Jakarta,REDAKSI17.COM – Pasar keuangan Indonesia akan dipenuhi dengan berbagai sentimen yang mana digunakan akan menentukan pergerakan pasar selama sepekan ke depan.
Sentimen pekan depan akan diramaikan dengan adanya rilis data M2 pasokan uang Indonesia periode Oktober, data PMI manufaktur China NBS & Caixin, data inflasi Uni Eropa periode November, juga pidato Ketua The Fed Jerome Powell.
Money Supply (M2)
Bank Indonesia akan merilis data uang beredar periode Oktober 2023 pada awal pekan, Senin pagi (27/11/2023) pukul 10.00 WIB. Data menunjukkan tingkat likuiditas perekonomian atau uang beredar dalam arti luas (M2) pada September 2023 meningkat tajam.
Mengutip siaran pers Bank Indonesia (BI), Posisi M2 pada September 2023 meningkat 6% menjadi RP 8.440 triliun secara tahunan (yoy). Situs resmi menyebutkan, “Perkembangan hal itu terutama didorong oleh pertumbuhan uang kuasi sebesar 8,4% (yoy).”
Perkembangan utamanya dipengaruhi oleh peningkatan penyaluran kredit. Kredit tersalurkan pada September 2023 tercatat naik 8,7% seiring dengan peningkatan kredit produktif.
Posisi saat ini menempatkan M2 Indonesia mencatat rekor tertinggi sepanjang masanya di dalam area tengah era suku bunga tinggi. Kenaikan ini menandakan perekonomian Indonesia yang digunakan masih akan kuat mengalami pertumbuhan.
Di sisi lain, hal ini dapat menjadi kecemasan pelaku pasar, akibatnya kenaikan M2 yang tersebut mana signifikan ke depan dapat menjadi indikator inflasi yang digunakan itu tinggi. Artinya, tiada menghentikan kemungkinan tarif barang juga akan melonjak serta BI kembali mengetatkan keuangan.
PMI Manufaktur China Caixin kemudian juga NBS
China akan mengumumkan data PMI manufaktur periode November pada Kamis (30/11). Sebelumnya, Trading Economics mencatat China secara tak terduga mengalami penurunan indeks manufaktur menjadi 49,5 pada Oktober 2023 dari 50,2 pada bulan September.
Nilai yang mana meleset dari perkiraan pasar sebesar 50,2 yang digunakan menyoroti bahwa pemulihan kegiatan kegiatan ekonomi pada negara yang mana masih rapuh dan juga juga diperlukan lebih banyak lanjut banyak langkah dukungan dari pemerintah.
China juga akan merilis data PMI manufaktur Caixin periode November pada Jumat (1/12). PMI Manufaktur Umum Caixin Tiongkok turun menjadi 49,5 pada Oktober 2023 dari 50,6 pada bulan September, meleset dari perkiraan pasar sebesar 50,8. Angka hal itu menunjukkan kontraksi pertama di tempat dalam sektor manufaktur sejak bulan Juli dalam area tengah penurunan output lalu berada pada bawah ambang batas 50.
Melemahnya perekonomian China dapat menjadi sentimen negatif pasar keuangan domestik. Pasalnya, China merupakan negara dengan dunia usaha terbesar ke-2 dunia lalu kegiatan perekonomian pemimpin Asia.
Melemahnya sektor ekonomi China dapat berdampak pada perlambatan perdagangan, sehingga tingkat ekspor-impor dengan Indonesia akan mengalami gangguan.
Inflasi Uni Eropa (UE)
Gabungan negara Eropa akan merilis data inflasi periode November pada Kamis (30/11) pukul 17.00 WIB. Sebelumnya, inflasi Uni Eropa tercatat sebesar 2,9% berada pada bawah perkiraan konsensus 2,8% (yoy).
Meski demikian, persentase kenaikan biaya di area dalam Eropa menunjukkan level terendah sejak Juli 2021 namun masih dalam dalam atas target ECB sebesar 2%. Melambatnya inflasi UE terutama didorong oleh penurunan nilai energi juga perlambatan ekonomi.
Sementara itu, tingkat suku bunga inti, tak termasuk biaya pangan serta energi yang mana berfluktuasi, juga turun menjadi 4,2% pada bulan Oktober, mencapai level terendah sejak Juli 2022.
