Namun berbeda dengan Masyarakat Klungkung yang dimaksud sampai saat ini masih melestarikan tradisi-tradisinya hingga menjadi warisan budaya.
Salah satu tradisi yang mana masih dilestarikan sampai saat ini adalah tarian baris jangkang. Tarian ini terdapat dalam Dusun Pelilit, Pulau Nusa Penida Bali.
Melansir dari laman kemendikbud, Tarian baris jangkang ini biasanya dipentaskan oleh sekelompok pria dewasa. Sebanyak 8 sampai 12 orang pria memakai senjata tombak Panjang.
Pakaiannya pun sangat sederhana yaitu dengan mengenakan celana putih, kain putih juga saput kuning.
Mengapa diberi nama Baris jangkang? Rupanya lantaran tarian ini dibawakan dengan gerakan setengah jongkok (jangkang) dengan diiringi gamelan.
Usia tarian ini terbilang sudah cukup tua. Hal ini terlihat dari segi gerakan tarinya hingga pakaiannya yang tersebut serba sederhana.
Asal usul adanya tarian baris jangkang ini bermula dari orang abdi (parekan) dalam Kerajaan Semarapura Bernama Jro Wayan Kulit.
Ia sehari-hari bertugas memberi makan babi. Suatu saat Jro Wayan Kulit pulang ke Nusa Penida kemudian memohon tempat makan babi berbentuk kempur berbahan perunggu dibawa pulang.
Menurutnya tempat makan babi itu mempunyai kekuatan magis yang dimaksud luar biasa. Sang raja pun memberikan tempat makan babi itu untuk dibawa pulang Jro Wayan ke rumahnya, yang dimaksud saat ini Bernama Desa Pakraman Pelilit.
Desa hal tersebut suatu hari diserang oleh desa lain. Berkat kesaktian Jro Wayan dan juga kekuatan kempur tempat makan babi, akhirnya musuh lari jungkang jungking tidaklah jadi menyerang.
Terinspirasi dari kejadian tersebut, Jro Wayan pun menciptakan tari yang mana dinamakan sesolahan Jangkang atau yang lebih lanjut dikenal dengan Tari Baris Jangkang.
Tarian ini dipentaskan setiap ada pujawali baik di tempat Pura Desa, Pura Dalem, Pura Puseh maupun pura-pura lain.
Selain itu Tarian Baris Jangkang ini juga ditarikan Ketika ada warga desa yang membayar kaul hingga saat terjadi musim kemarau Panjang.
Lantaran sudah dianggap sakral oleh Masyarakat, setiap hari suci Buda Kliwon Ugu, merekan menghaturkan sesaji serta diupacarai berbentuk banten.
Kontributor: Kanita Auliyana Lestari