Ketua MPR RI Bambang Soesatyo
Jakarta,REDAKSI17.COM – Ketua MPR Bambang Soesatyo alias Bamsoet mengatakan tak ada celah untuk menunda atau membatalkan pelantikan Presiden dan wakil presiden terpilih Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.
“Karena Pemilu sudah selesai, keputusan MK dan ketetapan KPU atas hasil Pilpres sudah jelas,” kata Bamsoet dalam keterangan resminya, Jumat, 10 Mei 2024.
Bamsoet mengatakan pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pilpres 2024 itu sangat sulit dijegal mengingat aturan di Undang-Undang Dasar atau UUD 1945 yang memuat soal pelantikan presiden dan wakil presiden sudah sangat jelas.
Menurut dia, yang telah diputus oleh rakyat yang berdaulat tidak boleh diganggu gugat oleh siapa pun, termasuk keputusan PTUN. Bahkan menurut hasil kajian Badan Pengkajian MPR RI dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih yang sudah ditetapkan oleh Ketetapan KPU harus diperkuat dengan produk hukum konstitusi berupa Ketetapan (TAP) MPR RI.
Pernyataan Bamsoet ini untuk merespons mantan Hakim Agung Gayus Lumbuun yang menyebut putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN bisa dijadikan pertimbangan MPR RI untuk tidak melantikan Prabowo Subianto dan Gibran Rakabuming Raka.
Dia menjelaskan hasil kajian Komisi Kajian Ketatanegaraan tersebut sejalan dengan pandangan dan pendapat ahli hukum tata negara Prof Yusril Izha Mahendra dan Prof Jimly Asshiddiqie bahwa MPR perlu mengeluarkan Ketetapan (TAP) MPR tentang pengukuhan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
“Ketetapan MPR tentang penetapan presiden dan wakil presiden merupakan conditio sine qua non (harus ada) dalam rangkaian pelantikan presiden dan wakil presiden,” katanya.
Namun, dia menilai setelah amandemen UUD 1945, terdapat hal-hal yang belum sesuai dengan UUD 1945 dalam hal tata cara pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih. Sehingga, menurut dia, tidak ada produk hukum MPR yang menetapkan presiden dan wakil presiden terpilih sebagai Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia.
Selama ini, menurut dia, penetapan itu hanya dalam bentuk Keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) tentang penetapan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu, serta pengucapan sumpah atau janji yang dituangkan dalam bentuk berita acara pengucapan sumpah atau janji dengan alasan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat.
“KPU hanya sebatas memiliki kewenangan dalam menetapkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih dalam pemilu. Bukan menetapkan dan mengukuhkan pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih sebagai presiden dan wakil presiden Indonesia,” katanya.
Untuk itu, menurut dia, MPR tidak sekedar melantik presiden dan wakil presiden hasil pemilu yang ditetapkan KPU, tetapi sebelum pelantikan harus diawali dengan tindakan hukum penetapan dan pengukuhan presiden dan wakil presiden Indonesia untuk masa jabatan lima tahun melalui TAP MPR tanpa proses pengambilan keputusan lagi karena hanya bersifat administratif.
“Presiden dan wakil presiden terpilih yang dipilih langsung oleh rakyat berdasarkan ketetapan KPU tidak bisa dibatalkan oleh MPR. MPR hanya berwenang memperkuatnya dalam bentuk pengukuhan berupa produk hukum konstitusi,” katanya.
Seperti diketahui saat ini PDIP tengah menggugat KPU ke PTUN Jakarta. Dalam petitumnya, PDIP meminta hakim PTUN Jakarta, menyatakan Komisi Pemilihan Umum (KPU) melakukan perbuatan melawan hukum karena menerima pendaftaran Gibran Rakabuming Raka sebagai calon wakil presiden di Pilpres 2024.
Putusan itu nantinya diharapkan menjadi pertimbangan MPR membatalkan pelantikan Prabowo Subianto dan Gibran sebagai presiden dan cawapres terpilih.