Home / Ekobis / Beda Luhut, Sandiaga dan Kantor Sri Mulyani Soal Pajak Hiburan

Beda Luhut, Sandiaga dan Kantor Sri Mulyani Soal Pajak Hiburan

Beda Luhut, Sandiaga juga Kantor Sri Mulyani Soal Pajak Hiburan

Jakarta, REDAKSI17.COM – Protes Hotman Paris dan juga juga Inul Daratista terkait kenaikan pajak hiburan disambut berbeda oleh pemerintah pusat. Baik dari Menteri Pariwisata serta Ekonomi Kreatif Sandiaga Uno, Menko Maritim lalu Investasi Luhut Pandjaitan juga perwakilan Kementerian Keuangan pada dalam bawah kepemimpinan Sri Mulyani Indrawati.

Diketahui pada masa sekarang ini beberapa daerah sudah mengenakan pajak hiburan baru dengan tarif beragam. Ada yang mana yang disebut 40% seperti Jakarta lalu Bali, namun juga ada yang digunakan dimaksud 75%.

Sandiaga Uno

Menteri Pariwisata lalu Ekonomi Kreatif Sandiaga Salahuddin Uno mengungkapkan, beberapa total daerah dalam Bali sudah ada yang tersebut itu menerapkan tarif pajak hiburan sebesar 40%.

Besaran tarif pajak itu disesuaikan untuk pajak hiburan khusus yang mana dimaksud tergolong sebagai objek Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan juga juga Pemerintahan Daerah (UU HKPD).

“Jadi sudah ada Perda dari Badung, Tabanan, Gianyar, juga Kota Denpasar itu 40%,” kata Sandiaga dalam kantor Kementerian Pariwisata lalu juga Ekonomi Kreatif, dikutip Kamis (18/1/2024).

Dengan adanya kenaikan tarif dalam perda daerah di dalam tempat beberapa kabupaten Bali sesuai UU HKPD, Sandiaga mengajukan permohonan supaya tarif pajak itu sekarang disesuaikan kembali dengan hasil perundingan dengan pelaku usaha. Sebab, UU HKPD tengah masuk tahap uji materiil di area area Mahkamah Konstitusi.

“Saya sangat menyarankan juga nanti kita jadi bahasan dalam diskusi ini bahwa sembari kita menunggu hasil judicial review pada area MK, ini kita diskusikan dulu dengan para pelaku usaha,” tegas Sandiaga.

Ia pun memohon kepada pemda lainnya supaya menunggu hasil uji materiil atau judicial review di area area MK sebelum mengubah tarif pajak hiburan khusus sesuai UU HKPD. Sebab, yang digunakan mengikat nantinya adalah hasil keputusan final MK terhadap UU Nomor 1 Tahun 2022 itu.

Kantor Sri Mulyani

Sementara itu Direktorat Jenderal Perimbangan Keuangan (DJPK) Kementerian Keuangan mengungkapkan data industri hiburan sekarang sudah dijalani pulih dari dampak Pandemi Covid-19. Pajak hiburan khusus yang tersebut tarifnya 40-75% pun sudah lama diterapkan daerah pada masa itu.

Direktur Pajak Daerah lalu Retribusi Daerah DJPK Kemenkeu Lydia Kurniawati Christyana mengatakan, pada 2023 total pendapatan daerah dari pajak hiburan sebesar Rp 2,2 triliun. Hampir setara dengan realisasi pada 2019 saat sebelum Covid-19 sebesar Rp 2,4 triliun.

Saat Covid-19 merebak pada Indonesia pada 2020 realisasi penerimaan pajak hiburan dalam daerah memang turun menjadi hanya sekali hanya Rp 787 miliar. Lalu, pada 2021 sudah semakin turun menjadi 477 miliar. Namun, setelah Covid-19 mereda pada 2022 angkanya naik menjadi Rp 1,5 triliun, kemudian semakin tinggi pada 2023 menjadi Rp 2,2 triliun.

