Home / Daerah / Grebeg Ingkung Pagergunung, Tradisi Syukur dan Gotong Royong Sitimulyo

Grebeg Ingkung Pagergunung, Tradisi Syukur dan Gotong Royong Sitimulyo

Yogyakarta (17/07/2025) REDAKSI17.COM – Menyambut Hari Jadi Ke 194 Kabupaten Bantul,  selain menyelenggarakan ziarah makam Bupati Pertama Kabupaten Bantul, Desa Budaya Sitimulyo, Piyungan, Bantul, turut menggelar Grebeg Ingkung Pagergunung pada Kamis (17/07). Tradisi budaya dan spiritual yang menggabungkan unsur religi, kearifan lokal, dan kebersamaan masyarakat ini pun disambut penuh antusias oleh warga masyarakat Kalurahan Sitimulyo dan sekitarnya.

Grebeg Ingkung Pagergunung 2025 diawali dengan kirab budaya dari Balai Kalurahan Sitimulyo hingga Pendopo Pedukuhan Pagergunung II. Dalam kirab budaya ini, gunungan ingkung ayam dan ubarampe hasil bumi yang telah dibuat, diarak warga berpakaian pakaian adat Jawa dengan pengawalan Bregada Karutangan Sitimulyo.

Tak hanya membagikan 3 gunungan utama berisi puluhan ekor utuh ayam ingkung, terdapat pula gunungan berisi hasil bumi, seperti terong, kacang panjang, sawi, wortel, buncis, timun, kol, dan lainnya, yang dibagikan kepada masyarakat ketika kirab berlangsung. Adapula gunungan yang berisi makanan ringan dan sego gurih.

Ketua Desa Budaya Kalurahan Sitimulyo, Singgih Nurjono mengungkapkan, tradisi grebeg ingkung yang digelar setahun sekali ini baru berjalan selama 3 tahun terakhir. Upacara adat ini dibuat sebagai salah satu kegiatan yang membersamai kegiatan ziarah makam Bupati Pertama Bantul, yang selalu dilaksanakan setiap tahunnya menjelang peringatan Hari Jadi Kabupaten Bantul.

Bupati pertama yang berkuasa di Bumi Projotamansari ini adalah Kanjeng Raden Tumenggung (KRT) Mangun Negoro. Ia merupakan salah satu perintis yang memberikan sumbangsih dalam pembangunan Kabupaten Bantul. Memimpin selama 14 tahun sejak 20 Juli 1931 hingga tahun 1945, Mangun Negoro dimakamkan di Kompleks Pemakaman Sasono Sentono, Pagergunung I, Sitimulyo, Piyungan.

Dikatakan Singgih, dalam ziarah makam ini, biasanya disajikan berbagai sajen, seperti kembang, ketan, kolak, apem, termasuk pula ingkung dan sego gurih. Dari tradisi inilah kemudian Kalurahan Sitimulyo memutuskan untuk mengangkat ingkung tersebut sebagai ikon upacara adat grebeg, yang sekaligus menjadi simbolisasi perwujudan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.

“Untuk acara ini, sebenarnya untuk acara rutinan nyekar, ziarah makam Bupati Pertama Bantul, Kanjeng Raden Tumenggung Mangun Negoro dan tokoh-tokoh lain pada zamannya. Wujud syukur ini karena mau tidak mau kita juga harus mengakui bahwasanya tanpa jasa beliau-beliau, itu mungkin kita juga tidak akan terlahir di daerah sini. Jadi, kami sekaligus membuat acara grebeg ingkung ini untuk membersamai ziarah makam, sebagai wujud rasa bersyukur kepada Allah SWT, yang telah memberikan rahmat serta anugerahnya kepada warga masyarakat di Padukuhan Pagergunung I dan II,” jelas Singgih.

Tradisi ini pun tak hanya tentang mempertahankan warisan leluhur, tetapi juga sebagai langkah untuk menghidupkan kembali semangat gotong royong. Terlebih saat ini, Kalurahan Sitimulyo telah ditetapkan sebagai Desa Mandiri Budaya yang terus melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah.

Dalam kesempatan tersebut, Plt. Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Bantul, Yulius Suharta menuturkan, ditetapkannya Kalurahan Sitimulyo sebagai Desa Mandiri Budaya merupakan hal yang luar biasa dan bukanlah perkara mudah. Lantaran, dari 75 kalurahan yang ada di Kabupaten Bantul belum ada separuhnya yang bisa mencapai predikat sebagai desa mandiri budaya.

“Ini luar biasa sekali. Tetapi pencapaian ini menjadi tanggung jawab yang tidak ringan. Harus ada kebersamaan semua unsur yang ada di Kalurahan Sitimulyo, baik pemerintah, masyarakat, ataupun lembaga-lembaga, terutama kepada para tokoh budaya yang ada di Kalurahan Sitimulyo,” ujar Yulius.

Menurut Yulius, Grebeg Ingkung Pagergunung ini pun bukan sekadar seremonial ataupun ritual yang dilaksanakan oleh warga masyarakat Kalurahan Sitimulyo, khususnya Pagargunung. Melainkan, kegiatan ini menjadi sebuah tradisi yang memang perlu untuk dilestarikan.

“Karena di dalam pelaksanaan event-event kebudayaan seperti ini, banyak hal-hal yang positif yang terkandung atau yang ada di dalam kegiatan. Terutama di dalam membangun semangat kekompakan warga masyarakat, gotong royong, dan kerja sama. Tentu ini menjadi satu aktivitas kehidupan sosial masyarakat yang perlu kita pelihara bersama-sama. Roh kehidupan sosial masyarakat akan bisa berjalan dengan baik ketika kekompakan, kebersamaan itu bisa kita jaga bersama-sama dalam menjaga ketentraman dan ketertiban warga masyarakat. Oleh karena itu kami mengucapkan banyak terima kasih pada Bapak/Ibu sekalian, yang bersama-sama menjaga kekompakan dan gotong royong untuk mewujudkan ketentraman dan ketertiban khususnya bagi masyarakat Pagergunung ini,” papar Yulius.

Dalam sekejap, 3 gunungan ayam ingkung dan gunungan hasil bumi lainnya ludes direbut oleh masyarakat. Kegiatan ini kemudian ditutup dengan doa bersama bersama masyarakat yang ada.

Humas Pemda DIY

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *