Jakarta,REDAKSI17.COM – Anggota Komisi III DPR RI dari Fraksi Partai Golongan Karya (Golkar) Daerah Pemilihan Sumatera Barat 2 Benny Utama mengapresiasi inisiatif sejumlah warga dari Kabupaten Samosir, Provinsi Sumatera Utara yang melaporkan dugaan pungutan liar (pungli) oleh Kejaksaan Negeri Kabupaten Samosir ke Komisi III DPR RI. Menurutnya, sikap kritis masyarakat diperlukan untuk memastikan aparat penegak hukum bekerja sesuai aturan.
Hal ini ditegaskan Benny Utama dalam rapat dengar pendapat (RPD) dan rapat dengar pendapat umum (RDPU) dengan jajaran Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara, Kejaksaan Negeri Samosir, Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan dan kelompok masyarakat yang menyampaikan pengaduan ke Komisi III DPR. Dalam RDP dan RPDU tersebut dibahas sejumlah kasus yakni pengaduan masyarakat terkait dugaan pungli oleh Kejaksaan Negeri Samosir, pengaduan Annar Salahuddin Sampetoding, terdakwa dugaan kasus pemalsuan uang di Perpustakaan UIN Alauddin Makassar dan pengaduan kasus sengketa tanah keluarga Tjoddi di Kota Makassar.
“Kami apresiasi adek-adek dari Kabupaten Samosir yang sudah menyampaikan laporan ke Komisi III. Ini menujukkan kepedulian terhadap masalah – masalah yang ada di tengah – tengah masyarakat, terutama berkaitan dengan penegakan hukum. Ini kerja – kerja yang harus terus kita lanjutkan. Kita harus kritis kepada pemerintah dan penegak hukum dengan harapan penegakan hukum makin baik dan aparat penegak hukum kita lebih hati – hati dalam mengambil langkah – langkah,” ujarnya.
Dalam RPDU tersebut, pelapor yakni Edward P Limbong dan Valencius Sitorus menerangkan untuk launching dan sosialisasi aplikasi jaksa garda desa (jaga desa), Kejaksaan Samosir sesuai keterangan kepala desa memanggil Ketua Asosiasi Pemerintahan Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Kabupaten Samosir. Dalam pertemuan itu, lanjut Edward, pihak Kejaksaan menyampaikan agar semua kepala desa mengumpulkan uang untuk membiayai kegiatan sosialisasi tersebut. “Sampai empat kali pertemuan. Para kepala desa sudah jelaskan mereka tidak punya uang dan belum gajian. Sempat diminta diundur tapi Kejaksaan bilang sebelum lebaran harus jalan,” beber Edward.
Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Harli Siregar mengatakan setelah mendapat pengaduan pihaknya langsung membentuk tim pengamanan sumberda daya organisasi (PAM SDO) untuk mencari kebenaran informasi tersebut. Berdasarkan hasil tim PAM SDO, lanjut Harli, belum ditemukan adanya pelanggaran disiplin berupa pungli. “Pungutan terhadap 250 ribu itu atas inisiatif Apdesi terhadap kepala desa. Karena itu inisiatif dari Apdesi sendiri maka mereka menyampaikan. Ya kalau itu untuk uang makannya mereka ya silahkan, tentu kami tidak juga bisa membatasi keinginan kepala desa urun rembug untuk memenuhi kebutuhan mereka sendiri. Jadi itu dari Apdesi sendiri dan dikelola oleh Apdesi,” ungkapnya.
Terhadap kasus tersebut, Komisi III DPR RI meminta Jaksa Agung Muda Pengawasan untuk menerima dan memproses segala bentuk laporan yang disampaikan masyarakat terkait pelanggaran kode etik dan/atau tindak pidana yang dilakukan oleh oknum Jaksa, termasuk laporan dugaan pungli dalam sosialisasi aplikasi jaga desa di Kabupaten Samosir dan jajaran karena uang negara yang beredar di desa itu cukup besar kisaran Rp2 miliar sampai Rp3 miliar satu desa, tergantung jumlah penduduk dan luas wilayahnya. “Tentu ini harus kita jaga dan harus bermanfaat sebesar besarnya bagi kepentingan masyarakat di desa itu dalam rangka percepatan pembangunan,” ujarnya.
Mantan Bupati Pasaman dua periode itu menekankan penguatan kapasitas kepala desa dan jajaran sangat penting karena kepala desa berasal dari berbagai latar belakang yang beragam sehingga mereka belum tentu memahami dengan baik tata kelola keuangan. “Jadi apa yang dilakukan oleh Kejasaan berkaitan dengan program jaga desa penting untuk memberikan pemahaman supaya para kepala desa tidak offside dan salah dalam penggunaan anggaran yang berakibat kerugian negara dan ancaman pidana,” ujarnya.
Benny mendukung kegiatan sosialisasi aplikasi jaksa garda desa (jaga desa) yang dilakukan Kejaksaan untuk meningkatkan transparansi, akuntabilitas dan partisipasi masyarakat dalam pembangunan desa. Melalui aplikasi tersebut, penggunaan dana desa dapat dipantau secara real time sehingga potensi penyimpangan dan korupsi dana desa dapat dicegah sejak awal. “Kepala desa dan jajaran perlu dibekali, dikawal dan dijaga karena jika desa maju maka negara akan mengikuti. Jadi dari desa kita bangun negara. Ini sesuai dengan program Pak Presiden kita,” ujarnya.
Karena program aplikasi jaga desa sangat strategis, lanjut Benny, semestinya didukung dengan anggaran yang memadai. “Bagi kejaksaan tentu ini peringatan. Kita juga harus sensitif untuk menjaga diri dan institusi. Kalau toh tidak ada anggaran biasanya pemerintah daerah menyediakan anggarannya. Ndak harus melalui Apdeksi. Dinas Pemberdayaan Masyarakat atau Sekretariat Daerah biasanya punya anggaran untuk itu. Barangkali para Kajari perlu berkoordinasi dengan kepala daerahnya bupati atau walikotanya. Jangan sampai pemerintahan desa yang dibebani,” tegasnya.