UMBULHARJO,REDAKSI17.COM – Wakil Walikota Yogyakarta, Wawan Harmawan, memberikan apresiasi tinggi terhadap penyelenggaraan Festival Godong Opo-Opo Tahun 2025 yang digelar di Taman Budaya Embung Giwangan (TBEG), Minggu (22/6). Wawan berharap, festival ini menjadi bagian dari agenda kebudayaan Kota Yogyakarta, sekaligus upaya melestarikan dan menampilkan kekayaan budaya lokal kepada publik.
“Festival ini merupakan ruang pertemuan yang inklusif antara budaya lokal, pelaku seni, komunitas pecinta rempah, serta masyarakat luas. Semakin banyak seniman terlibat, semakin kuat semangat kita dalam melestarikan budaya dan warisan alam,” jelas Wawan saat sambutan.

Wakil Walikota Yogyakarta, Wawan Harmawan saat memberikan sambutan.

Ia juga mengajak para pemerhati budaya dan generasi muda untuk terus nguri-uri atau merawat dan menghidupkan budaya, demi menjaga identitas dan kearifan lokal di tengah modernisasi.
Dalam kegiatan tersebut, pengunjung festival diajak menikmati berbagai pertunjukan tradisional seperti Keroncong Gita Kenanga, Karawitan Sekar Muda Laras asuhan Mbah Gito, serta Wayang Interaktif oleh Ki Mbulus Eko Surya.

Salah satu penampilan di Festival Godhong Opo Opo.

Salah satu atraksi menarik lainnya adalah Arak-arakan Bregada Puspa Kridhatama yang membawa gunungan yang berisi rempah-rempahan sebagai simbol kemakmuran bumi. Dimana pada kesempatan ini, Wawan Harmawan membuka rangkaian kegiatan dengan mencabut Godhong Opo Opo.
Selanjutnya, terdapat penampilan Angklung Wredha Palupi, pembacaan puisi Sastra Mbeling, dan Tari Bedayan Jampi Usada menambah kekayaan suasana, sarat makna spiritual dan penyembuhan.

Kepala Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Yetti Martanti, menyampaikan, pelestarian budaya harus dilakukan secara dinamis dan adaptif. “Budaya tidak bisa stagnan. Ia harus berkembang dengan tetap berpijak pada substansi dasar budaya kita sendiri, yang sangat kaya dan beragam, terutama di wilayah Kota Yogyakarta. Potensi penanda keistimewaan di setiap wilayah harus terus dilestarikan,” katanya.

Sementara itu, Ketua Umum Jaringan Masyarakat Budaya Nusantara, Prijo Mustiko, menjelaskan filosofi di balik nama festival. ‘Godong Opo-Opo’ merupakan tradisi budaya Jawa dalam prosesi pernikahan, di mana tanaman-tanaman tertentu dipasang di depan rumah mempelai wanita sebagai simbol kesiapan menghadapi lika-liku rumah tangga. “Simbol ‘opo-opo’ menyiratkan bahwa dalam perjalanan hidup, akan ada tantangan yang harus dihadapi untuk mencapai kebahagiaan,” ujarnya.
Ia menambahkan, festival tahun ini mengusung tema ‘Festival Rempah, Merawat Tradisi, Menyemai Inspirasi’. Melalui tema ini, Ia berharap, dapat terus mempromosikan kekayaan rempah-rempah Indonesia sembari mengajak generasi muda untuk ikut nguri-uri warisan budaya Nusantara.

Sumartini (61) yang merupakan warga Sorosutan saat mendapatkan empon-empon.

Saat ditemui, Sumartini (61) yang merupakan warga Sorosutan juga memberikan tanggapan positif terhadap acara ini. Menurutnya, kegiatan ini sangatlah menarik, terutama bagi para lansia. “Sereh, jeruk nipis, jahe, laos, kunir putih, daun salam serta rempah-rempah yang dibagikan dalam festival ini sangat menyegarkan, dan membuat semangat, terutama bagi kami para lansia. Pemberian ini bisa kita gunakan untuk minuman dan masakan, sangat berguna,” katanya.