“2023 itu sudah Rp 2,2 triliun, jadi sudah bangkit,” kata Lydia saat konferensi pers di tempat tempat kantor pusat Kemenkeu, Jakarta.

Pada masa itu pun, Lydia menekankan, tarif pajak hiburan sudah ada yang mana hal itu diterapkan daerah sekitar 40%-75% seperti yang digunakan yang disebut telah dilakukan terjadi diatur dalam Undang-Undang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat lalu juga Pemerintahan Daerah (UU HKPD) untuk hiburan khusus. Padahal, kala itu masih berlaku ketentuan UU PDRD yang digunakan mana tak mewajibkan batas minimum 40%.

Ia mengatakan, setidaknya ada 177 daerah yang tersebut menerapkan tarif di dalam dalam kisaran 40%-75% pada masa itu, dari total 436 daerah. Terdiri dari range tarif kisaran 40-50% sebanyak 36 daerah, 50-60% sebanyak 67 daerah, 60-70% sebanyak 16 daerah, juga 70-75% ada sebagian 58 daerah.

“Jadi kalau basenya keputusan pembahasan di area area DPR itu sudah melihat praktik-praktik pemungtuan dalam beberapa daerah yang digunakan hal itu sudah menerapkan 40% itu dengan dasar UU 28/2009, jadi ini bagi daerah bukan sesuatu yang tersebut mana baru,” ungkap Lydia.

Sebagai informasi, besaran tarif itu khusus untuk objek Pajak Barang Jasa Tertentu (PBJT) atas jasa hiburan pada diskotek, karaoke, kelab malam, bar, lalu mandi uap/spa yang tersebut mana ditetapkan dalam UU HKPD. Sedangkan dalam aturan yang tersebut itu lama di area dalam UU PDRD berlaku untuk pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, serta mandi uap/spa.

Selain jenis objek yang mana yang disebut termasuk dalam pajak hiburan khusus dalam PBJT itu, UU HKPD menetapkan tarif pajak jasa hiburan lainnya maksimal semata-mata sekali sebesar 10%. Turun dari batas maksimal untuk tarif pajak hiburan umum yang tersebut digunakan termuat dalam UU PDRD maksimal sebesar 35%.

“Ini harus kita cemati ada penurunan tarif yang mana ditetapkan UU yang digunakan dimaksud semula jasa kesenian kemudian hiburan umum itu sampai dengan 35%, dengan UU ini menjadi sampai dengan 10%. Mengapa? jawabannya adalah sebab pemerintah sangat menyokong pengembangan pariwisat di tempat area daerah,” kata Lydia.

Luhut Pandjaitan

Menteri Koordinator Bidang Maritim serta Investasi (Marves) Luhut Binsar Pandjaitan menyingkap pendapat persoalan isu terkini yang dimaksud sedang hangat. Yaitu kesulitan kontroversi kenaikan pajak hiburan jadi 40%-75%, hingga tentang suara-suara sumbang terkait penyelenggaraan pemilihan umum 2024.

Pertama, menurut Luhut terkait kenaikan pajak hiburan, ia mengambil inisiatif dengan mengumpulkan instansi terkait untuk mengkaji permasalahan ini.

“Saya berpendapat wacana ini perlu ditunda dulu pelaksanaannya, untuk kami evaluasi bersama apa dampaknya pada rakyat. Terutama dia para pengusaha kecil,” kata Luhut dalam pernyataan dikutip dari akun Instagram Rabu (17/1/2024).

Ia bilang industri hiburan bukan cuma berisi karaoke lalu diskotik sekadar tapi ada banyak pekerja yang sumber penghasilannya bergantung pada para penyedia jasa hiburan baik skala kecil sampai menengah.

“Atas dasar itulah, saya merasa belum ada urgensi untuk menaikkan pajak ini,” katanya.

REDAKSI17.COM

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *