Pembagian sembako hemat itu ia lakukan ketika melangsungkan kampanye di dalam Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Informasinya, ada 500 kupon yang digunakan dibagikan.
Hal itu pun dijelaskan oleh salah satu warga bernama Yatun. Ia mengaku mendapatkan kupon yang dibagikan per RT untuk selanjutnya didistribusikan ke masyarakat.
“Saya dapat 100 kupon. Tapi, ada sisa. Jadi saya bagikan ke warga lain dalam sekitar di sini yang tersebut belum dapat,” tuturnya, dikutip Senin (11/12/2023).
Sementara itu, belum lama ini Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja menegaskan kalau peserta pilpres maupun tim kampanye dilarang membagikan sembako kampanye pemilihan umum 2024.
Selain itu, ia juga mengatakan kalau membagikan sembako ketika kampenya dapat dikategorikan sebagai politik uang.
“Kalau sudah bagi sembako, masuk (kategori) urusan politik uang. Tindak pidana nanti,” ujar dia.
Lantas bagaimana bunyi peraturan yang dimaksud sanggup menindak pidana pelaku yang tersebut melakukan kebijakan pemerintah uang? Berikut ulasannya.
Peraturan Pidana Politik Uang
Politik uang sebelumnya ditegaskan oleh Ketua Bawaslu RI, Rahmat Bagja sebagai tindakan pidana. Hal itu memacu pada undang-undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu.
Peraturan itu mengatur bahwa siapapun dilarang untuk mmeberikan/menjajikan uang atau materi lainnya secara sengaja kepada warga sebagai pihak peserta kampanye.
Ketentuan mengenai pidananya pun tercantum pada pasal 523 UU Pemilu, sebagai berikut:
1. Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pilpres yang dengan sengaja menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya sebagai imbalan kepada peserta Kampanye pemilihan umum secara langsung ataupun bukan langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 280 ayat (1) huruf j dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan juga denda paling banyak Rp24.000.000,00 (dua puluh empat jt rupiah).
2. Setiap pelaksana, peserta, dan/atau tim kampanye pemilihan umum yang tersebut dengan sengaja pada masa tenang menjanjikan atau memberikan imbalan uang atau materi lainnya kepada Pemilih secara langsung ataupun tiada langsung sebagaimana dimaksud dalam Pasal 278 ayat (2) dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun lalu denda paling banyak Rp48.000.000,00 (empat puluh delapan jt rupiah).
3. Setiap orang yang dengan sengaja pada hari pemungutan ucapan menjanjikan atau memberikan uang atau materi lainnya kepada Pemilih untuk tidak ada menggunakan hak pilihnya atau memilih Peserta pemilihan umum tertentu dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun kemudian denda paling banyak Rp36.000.000,00 (tiga puluh enam jt rupiah).
Fenomena Politik Uang
Politik uang setiap memasuki masa pemilihan umum sudah seperti kegiatan rutin yang tersebut pastinya terjadi. Entah itu ketahuan maupun tidak. Namun, fenomena ini selalu terulang pada acara yang tersebut sama.
Politik uang saat ini masih belum memiliki definisi yang baku. Istilah yang digunakan selama ini dikenal urusan politik uang digunakan untuk menyatakan korupsi politik, klientelisma, hingga pembelian suara.
Politik uang adalah upaya suap-menyuap pemilih dengan memberikan uang atau jasa supaya preferensi pengumuman memilih dapat diberikan kepada penyuap.
Jenis dari kebijakan pemerintah uang ini pun sangat beragam. Mulai dari pemberian uang tunai langsung untuk membeli suara, memberikan hal-hal dalam bentuk hadiah entah untuk perorangan atau sekelompok orang, bahkan sampai ke pemanfaatan infrastruktur negara untuk keuntungan pribadi yang dimaksud kaitannya dengan pemilihan umum atau Pilkada.
Lantas apa sih dampak dari urusan politik uang ini? Berikut ulasannya.
Dampak Politik Uang
Merujuk dalam laman resmi Bawaslu, urusan politik uang yang mana sudah lama tumbuh subur dalam sistem sosial rakyat kita ini ibarat sebuah penyakit menahun yang tersebut tentu semata mencederai sistem demokrasi. Berikut beberapa dampak dari kebijakan pemerintah uang bagi demokrasi:
1. Merendahkan Martabat Rakyat
Para calon atau partai kebijakan pemerintah yang tersebut melakukan praktik urusan politik uang secara bukan langsung tetapi nyata telah terjadi mejadikan rakyat semata-mata semata-mata sebagai pihak yang suaranya dapat dibeli, kondisi ini tentu belaka merendahkan martabat rakyat yang dimaksud mana disini rakyat menjadi tidaklah lebih besar semata-mata sebagai obyek politik.
2. Mengubah Tanggung Jawab Moril Seorang Pemimpin
Dengan adanya praktik jual beli kata-kata maka akan memungkinkan timbulnya kecenderungan perubahan sikap kemudian tanggung jawab moril pribadi pemimpin yang terpilih, yang dimaksud mana individu pemimpin yang mana seharusnya memikirkan kesejahteraan rakyat yang merupakan tanggung jawab urusan politik kepada masyarakat akan bergeser menjadi sebatas persoalan individu yang tersebut memungkinkan terjadi pengabaian akibat adanya pemikiran bahwa dia telah lama membeli kata-kata dari masing-masing individu rakyat.
3. Menghilangkan Sikap Kritis Masyarakat Terhadap Kekuasaan
Masyarakat secara individu yang mana mana suaranya sudah dibeli melalui proses praktik urusan politik uang dalam pemilihan akibat sudah merasa menerima uang atau barang dari peserta pemilihan dalam proses pemilihan sehingga kelak akan merasa sungkan lalu enggan untuk mengkritisi pemimpin yang dimaksud sedang berkuasa terhadap berbagai kebijakan yang digunakan diterapkan.
4. Menimbulkan Potensi Korupsi
Dengan adanya praktik kebijakan pemerintah uang maka biaya urusan politik yang dimaksud harus dikeluarkan oleh para kandidat calon pemimpin pada saat pemilihan akan membengkak sangat tinggi, hal yang disebut tentunya menjadikan beban urusan politik yang dimaksud berat bagi kandidat yang tersebut mengikuti kontestasi pemilihan, sehingga pada saat terpilih serta duduk di dalam kursi kekuasaan akan terbebani oleh persoalan individu berkaitan dengan modal urusan politik ini yaitu persoalan bagaimana modal yang sudah dikeluarkan dapat kembali secepatnya sangat sebelum akhir periode masa jabatannya. Ada dua prospek yang tersebut dapat timbul sebagai konsekwensi dari kondisi yang disebut yaitu timbulnya kecenderungan adanya prospek perilaku korupsi yang mana dapat menggerogoti anggaran negara lalu prospek terabaikannya nasib rakyat dikarenakan pemimpin yang tersebut duduk di dalam kursi kekuasaan tambahan banyak disibukkan dengan persoalan individunya, kedua hal yang disebut tentunya merupakan kerugian yang dimaksud akan diderita oleh rakyat.





