Home / Ekobis / Breaking! Harga Emas Kembali Cetak Rekor, Tembus Level Baru US$ 2.200

Breaking! Harga Emas Kembali Cetak Rekor, Tembus Level Baru US$ 2.200

Breaking! Harga Emas Kembali Cetak Rekor, Tembus Level Baru US$ 2.200

Jakarta, REDAKSI17.COM – Harga emas kembali mencetak All Time High atau nilai jual tertinggi sepanjang masa juga menembus level psikologis baru yakni US$ 2.200. Lonjakan nilai terjadi setelah bank sentral Amerika Serikat (AS)  usai The Federal Reverse (The Fed)  kembali menahan suku bunga acuan dalam level 5,25-5,50% untuk kelima kalinya secara beruntun.

Pada perdagangan Rabu (20/3/2024) nilai tukar emas di area tempat pasar spot ditutup melesat 1,33% ke posisi US$2.185,96 per troy ons. Harga ini menjadi rekor tertinggi baru nilai emas sepanjang masa, dengan mengalahkan rekor tertinggi pada penutupan perdagangan 11 Maret 2024 pada posisi US$2182,47.

Harga emas belum berhenti melesat.  Hingga pukul 06.32 WIB pada Kamis (21/3/2024), nilai emas dalam pasar spot bergerak lebih lanjut banyak tinggi atau naik 0,88% ke posisi US$ 2.205,29 per troy ons, Harga emas bahkan sempat menyentuh US$2.222,39 per troy ons sekitar pukul 05.15 WIB. Pencapaian ini lebih banyak lanjut tinggi dibandingkan penutupan perdagangan sebelumnya serta menjadi rekor tertinggi intra daynya.

Emas naik tambahan dari 1% pada perdagangan Rabu setelah The Fed mengindikasikan bahwa merek memperkirakan akan menurunkan suku bunga sebesar 0,75% hingga akhir2024, sehingga menyebabkan dolar serta imbal hasil Treasury terkoreksi.

Kendati demikian, The Fed juga menegaskan jika merekan akan menunggu lebih besar besar banyak data pendukung sebelum memangkas suku bunga acuan. Keputusan The Fed untuk menahan suku bunga ini sudah diekspektasi pelaku pasar.

The Fed dalam pernyataan resminya mengatakan pemangkasan suku bunga bukan layak dijalani selama merek belum yakin jika inflasi bergerak ke arah 2%.

The Fed menegaskan jika merekan mempertimbangkan penyesuaian suku bunga dengan menghitung data-data di area dalam masa mendatang.

Seperti diketahui, inflasi AS menguat ke 3,2% (year on year/yoy) pada Februari 2024, dari 3,1% (yoy) pada Januari 2024. itu, inflasi PCE atau pengeluaran pribadi warga AS pada Januari 2024 naik menjadi 2,4% secara tahunan (year-on-year/yoy) lalu tumbuh 0,3% secara bulanan (month-to-month/mtm). Angka bulanan tambahan tinggi dari periode Desember 2023 yang tersebut dimaksud tumbuh 0,1%, namun secara tahunan tambahan rendah dari Desember 2023 yang digunakan mana tumbuh 2,6%.

Angka ini juga sudah sesuai dengan ekspektasi pasar, yang mana memperkirakan inflasi PCE tumbuh 0,3% (mtm) juga 2,4% (yoy).

Sementara untuk inflasi PCE inti, yang tersebut tak termasuk harga jual jual makanan lalu energi yang digunakan bergejolak, juga kembali naik menjadi 0,4% juga tentunya sudah sesuai dengan ekspektasi pasar.

Chairman The Fed Jerome Powell dalam konferensi pers, waktu AS atau Kamis dini hari waktu Indonesia, mengelak menjawab kapan The Fed akan mulai memangkas suku bunga. Terlebih, data-data mendatang masih sulit diprediksi. Namun, dia juga tak membantah jika rencana pemangkasan suku bunga ada dalam program The Fed.

Dokumen The Fed juga menunjukkan jika 10 dari 19 pejabat The Fed melihat ada prospek pemangkasan suku bunga sebanyak 0,75% hingga akhir tahun ini.

Proyeksi ini dengan melihat median proyeksi suku bunga oleh pejabat The Fed dalam doikume dalam dokumen “dot plot” menjadi 4,5-4,75% atau median 4,6% hingga akhir tahun ini.
Median ini mengindikasikan jika The Fed akan memangkas suku bunga sebesar 0,75% atau sebanyak tiga kali masing-masing sebesar 0,25% hingga akhir tahun.

“Dokumen FOMC terus menunjukkan adanya kemungkinan pemangkasan suku bunga 0,75% pada tahun ini, bahkan dengan kenaikan proyeksi PCE inti menjadi 2,6%,” tutur Ian Lyngen, analis dari BMO Capital Markets, kepada CNBC International.

Menurut Alat FedWatch, para pelaku pasar saat ini memperkirakan peluang sebesar 73% untuk penurunan suku bunga pada Juni 2024, dibandingkan kesempatan 65% yang tersebut hal itu terlihat sebelum keputusan suku bunga The Fed.

“Emas siap untuk mencoba mencapai level tertinggi baru sepanjang masa dengan hilangnya risiko The Fed,” ujar Tai Wong, penanam modal dengan syarat New York kepada Reuters.

Permintaan safe-haven yang dimaksud terus-menerus, pembelian bank sentral, juga ketegangan geopolitik terus memberikan dukungan pada emas.

“Ada permintaan emas dari pemodal ritel lalu juga jenis lainnya di tempat tempat China,” ujar David Wilson, ahli strategi komoditas pada BNP Paribas., kepada Reuters.

Harga emas sangat sensitif terhadap pergerakan suku bunga AS. Kenaikan suku bunga AS akan memproduksi dolar AS lalu juga imbal hasil US Treasury menguat. Kondisi ini tak menguntungkan emas oleh sebab itu dolar yang tersebut hal itu menguat menimbulkan emas sulit dibeli sehingga permintaan turun. Emas juga bukan menawarkan imbal hasil sehingga kenaikan imbal hasil US Treasury memproduksi emas kurang menarik.

Namun, suku bunga yang mana lebih banyak besar rendah akan menimbulkan dolar AS lalu imbal hasil US Treasury melemah, sehingga dapat menurunkan opportunity cost memegang emas. Sehingga emas menjadi tambahan menarik untuk dikoleksi.

CNBC Indonesia Research

redaksi17.com

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *