Jakarta,REDAKSI17.COM — Ketua DPP PKS Bidang Energi, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim, Agus Ismail, menyatakan bahwa rangkaian banjir, longsor, dan cuaca ekstrem di Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat merupakan alarm keras bahwa kerusakan ekologis di Pulau Sumatera telah memasuki fase kritis.
Serangkaian bencana hidrometeorologi dalam beberapa hari terakhir menunjukkan bahwa kawasan hulu dan taman nasional yang seharusnya menjadi penyangga tata air mengalami degradasi yang semakin serius.
Pada saat bersamaan, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat Siklon Tropis Senyar sebagai pemicu hujan sangat lebat hingga ekstrem di Aceh dan Sumatera Utara, serta hujan sedang hingga lebat di Sumbar dan Riau.
Meski Indonesia jarang mengalami dampak langsung siklon tropis, pola lima tahun terakhir menunjukkan peningkatan frekuensi dan intensitas fenomena tersebut.
Hal ini menjadi indikator kuat perubahan iklim yang semakin nyata di kawasan regional. Ketua DPP PKS Bidang Energi, Lingkungan Hidup, dan Perubahan Iklim, Dr. Agus Ismail, menegaskan bahwa kondisi ini bukan sekadar anomali cuaca musiman.
“Biasanya badai tropis tidak terbentuk sedekat ini dengan Indonesia. Kita kini memasuki fase hujan di atas normal akibat penguatan angin barat dan interaksi sistem monsun dengan gelombang tropis,” ujar Dr. Ismail dalam keterangannya, Senin (1/11/2025).
“Hujan ekstrem masih mungkin mendominasi Aceh, Sumatra Utara, dan Riau. Risiko banjir bandang, longsor, dan gangguan aktivitas penyelamatan semakin tinggi karena kondisi tanah telah jenuh,” tutur Dr. Ismail.
Dr. Ismail menekankan bahwa pemerintah tidak boleh hanya fokus pada penanganan dampak bencana. Akar persoalan ekologis di Sumatera harus menjadi prioritas utama, terutama kerusakan kawasan hulu Daerah Aliran Sungai (DAS) akibat pembukaan lahan, aktivitas pertambangan, dan ekspansi perkebunan.
“Percepatan rehabilitasi hutan dan lahan kritis harus menjadi prioritas, terutama di Aceh, Sumut, dan Sumbar. Hilangnya vegetasi di hulu memicu banjir bandang serta memperburuk longsor,” tegasnya.
Ia juga menyoroti kondisi Taman Nasional, termasuk Tesso Nilo, yang semakin tertekan oleh pembukaan lahan ilegal.
Lemahnya penegakan hukum memperbesar ancaman terhadap ekosistem yang menjadi habitat satwa kunci sekaligus penyimpan karbon penting bagi mitigasi krisis iklim.
PKS menegaskan komitmennya terhadap konservasi lingkungan dan keadilan ekologis. PKS akan terus mendorong pemerintah pusat dan daerah memperkuat sistem pemantauan alih fungsi lahan, deforestasi, sedimentasi, serta kesehatan DAS.
Menurut Dr. Ismail, sistem pemantauan tersebut harus terintegrasi dengan peringatan dini banjir dan longsor berbasis curah hujan ekstrem agar respons penanganan dapat dilakukan lebih cepat dan efektif.
Rangkaian peringatan cuaca ekstrem ini harus menjadi momentum pemerintah untuk memperkuat penataan ruang, mempertegas penegakan hukum lingkungan, serta mempercepat pemulihan ekosistem.
Tanpa langkah korektif yang terukur, Sumatera akan semakin rentan terhadap bencana ekologis yang terus berulang.



