Home / Nasional / Eksepsi Prof. Antara Tak Mendasar, Audit Akuntan Publik Sah Berdasar SEMA No 4 Tahun 2016

Eksepsi Prof. Antara Tak Mendasar, Audit Akuntan Publik Sah Berdasar SEMA No 4 Tahun 2016

Eksepsi Prof. Antara Tak Mendasar, Audit Akuntan Publik Sah Berdasar SEMA No 4 Tahun 2016
Jakarta,REDAKSI17.COM – Tanggapan Jaksa Penuntut Umum (JPU) atas keberatan terdakwa mantan Rektor Universitas Udayana (Unud) Pof. Dr. Ir. I Nyoman Gde Antara, M.Eng. IPU dinilai tidaklah mendasar.

Sebab, semuanya sudah diuraikan dengan jelas dalam dakwaan yang dimaksud disampaikan JPU di dalam muka persidangan.

JPU Dr. Dino Kriesmiardi, S.H., M.H meneegaskan, bahwa terkait dengan keberatan terdakwa lalu tim penasihat hukumnya mengenai  kapasitas terdakwa yang tidaklah diuraikan secara lengkap dalam dakwaan Penuntut Umum.

Baik dalam dakwaan kesatu primair, dakwaan kesatu subsidiair, atau dakwaan kedua, atau dakwaan ketiga.

“Adalah keberatan yang mana sangat mengada-ada dan juga bukan mendasar mirip sekali. Dalam setiap dakwaan penuntut umum sudah sangat jelas diuraikan mengenai kualifikasi terdakwa sebagai subyek hukum  dari pasal yang mana didawakan,” paparnya dalam sidang di dalam Tipikor PN Denpasar, Kamis 9 November 2023.

Namun untuk membuktikan apakah benar terdakwa telah terjadi memenuhi kualifikasi subyek hukum hal itu akan dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara.

Begitu juga eksepsi yang mana menyatakan tidaklah cermat, tiada jelas serta bukan lengkap lengkap dalam uraian perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi maupun menguntungkan diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi.

“Juga merupakan suatu alasan keberatan yang tersebut sangat bukan mendasar. Alasan yang mana dikemukakan hal tersebut menunjukkan bahwa terdakwa atau tim penasihat hukum terdakwa bukan penting dalam membaca serta memahami surat dakwaan yang tersebut disusun oleh Penuntut Umum yang dimaksud telah dilakukan sangat jelas menguraikan mengenai unsur memperkaya maupun menguntungkan diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi,” terangnya.

Menurut JPU juga, keberatan terdakwa itu bukanlah termasuk dalam ruang lingkup materi yang tersebut dapat diajukan sebagai keberatan (eksepsi) sebagaimana yang tersebut diatur dalam Pasal 156 (1) KUHAP.

“Oleh karenanya dalam kesempatan ini tidak ada perlu kami tanggapi serta seyogyanya dinyatakan ditolak,” tegas JPU dihadapan hakim.

Sama halnya dengan keberatan terdakwa terkait aquo disusun secara bukan cermat, bukan jelas, juga tidak ada lengkap atau kabur (obscuur libel) mengenai uraian tindakan pidana yang didakwakan kepada terdakwa.

Di mana,  tidak ada uraian yang dimaksud cermat, jelas serta lengkap terkait kerugian negara hasil pungutan SPI (sumbangan pengembangan institusi) yang tersebut dituduhkan kepada terdakwa adalah alasan yang sangat tidaklah berdasar pula.

Ungkap JPU, dalam uraian dakwaan Kesatu Primair kemudian Kesatu Subsidair, Penuntut Umum telah terjadi mencantumkan hasil perhitungan kerugian negara sebagaimana Laporan Akuntan Publik atas Pemeriksaan Investigatif Universitas Udayana Provinsi Bali Tahun 2018 sampai dengan 2022 No. AUP-002/MTD/MLG/IX/2023 yang digunakan dibuat oleh Kantor Akuntan Publik Made Sudarma, Thomas & Dewi, yang digunakan kebenarannya akan dibuktikan dalam pemeriksaan pokok perkara.

Dan, mengenai uraian perbuatan pidana yang dimaksud didakwakan kepada Terdakwa akibat bukan ada hasil audit kerugian negara dari instansi Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) tentang hasil pungutan SPI (sumbangan pengembangan institusi) dapat kami tanggapi bahwa pasca adanya Putusan Mahkamah Konsitusi Nomor : 31/PUU-X/2012.

Dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2016 telah terjadi memperluas atau memperbanyak jumlah agregat instansi yang dimaksud berwenang untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara perkara langkah pidana korupsi.

Yakni Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Badan Pengawasan Keuangan serta Pembangunan (BPKP), Inspektorat, Penyidik, Akuntan Publik yang tersebut ditunjuk.
Selain itu eksistensi akuntan rakyat untuk melakukan penghitungan kerugian keuangan negara juga sudah pernah dijabarkan dalam penjelasan Pasal 32 ayat (1) Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana yang digunakan sudah diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

“Dengan demikian keberatan atau eksepsi yang diajukan oleh terdakwa  atau Tim Penasihat Hukum Terdakwa sudah seharusnya dinyatakan ditolak,” tukasnya. ***

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *