Home / Ekobis / Bensin ‘Hijau’ RI Berpotensi Sukses Seperti Biodiesel

Bensin ‘Hijau’ RI Berpotensi Sukses Seperti Biodiesel

Bensin ‘Hijau’ RI Berpotensi Sukses Seperti Biodiesel

Jakarta,REDAKSI17.COM – PT Pertamina Patra Niaga sebagai Subholding Commercial & Trading Pertamina mengungkapkan bahwa perdagangan komersial dari Bahan Bakar Minyak (BBM) yang digunakan dicampur dengan bioetanol khususnya dari tetes tebu (molase) akan mengikuti jejak kesuksesan Biodiesel 35% (B35).

Direktur Utama Pertamina Patra Niaga, Riva Siahaan mengungkapkan kesuksesan unsur campuran biodiesel B35 yang tersebut yang menghasilkan Indonesia berhasil terlepas dari ketergantungan impor gas oil.

Dengan begitu, Riva menyebutkan langkah yang digunakan dimaksud dilaksanakan Pertamina saat ini yakni melalui pengembangan bioetanol dari molase juga akan menguangi ketergantungan impor BBM khususnya gasoline ke Indonesia saat ini.

“Kalau misalnya kita bicara biodiesel, success story-nya kan sekarang kita sudah tiada impor gas oil lagi. Dan harapannya dengan ketersediaan etanol di tempat area domestik nanti, ini juga bisa saja jadi memberikan dampak positif terhadap upaya pengurangan ketergantungan terhadap impor,” ungkap Riva kepada CNBC Indonesia dalam program Energy Corner, dikutip Rabu (6/12/2023).

Selain itu, Riva menyebutkan kesuksesan campuran biodiesel B35 pada FAME sudah berhasil memperkuat kemandirian energi pada Indonesia. Dengan begitu, Riva berharap kesuksesan yang mana mana identik akan terjadi dengan pengembangan bioetanol pada area Tanah Air.

“Jadi kalau misalnya kita ambil contoh dari gas oil dengan adanya pencampuran FAME ke biodiesel, ini terus terang memang sangat memperkuat pada tempat dalam kemandirian energi di tempat dalam sektor dalam area sisi hasil gas oil itu sendiri. Karena sekarang sudah tidaklah impor kalau untuk gas oil,” tambahnya.

Sebelumnya, Menteri Energi lalu Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif mengatakan pemerintah sendiri telah dilakukan dikerjakan menetapkan program wajib pengembangan substansi bakar nabati melalui Peraturan Menteri pada tahun 2015. Program unsur bakar nabati di area area Indonesia mencapai tonggak sejarah yang tersebut mana signifikan pada tahun 2008 dengan menerapkan pencampuran 2,5% materi bakar diesel.

“Sejak saat itu, kecepatan pencampuran secara bertahap meningkat. Pada akhirnya, mulai Februari 2023, kami sudah menerapkan mandatori B35 secara nasional,” kata dia dalam acara Sustainable Mobility: Ethanol Talks 2023, Senin (9/10/2023).

Arifin mengatakan prospek pengembangan bioetanol dalam negeri dapat dilaksanakan apabila produksi gula dimaksimalkan terlebih dahulu. Mengingat, mayoritas gula untuk kebutuhan dalam negeri saat ini masih berasal dari impor.

Apabila produksi gula di area dalam dalam negeri sudah berlebih, komponen baku tebu selanjutnya dapat dimanfaatkan untuk produksi bioetanol. “Kalau ini berkembang, kelebihannya bisa saja hanya kita bikin etanol atau memang ada yang mana mana spesial area dedicated untuk memang bangun etanol industri. Kita punya prospek gede,” ujar Arifin.

Oleh sebab itu, guna mengurangi ketergantungan terhadap material bakar impor serta untuk mencapai ketahanan energi nasional lalu membantu pengerjaan berkelanjutan, pemerintah memperkenalkan sumber energi lokal yang digunakan digunakan berkelanjutan serta mudah diakses, seperti biofuel.

Di sisi lain, penerapan program biofuel juga dimaksudkan untuk menurunkan emisi hingga 31,9% di dalam tempat bawah BAU (Business as Usual) pada tahun 2030.

Hal ini juga untuk mengupayakan perekonomian dalam negeri yang mana mana berbasis pertanian, untuk memenuhi target 23% pangsa energi terbarukan di area dalam Nasional Bauran Energi pada tahun 2025, serta menghemat devisa serta menjaga defisit transaksi berjalan.

Perihal besaran impor BBM di dalam dalam Indonesia, Arifin mengatakan sebagian besar kebutuhan substansi bakar dalam negeri berasal dari impor seperti BBM jenis bensin. Ia pun mencatat, impor BBM jenis bensin mengalami peningkatan dari sekitar 123 jt barel pada tahun 2015 menjadi 138 jt barel pada tahun 2022.

“Ketergantungan yang digunakan digunakan tinggi terhadap impor komponen bakar tentunya akan membahayakan ketahanan energi nasional kita,” katanya.


Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *