Jakarta, REDAKSI17.COM – Rupiah menguat terhadap dolar Amerika Serikat (AS) Bank Indonesia (BI) menahan suku bunganya pada area level 6% serta China berpotensi mendapatkan stimulus untuk perekonomiannya.
Dilansir dari Refinitiv, rupiah dibuka menguat pada nomor Rp15.610/US$ atau naik sebesar 0,16%. Posisi ini memutus tren pelemahan yang tersebut terjadi selama tiga hari beruntun sejak 15 Januari 2024.
Sementara indeks dolar AS (DXY) pada pukul 9.02 WIB turun 0,17% menjadi 103,27. Angka ini tambahan besar rendah dibandingkan penutupan perdagangan Rabu (17/1/2024) yang dimaksud berada dalam hitungan 103,45.
Kemarin, BI sudah pernah mengumumkan hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Januari 2024 dengan kembali menahan suku bunga acuan atau BI Rate di area dalam level 6%.
Dengan demikian, BI sudah menahan suku bunga acuannya selama empat bulan berturut-turut sejak Oktober 2023.
Gubernur BI Perry Warjiyo menjelaskan, keputusan itu ditempuh sebagai langkah konsistensi BI menjaga stabilitas dunia usaha juga keuangan, dalam tengah masih bergejolaknya ketidakpastian kegiatan ekonomi global. Seiring dengan upaya untuk menjaga kinerja pertumbuhan dunia usaha domestik pada tahun ini.
“Keputusan mempertahankan BI-Rate pada level 6,00% tetap konsisten dengan fokus kebijakan moneter yang tersebut dimaksud pro-stability, yaitu untuk penguatan stabilisasi nilai tukar Rupiah serta langkah pre-emptive lalu forward looking untuk menegaskan inflasi tetap terkendali dalam sasaran 2,5±1% pada 2024,” kata Perry saat konferensi pers pada Kantor Pusat BI, Jakarta, Rabu (17/1/2024).
Hal ini sesuai dengan ekspektasi yang digunakan dimaksud telah dilakukan dijalani dihimpun oleh CNBC Indonesia dari 10 institusi yang digunakan dimaksud secara absolut yakin bahwa BI akan menahan suku bunganya untuk ketiga kalinya.
Beralih ke mancanegara, perekonomian China tercatat tumbuh pada periode kuartal IV/2023 sebesar 5,2% secara tahunan (year on year/yoy), hitungan yang digunakan disebut di area dalam bawah perkiraan jajak pendapat Reuters, 5,3%. Ini terungkap dari bilangan resmi yang digunakan yang disebut ditujukan badan statistik setempat, NBS, Rabu (17/1/2024).
Di lain sisi, pemerintah China juga mempertimbangkan untuk memberikan stimulus jumbo melalui penerbitan obligasi spesial “ultra long” senilai satu triliun yuan atau US$139 miliar setara Rp2.166 triliun (Asumsi kurs Rp15.585/US$).
Hal ini dinilai akan memberikan dampak positif apabila dapat dijalankan dengan baik, mengingat China merupakan mitra dagang utama ekspor sehingga hal ini dapat memberikan angin segar jika dilaksanakan dengan baik.
CNBC INDONESIA RESEARCH