Sentimen ini dapat menjadi pendorong pasar, sebab terkendalinya inflasi akan memproduksi kebijakan bank sentral yang tersebut lebih besar besar melunak. Biasanya, hal ini akan memproduksi pelaku pasar lebih lanjut besar berani mengambil risiko dalam berinvestasi termasuk dalam area pasar modal.
Pidato Ketua The Fed, Jerome Powell
Pelaku pasar juga akan menantikan pidato Ketua The Fed, Jerome Powell pada Jumat pukul 23.00 WIB. Federal Reserve mempertahankan kisaran target suku bunga pada level tertinggi dalam 22 tahun pada area 5,25-5,5%.
Penahanan ini untuk kedua kalinya berturut-turut dalam bulan November, mencerminkan fokus ganda para pengambil kebijakan dalam mengembalikan inflasi ke target 2% sambil menghindari pengetatan moneter yang tersebut berlebihan.
Para pengambil kebijakan menekankan bahwa tingkat pengetatan kebijakan ke depan akan mempertimbangkan dampak kumulatif dari kenaikan suku bunga terhadap aktivitas perekonomian lalu inflasi, serta perkembangan perekonomian serta pasar keuangan.
Selama konferensi pers, Powell mengisyaratkan bahwa dot-plot bulan September yang itu menunjukkan mayoritas peserta memperkirakan kenaikan suku bunga satu kali lagi pada tahun ini mungkin tidaklah ada lagi akurat.
Dia juga menyatakan FOMC belum mengeksplorasi penurunan suku bunga apa pun, sementara fokus utama tetap pada apakah bank sentral perlu menerapkan kenaikan suku bunga tambahan.
Sentimen Pekan lalu: FOMC Minutes
Pekan lalu, sentimen utama datang dari harapan pasar akan melunaknya berbagai bank sentral yang digunakan mana menjadi angin segar untuk pasar keuangan. Hal ini didasarkan oleh risalah The Fed yang dimaksud digunakan menyatakan akan lebih tinggi tinggi berhati-hati dalam menentukan kebijakan suku bunga. Mereka juga mengisyaratkan hanya saja sekali akan menaikkan suku bunga jika upaya untuk mengendalikan inflasi goyah.
Tidak cuma itu, dasar pertimbangan akan menunjukkan sedikit perubahan dari obsesi mengendalikan inflasi hingga 2% menjadi menahan suku bunga acuan tetap stabil, khususnya jika tak ada kejutan kenaikan biaya signifikan.
Risalah hal itu menambahkan jika anggota komite tetap mempertimbangkan untuk mengetatkan kebijakan moneter jika data yang dimaksud dimaksud berkembang menunjukkan target The fed dalam menekan inflasi tak memadai.
Kalimat ini lebih besar besar dovish dibandingkan FOMC pada pertemuan September di dalam tempat mana disebutkan mayoritas partisipan masih melihat kebutuhan untuk menaikkan suku bunga.
Namun, risalah FOMC belum menyebut apapun mengenai keinginan The Fed untuk memangkas suku bunga. The Fed masih khawatir jika inflasi masih mampu naik lalu langkah The Fed selama ini belum cukup untuk meredam kenaikan harga.
Sentimen Pekan lalu: Suku Bunga BI
Seperti ekspektasi pasar, BI menahan suku bunga acuan BI 7 days reverse repo rate pada level 6% dalam pertemuan November 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan keputusan suku bunga acuan BI ke depan akan bergantung pada beberapa hal. Terutama situasi Amerika Serikat (AS) serta respons Bank Sentral Federal Reserve (Fed).
Kebijakan menahan suku bunga ini sontak disambut positif oleh pasar keuangan domestik yang digunakan yang berpesta hari ini. Menariknya, pesta pasar modal erat dengan pergerakan saham dengan karakteristik new economy yang dimaksud itu notabene tergolong miliki risiko tinggi.
Kenaikan saham new economy terjadi terlihat dari kontributor IHSG terbesar dari saham BREN, GOTO, DCII, juga ARTO yang tersebut dimaksud sekaligus menjadi top gainers. Fenomena ini besar kemungkinan akan masih berlanjut pada perdagangan besok, sehingga sektor-sektor ini dapat menjadi perhatian.
CNBC Indonesia Research