Home / Daerah / Festival Mlangi, Upaya Hidupkan Kembali Aksara Pegon

Festival Mlangi, Upaya Hidupkan Kembali Aksara Pegon

Sleman (07/05/2025) REDAKSI17.COM – Di tengah perkembangan komunikasi digital yang begitu pesat, aksara Pegon, mulai terpinggirkan. Penggunaannya kini semakin terbatas, padahal ia memiliki peran penting dalam warisan budaya.

Melihat fakta tersebut, Sekda DIY, Beny Suharsono mengagatakan, perlu upaya untuk menghidupkan kembali aksara Pegon. Hal ini sangat penting demi menjaga kelestarian budaya ini bagi generasi mendatang.

Beny yang membuka Festival Mlangi pada Rabu (07/05) di Lapangan Yayasan Nur Iman, Mlangi Sleman ini mengatakan, aksara Pegon diharapkan dapat hidup kembali. Bertema “Menjawab Masa Depan Berbasis Literasi Tradisi”, festival ini tidak hanya sebagai objek kajian, tetapi diterapkan dalam kehidupan sehari-hari masyarakat.

Aksara Pegon adalah sistem penulisan yang digunakan oleh masyarakat Jawa untuk menuliskan bahasa Jawa dengan menggunakan huruf Arab. Pegon sering digunakan dalam konteks keagamaan, terutama untuk menulis teks-teks Islam, seperti kitab-kitab agama, doa, atau ajaran pesantren.

“Aksara Pegon bukan hanya sebagai alat tulis, tetapi juga merupakan jembatan dalam penyebaran ajaran Keislaman di kalangan masyarakat Jawa, melalui karya-karya pesantren dan tradisi keagamaan,” ujar Benny

Beny menambahkan, Festival Mlangi bukan sekadar upaya pelestarian budaya, tetapi juga sebagai ruang untuk menciptakan makna baru dalam menghadapi tantangan zaman. Pelestarian budaya aksara Pegon harus dilihat sebagai proses transformasi aktif, bukan sekadar konservasi yang statis. Ia berharap festival ini bisa menjadi jembatan untuk mengenalkan aksara kuno ini kepada generasi muda, melalui pendekatan yang edukatif dan kreatif.

Sementara itu, Kepala Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY, Kurniawan, mengatakan, acara ini lahir dari kepedulian bersama terhadap kekayaan aksara yang tumbuh di kehidupan yang akan datang.

“Aksara Pegon bukan hanya sebuah sistem tulisan, tetapi juga menjadi jembatan sejarah ilmu dan nilai-nilai keagamaan yang telah lama hidup di tengah masyarakat kami,” tuturnya.

Pada kesempatan yang sama, Ketua Yayasan Nur Iman Mlangi, KH Tamyis Mukharom, mengatakan, Festival Mlangi adalah upaya untuk menjadikan Mlangi sebagai pusat kebudayaan yang dinamis, reflektif, dan mampu beradaptasi dengan zaman. Ia juga menekankan pentingnya mempertahankan tradisi dengan cara yang relevan di era perubahan sosial yang begitu pesat, melalui aktivitas seperti membaca, mengajarkan, dan menginterpretasi ulang nilai-nilai tersebut untuk generasi mendatang.

Festival Mlangi sendiri terselenggara atas kolaborasi lintas sektoral. Kolaborasi terjalin antara Dinas Perpustakaan dan Arsip Daerah (DPAD) DIY dengan Yayasan Nur Iman Mlangi, yang terdiri dari berbagai pesantren di Mlangi, Takmir Masjid Pathok Negoro, dan elemen masyarakat setempat, dan terselenggara dari tanggal 7-10 Mei. Festival ini terbuka untuk umum tanpa tiket masuk. Selama empat hari, festival ini menyajikan berbagai kegiatan menarik, mulai dari jajanan UMKM hingga perlombaan dan pentas seni yang menampilkan kreativitas masyarakat setempat.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *