laka Lena hingga dari sisi nonpartisan seperti mantan direktur utama MIND ID Orias Petrus Moedak.
Akan tetapi, menurut Ahmad, kunci utama tetap berada dalam dalam parpol. “Seperti Golkar kan tak mengakses pendaftaran. PDIP juga tiada membuka pendaftaran, Gerindra juga tiada mengakses pendaftaran, NasDem membuka pendaftaran tapi internal, maka muncul istri Viktor Laiskodat, Julie Laiskodat,” kata Ahmad.
“Yang memiliki kursi pada area bawah 7 seperti PKB, PAN, Hanura, itu membuka pendaftaran akibat logika kebijakan pemerintah yang digunakan yang disebut merekan pegang adalah partai yang tersebut punya sembilan kursi itu tiada mungkin maju sendiri tanpa koalisi. Koalisi mereka itu punya mekanisme membangun koalisi. Siapa yang digunakan yang disebut daftar ke partai, artinya ada kesempatan untuk berkoalisi dengan partai-partai itu,” lanjutnya.
Di titik tertentu, menurut Ahmad, partai-partai besar yang mana mana menggenggam kursi, tidaklah mau menyerahkannya kepada kandidat nonpartai. Imbasnya, kandidat nonpartai bergerilya mencoba meraih dukungan dari partai-partai yang digunakan membuka pendaftaran.
“Tetapi dia tiada bisa jadi jadi pegang satu partai pun sebagai jaminan. Karena ketika dia didukung partai A, dia harus ke partai B kemudian juga didukung. Bisa cuma partai ‘mati di dalam area tangan’ kalau dia tiada dapat koalisi. Ada kecemasan itu,” kata Ahmad.
Pria selama Kupang itu lantas menjelaskan, ada wacana partai-partai yang digunakan hal tersebut tergabung dalam Koalisi Indonesia Maju (KIM) yang digunakan hal tersebut membantu Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming dalam Pilpres 2024 mengelompokkan diri menjadi satu kekuatan. Tren ini, menurut Ahmad, patut dicermati.
Sementara pada PDIP, lanjut dia, ada dua figur yang dimaksud hal tersebut mencuat, yaitu Ansy juga Emilia Juli Nomleni. Ansy pun mulai menyosialisasikan diri melalui baliho yang hal itu tersebar di area tempat beberapa orang wilayah, termasuk di dalam tempat Kota Kupang. Akan tetapi, balihonya bukan ada menggunakan logo PDIP, melainkan semata-mata hanya foto diri. Di sisi lain, Emi selaku ketua DPD PDIP NTT yang digunakan itu juga ketua DPRD PDIP NTT, dianggap berhasil lantaran PDIP memenangi dua pileg secara berturut-turut.
“Sehingga ketika bicara Ansy serta Emi, Ansy nonstruktural lantaran bukan pengurus partai meskipun anggota DPR RI dari PDIP. Sementara Emi secara struktural punya serta punya andil dalam pemenangan pileg. Karena itu pada dalam PDIP akhirnya masih semacam belum menemukan titik dalam dalam mana posisi kader PDIP yang mana hal tersebut akan didorong akibat persoalan tadi,” ujar Ahmad.
Sedangkan di tempat area Golkar, dia menilai Melki lebih banyak banyak aman akibat posisinya sebagai ketua DPD Golkar NTT. Kemudian Gerindra bukan ada ada figur yang mana kuat lantaran mantan duta gubernur NTT Esthon L Foenay ingin fokus pada DPR RI. Untuk NasDem, rekomendasi sudah pernah diberikan kepada Kepala Staf Korem 161/Wira Sakti Kupang Simon Petrus Kamlasi.





