Home / Ekobis / Dari Kesal dan Ditolak 100 Investor, Bisnis Wanita Ini Cuan Rp 56 T

Dari Kesal dan Ditolak 100 Investor, Bisnis Wanita Ini Cuan Rp 56 T

Dari Kesal dan juga Ditolak 100 Investor, Bisnis Wanita Ini Cuan Rp 56 T

Jakarta,REDAKSI17.COM  – Ini adalah kisah pendiri Canva, Melanie Perkins. Dahulu saat mendirikan Canva, Melanie ditolak oleh 100 penanam modal akibat dianggap aplikasi tidak ada ada berguna.

Namun, faktanya anggapan itu salah. Kini, Canva malah sukses jadi aplikasi desain terfavorit.

Bagaimana ceritanya?

Bermula dari Kekesalan

Melanie Perkins lahir dalam tempat Perth, 13 Mei 1987. Sejak kecil dia sangat hobi merancang juga menggambar banyak poster.

Atas dasar inilah, selama menempuh institusi belajar dari jenjang terendah hingga institusi belajar tinggi, dia menjadikan menggambar sebagai pelajaran utama. Selama menjalani profesi hal yang dia sejenis sekali tidaklah merasa kesulitan saat menggunakan aplikasi desain dalam tempat komputer.

Sekalipun ada kesulitan, itu dijadikannya sebagai tantangan lalu juga penyemangat. Passion-lah yang tersebut digunakan membuatnya mampu bertahan menjalani profesi ini.

Ini tentu berbeda dengan orang awam yang dimaksud ingin menumbuhkan passion juga belajar desain grafis. Kadang, semangat tingginya langsung patah saat mengetahui betapa sulit menggambar dalam aplikasi.

Dan, hal inilah yang digunakan hal tersebut serupa sekali tiada dilihat oleh Melanie. Dia memandang aplikasi desain sangatlah mudah, juga juga seharusnya orang lain mampu jadi melakukannya.

Namun, pandangan Melanie yang digunakan disebut berubah pada 2006. Ketika itu dia yang digunakan berusia 19 tahun bekerja sambilan sebagai guru les desain kepada anak-anak sekolah. Saat mengajar inilah dia mulai sadar ada orang tak sanggup memakai aplikasi desain sebab ribet.

Faktanya, hampir tidaklah ada satupun muridnya yang mana mampu semata menggunakan Photoshop, Coreldraw, Adobe Stock, serta sebagainya. Sekalipun ada yang dimaksud dapat itupun dilaksanakan berkat pengajaran kemudian latihan berulang kali. Sangat melelahkan.

Terlebih, saat menciptakan satu poster, misalkan, prosesnya sangat rumit dan juga juga panjang. Seseorang harus merancang kemudian menggambarnya. Lalu dilanjut mengkonversi ke ukuran yang dimaksud mana diinginkan, sebelum akhirnya dicetak.

“Dari sinilah aku harus sanggup menghasilkan seluruh prosesnya menjadi simpel,” katanya sembari menghela nafas, dikutip Forbes.

Beranjak dari keresahan inilah Melanie hendak merancang suatu aplikasi desain grafis yang tersebut ringkas kemudian juga mudah dipahami. Beruntung, ada kawan Melanie, Cliff Obrecht, yang dimaksud jadi teman diskusi tentang ini.

Singkat cerita, hasil diskusi itu kemudian berujung pada keputusan mendirikan aplikasi desain buku tahunan siswa, Fusion Books, pada 2007. Lewat aplikasi ini para siswa tiada perlu memanggil vendor untuk merancang buku tahunannya.

Hanya lewat Fusion Books siswa bisa saja jadi mengatur sendiri model pada buku tahunannya. Apalagi sistem aplikasi hal hal tersebut sudah disediakan berbagai template rancangan, lengkap dengan beragam emoji, gambar kemudian animasi. Jadi siswa cuma perlu mengklik-klik cuma pada komputer.

Tak diduga, Fusion Books yang mana dimaksud awalnya semata-mata sekali ada di area tempat satu sekolah kemudian ‘meledak’ dipakai lebih banyak tinggi dari 200 sekolah mitra. Meski begitu, pencapaian ini tak memproduksi Melanie puas.

Dia ingin menyebabkan aplikasi desain yang mana yang multifungsi. Tak belaka untuk buku tahunan, tetapi juga kartu nama, desain poster, presentasi, serta juga sebagainya.

Sempat Ditolak

Sayang, upaya mewujudkan aplikasi itu tak mudah. Kepada Entrepreneur, Melanie menjelaskan tantangan terbesarnya adalah persoalan dana. Dia sulit mendapat dana dari investor. Beberapa kali bolak-balik hingga menemui 100-an investor, gagasan Melanie juga juga Obrecht tak bisa saja belaka terwujud.

Para pemodal memandang perusahaan desain grafis sudah mentok. Bisa dipaksakan, maka dana pemodal yang diberikan kepada Melanie akan menguap begitu saja.

Hingga akhirnya, secercah harapan pun tiba pada tahun 2011. Di Perth ada kompetisi startup yang dimaksud dimaksud mendatangkan pemodal Bill Tai. Melanie bergegas mendaftar serta tak disangka malah menang. Dari dalam di tempat ini dia berkesempatan pergi ke Silicon Valley.

Singkat cerita, selepas dari pusat teknologi AS itulah dia mulai mendapat pembangunan sektor ekonomi senilai US$ 3 jt pada 2012. Berkat dana itulah, Melanie-Obrecht leluasa berkarya. Beruntung, individu eks-pegawai Google dengan syarat Sydney, Cameron Adams, bersedia membantu keduanya.

Adam yang mana dimaksud kelak menjadi Co-Founder disebutkan membantu di dalam dalam sektor pengembangan teknologi. Dari hasil diskusi ketiganya itulah, tepat pada 1 Januari 2013 lahir aplikasi desain grafis bernama Canva.

Dalam laman resmi perusahaan, Canva berupaya menyebabkan semua orang mampu merancang grafis tanpa perlu keahlian desain grafis mumpuni. Dalam sekejap, aplikasi ini sukses dipakai 50.000 pengguna. Lalu setahun kemudian sudah dipakai 600.000 pengguna dengan 3,5 jt desain.

Kini, Melanie Perkins tinggal memetik buah dari jerih payahnya itu. Berkat Canva, Forbes (2024) mencatat dia miliki harta US$ 3,6 miliar atau Rp 56 triliun. Sementara Canva sendiri menurut The Social Shepherd sudah mendulang keuntungan hingga US$ 1,7 miliar atau Rp 26 T.


Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *