Home / Politik / Dua Alarm untuk Negeri: Dari Balita Sukabumi hingga Kerugian Whoosh

Dua Alarm untuk Negeri: Dari Balita Sukabumi hingga Kerugian Whoosh

    

Jakarta,REDAKSI17.COM – Peristiwa tragis yang melibatkan seorang balita di Sukabumi dengan tubuh penuh cacing menjadi cermin memilukan bagi sistem perlindungan sosial dan kesehatan kita.

Ketua DPP PKS Bidang Pemberdayaan Masyarakat Rentan dan Disabilitas, Netty Prasetiyani, menyatakan bahwa kejadian ini merupakan alarm keras atas ketidakmaksimalan peran perangkat desa, kader posyandu, PKK, dan bidan desa sebagai garis terdepan dalam menjaga kesehatan keluarga dan anak-anak rakyat kecil.

Masalah yang diangkat lebih dalam tidak semata administratif. Banyak keluarga miskin tak tercatat sebagai penerima manfaat, bahkan tanpa dokumen kependudukan atau jaminan kesehatan, sehingga ketika keadaan darurat terjadi, mereka tak berdaya. Perlindungan sosial tak boleh berhenti di atas kertas; haruslah hadir nyata ketika rakyat menjerit di keputusasaan.

PKS mendorong pemerintah pusat dan daerah untuk mengembalikan peran edukasi kebersihan lingkungan, memperkuat fungsi posyandu sebagai pusat deteksi dini, dan memperlancar akses layanan kesehatan darurat terutama bagi mereka tanpa dokumen.

Kita tak bisa sampai menunggu tragedi ulang untuk bertindak. Inilah panggilan untuk membangun sistem pencegahan dan penanganan yang inklusif, nyata, dan merata agar anak-anak Indonesia tak lagi menjadi korban sistem yang rapuh dan tidak responsif.

Whoosh Merugi Rp1 Triliun: Ketangguhan Proyek Nasional di Ujung Pisau

Pada semester I tahun 2025, PT Kereta Api Indonesia (KAI) menanggung rugi hampir Rp951,48 miliar dari investasinya dalam proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung (Whoosh); bila digabungkan dengan periode akhir 2024, total kerugian mencapai Rp1,9 triliun, bahkan sepanjang tahun 2024 melonjak ke angka Rp2,69 triliun.

Namun, besarnya investasi—US$7,2 miliar (±Rp116,5 triliun), belum termasuk cost overrun hingga US$1,2 miliar (±Rp19,4 triliun)—belum menunjukkan hasil memadai, terutama karena pendapatan dari tiket belum cukup menutup beban operasional.

Ketua DPP PKS Bidang Ekonomi, Keuangan, dan Industri, Handi Risza, menegaskan pentingnya sinergi antarmoda transportasi, serta diversifikasi sumber pendapatan seperti pengembangan kawasan transit dan layanan komersial agar Whoosh bisa menjadi proyek yang berkelanjutan dan menguntungkan.

Selain itu, perlu diingat bahwa bertambahnya penumpang berarti peningkatan frekuensi operasional dan beban biaya operasional serta perawatan yang tidaklah murah. Keseimbangan antara beban biaya dan penerimaan adalah kunci utama keberhasilan proyek berbiaya tinggi ini.

Dua Alarm, Satu Inti: Sistem Harus Melayani, Bukan Merugikan

Kedua peristiwa menggarisbawahi satu hal bahwa sistem, apa pun bentuknya, haruslah melayani rakyat. Apakah itu sistem perlindungan sosial yang menjaga anak-anak kecil dari ancaman penyakit mematikan, ataupun investasi infrastruktur supermahal yang diharapka mempercepat mobilitas massa, keduanya memiliki satu tujuan bersama: memberi manfaat nyata, bukan menambah beban.

Jika sistem tidak responsif terhadap yang rentan, maka kita gagal sebagai negara yang berkeadilan. Jika investasi tidak produktif dan malah membebani entitas pelaksana, maka rakyat menjadi yang paling dirugikan. Dukungan kritis dan konstruktif, seperti yang disuarakan PKS, bukanlah upaya politis semata melainkan panggilan moral untuk memperbaiki sistem yang rapuh.

Tanpa respons cepat dan penyesuaian strategi nyata, siklus kegagalan bisa berulang. Mari jadikan kedua kasus ini bukan sekadar berita pilu dan angka statistik, melainkan momentum untuk membalik paradigma: dari sistem yang eksklusif, birokratis, dan boroske arah sistem yang inklusif, efisien, dan produktif.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *