Home / Daerah / GKR Hemas Ajak Istri-Istri Forkopimda Kunjungi Pameran Parama Iswari

GKR Hemas Ajak Istri-Istri Forkopimda Kunjungi Pameran Parama Iswari

Yogyakarta (14/10/2024) REDAKSI17.COM – GKR Hemas mengundang istri-istri Forkopimda DIY, beserta para kolega mengunjungi Pameran Parama Iswari di Keraton Yogyakarta pada Senin (14/10). Pameran yang mempertunjukkan perjalanan panjang seorang permaisuri sejak pemerintahan Sri Sultan Hamengku Buwono I ini mengusung tema ‘Mahasakti Keraton Yogyakarta’.

Hadir dalam kunjungan kali ini, GKBRayA Paku Alam, Citra Setiawan (istri Danlanud Yogyakarta), Etty Purwoko (istri Gubernur AAU Yogyakarta), Kemala Sari (istri Danrem 072/Pamungkas), Devi Erlita (Danlanal Yogyakarta). Tampak pula beberapa istri pejabat yang sebelumnya pernah dinas di DIY.

Pameran Parama Iswari telah dibuka pada 6 Oktober 2024 lalu oleh Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X. Pameran yang akan berlangsung hingga 26 Januari 2025 ini juga terbuka untuk umum. Masyarakat diperolehkan mengunjungi pameran sesuai jam buka wisata Keraton Yogyakarta. Pameran Parama Iswari ini layaknya ‘tayangan’ tambahan jika masyarakat mengunjungi wisata Keraton Yogyakarta.

Parameswari menjadi frasa yang mendasari diselenggarakannya pameran ini. Parameswari dalam Bahasa Jawa Kuno atau Sansekerta terdiri dari kata ‘Parama’ dan ‘Iswari’. Parameswari artinya lebih dari perempuan utama. Frasa ini disematkan pada perempuan utama dalam tatanan kerajaan Jawa. Istilah tersebut telah digunakan sejak abad ke-9 dan dipelihara dalam memori kolektif budaya Nusantara sampai abad ke-21.

Kedudukan parameswari dan ketokohan perempuan yang melekat acapkali berafinitas sebagai sakti, yang mengikat pada raja sekaligus kuasa yang melampaui kadarnya. Namun realitas Sejarah, ada kalanya tidak sejalan dengan kesadaran sosial. Wacana stereotip yang mengemuka di kelompok masyarakat seakan mengikis cara pandangan, sehingga parameswari digambarkan sebagai perempuan yang terikat dengan persona laki-laki dan dilabeli manusia kelas dua.

Berangkat dari pendekatan kronologi narasi parameswari sebagai perempuan yang melintasi sejarah dalam satu situasi budaya, pameran ini pun digelar. Impresi dari kiprah parameswari yang dikumpulkan dan dipadu dalam satu ruang pamer, membawa intensi agar perempuan mampu membangun definisi ulang tentang keberadaannya secara adaptif. Konteks perempuan sebagai bagian dari militer, pemrakarsa budaya, hingga aktivis sosial, terus berubah dan menjelma sesuai relevansi hari ini.

Hingga kini Keraton Yogyakarta tidak secara khusus mengonstruksi dialog perlawanan terhadap dogma feminis yang sebenarnya belum selesai dipahami. Data sejarah kemudian dipilih sebagai jalan untuk menyelami aksi-reaksi seorang parameswari sebagai perempuan. Karena pada prinsipnya, perempuan bukan merupakan sesuatu yang ajek, melainkan situasi untuk terus bertumbuh. Perempuan adalah kuasa dan kedaulatan yang berdampingkan, serta merupakan otonom yang tidak didikte, tetapi performa yang perlu untuk diinterpretasi terus menerus.

HUMAS DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *