Home / Politik / Gagasan Anies Soal Contract Farming Dikritik, Jubir Singgung Balik Program Food Estate yang Tak Pro Petani

Gagasan Anies Soal Contract Farming Dikritik, Jubir Singgung Balik Program Food Estate yang Tak Pro Petani

Gagasan Anies Soal Contract Farming Dikritik, Jubir Singgung Balik Program Food Estate yang Tak Pro Petani
Jakarta,REDAKSI17.COM – Ketua Dewan Pengarah Tim Kampanye Nasional (TKN) Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Airlangga Hartarto pernah mengkritisi gagasan capres Anies Baswedan yang ingin mengubah program lumbung pangan atau food estate menjadi pertanian kontrak (contract farming).

Menurut Airlangga, pertanian kontrak itu malah akan menciptakan petani tidak ada memiliki tanahnya sendiri.

Menanggapi pandangan ketua umum Partai Golkar tersebut, juru bicara capres-cawapres Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar atau AMIN, Hasreiza menegaskan, pertanian kontrak itu tidak ada sanggup diartikan sebagai pekerja buruh sawah.

Pria yang tersebut dikenal dengan panggilan Reiza Patters itu lantas mengungkapkan, pertanian kontrak, hanya saja istilah sebagai konsep untuk tambahan melindungi, menghargai kemudian mengangkat derajat petani sebagai pemilik serta pengolah lahan.

Ketua Pemuda ICMI DKI Jakarta yang disebut menjelaskan, pertanian kontrak yang menjadi gagasan Anies hal itu akan memberdayakan seluruh sumber daya pertanian lokal yang digunakan sudah ada, jadi petani tetap sebagai pemilik lahan sawahnya sendiri, tidaklah digeser sebagai buruh sawah.

Dengan demikian, menurutnya, ucapan Airlangga itu malah menjadi bentuk penggiringan opini dan juga persepsi publik, di area mana gagasan pertanian kontrak seolah-olah akan merampas kepemilikan petani atas lahan atau sawahnnya sendiri.

Bahkan para petani yang tak punya lahan, lanjutnya, dengan konsep pertanian kontrak calon diupayakan mendapatkan lahan bersistem hak garap berjangka waktu tertentu.

“Bahkan untuk petani yang mana belum miliki lahan sendiri, mampu diberikan lahan yang mana berasal dari lahan negara dengan sertifikat hak garap selama 5-10 tahun atau bisa saja juga lebih, selama lahan itu memang digunakan untuk produksi pertanian oleh petani yang diberikan hak tersebut. Sehingga bisa saja menjadi aset bagi merekan dan juga bisa jadi dijadikan jaminan untuk bantuan finansial oleh perbankan,” kata Reiza melalui keterangan tertulisnya, Jumat (1/12/2023).

Pembangunan Food Estate pada Humbang Hasundutan. (Dok: Kementerian PUPR)
Pembangunan Food Estate di tempat Humbang Hasundutan. (Dok: Kementerian PUPR)

Ia juga menjelaskan, sistem pertanian kontrak juga sanggup diterapkan guna mencegah kembalinya konsep atau sistem pertanian sentralistik oleh pemerintah atau pengusaha-pengusaha kroni pemerintah saja.

“Semangatnya untuk mengangkat derajat para petani, sehingga mampu bermitra dengan instansi pemerintah, baik BUMN atau BUMD, maupun perusahaan swasta pengelola hasil pertanian,” jelasnya.

“Dengan adanya jaminan pembelian hasil panen dari negara, maka petani menjadi mitra yang tersebut sejajar untuk bekerjasama dengan BUMN/BUMD atau perusahaan swasta tersebut,” sambung Reiza.

Sistem tersebut, lanjut Reiza, akan memberikan pembagian merata keadilan serta memberdayakan segala sumber daya pertanian lokal yang sudah ada di tempat seluruh Indonesia.

Namun dengan nilai tambah, meningkatkan daya saing atau daya tawar petani sehingga produk-produknya lebih lanjut mudah masuk pada pangsa pasarnya.

“Pertanian kontrak ditujukan untuk melindungi para petani dari ketidakadilan sistem industri pertanian yang kerap merugikan merekan dari pra-produksi hingga pasca-produksi,” ungkapnya.

“Pra-tanam sulit mendapatkan benih yang tersebut baik dan juga murah, di dalam masa pemeliharaan pupuknya susah didapat kemudian juga mahal, giliran pascaproduksi, susah memasarkan hasil panen atau kalau tidak, harganya hancur sebab tak ada perlindungan regulasi dari pemerintah. Itu yang mau kita cegah dengan menerapkan sistem pertanian kontrak ini,” tambahnya.

Dalam kesempatan yang digunakan sama, ia justru mempertanyakan mengapa food estate dikelola oleh yayasan yang tersebut sebagian besar pengurusnya adalah kader Partai Gerindra juga pengusaha-pengusaha yang dimaksud mempunyai kedekatan dengannya.

Menurutnya, Airlangga justru bukan memahami proyek food estate yang dimaksud dijalankan oleh Kemenhan tersebut.

“Justru diprogram food estate Kalimantan Tengah, yang digunakan mana capresnya Pak Airlangga terlibat kemudian proyeknya mangkrak, tidak ada ada yang dimaksud namanya lahan milik petani. Di sana itu lahannya milik negara, juga menurut sumber media yang mana saya percaya, kita ketahui pengelolaannya rencananya diberikan kepada PT. Agrinas (PT. Agro Industri Nasional), yang menurut sumber itu juga, isinya adalah orang-orang di area lingkaran Pak Prabowo”, ujar Reiza.

Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *