Jakarta,REDAKSI17.COM – Bank Indonesia (BI) menaikkan suku bunga acuan atau BI 7-day reverse repo rate (BI7DRRR) naik menjadi 6%. Kenaikan ini didorong oleh faktor perubahan kegiatan perekonomian global yang mana semakin cepat serta tidaklah mampu sekadar ditebak.
“Dinamika global sangat cepat juga very unpredictable. RDG bulan lalu kami sampaikan dengan informasi terbaru pada saat itu tapi kemudian perubahan cepat,” ujar Perry dalam RDG BI, Kamis (20/10/2023).
Menurut Perry, ada lima perubahan yang digunakan menjadi sorotan saat ini. Bahkan perubahan ini telah lama dikerjakan diakui oleh banyak negara yang tersebut yang disebut hadir dalam Pertemuan Tahunan IMF-World Bank 2023 pada area Maroko.
Pertama pertumbuhan dunia usaha dunia yang tersebut yang disebut melambat dari perkiraan awal 2.9% menjadi 2,8%. Di samping adanya divergensi pertumbuhan antar negara yang mana semakin melebar.
“China sekarang sudah melambat kemudian akan melambat nah ini yang mana mana kemudian dalam 2 tahun ke depan 2024 2025 pertumbuhan sektor perekonomian akan melambat tahun depan divergensi sumber pertumbuhan perekonomian melebar baru menyempit pada 2025,” paparnya.
“Dan baru 2026 kemungkinan akan stabilizing jadi 2024 masih diliputi uncertainty mengenai pertumbuhan global yang dimaksud akan cenderung melambat,” kata Perry.
Maka dari itu, seluruh dunia memang harus menggerakkan permintaan domestik supaya pertumbuhan kegiatan perekonomian masih tinggi.
Kedua adalah meningkatnya tensi ketegangan geopolitik. Implikasinya paling nyata sudah terlihat pada biaya minyak bumi lalu juga pangan. Perry melihat kondisi ini akan memperlambat penurunan inflasi dalam area banyak negara.
Ketiga, suku bunga acuan AS fed fund rate akan tinggi dalam waktu yang dimaksud hal tersebut lama. Perry juga melihat akan ada kenaikan suku bunga acuan AS pada Desember 2023.
“Tapi kan ketidakpastian tinggi, meskipun naik atau tiada ada naik masih akan tetap tinggi khususnya di area tempat paruh pertama tahun depan baru mulai turun pada paruh kedua jadi kemungkinan akan begitu,” ujar Perry.
Keempat, Perry menjelaskan kenaikan suku bunga acuan tiada ada belaka dalam jangka pendek tapi kebijakan moneter menaikkan suku bunga global jangka pendek. Sehingga US treasury sekarang naik.
“Jadi term higher for longer akan tambahan tinggi untuk yield suku bunga obligasi pemerintah dari negara-negara maju,” imbuhnya.
BI menilai ada probabilitas sekitar 40 persen, Fed Fund Rate akan naik pada Desember 2023 lalu ketidakpastian tinggi.
Perry mengungkapkan kenaikan yield obligasi negara maju, termasuk US Treasury, dapat berdampak pada aliran modal dalam emerging market, termasuk Indonesia.
Kelima adalah dampaknya, dalam tempat mana dolar AS begitu perkasa juga juga melemahkan mata uang banyak negara di area area dunia, termasuk rupiah. Perry pun mengakui penyebab rupiah terus melemah beberapa hari terakhir.
Menurutnya, kondisi ini tiada terlepas dari kecenderungan perilaku pasar keuangan ataupun pemodal yang mana digunakan lebih besar banyak memilih memegang uang kertas dolar alias fenomena cash is the king.