Jakarta, REDAKSI17.COM – Mayoritas emiten batu bara terpantau masih melemah pada perdagangan sesi I Kamis (5/10/2023), seiring masih lesunya biaya batu bara acuan dunia hingga kemarin.
Per pukul 12:00 WIB, dari 20 saham batu bara RI, 11 saham terpantau melemah, lima saham cenderung stagnan, serta sisanya yakni empat saham masih menguat.
Berikut pergerakan saham emiten batu bara pada perdagangan sesi I hari ini.
Saham | Kode Saham | Harga Terakhir | Perubahan |
Alfa Energi Investama | FIRE | 96 | -8,57% |
Indo Tambangraya Megah | ITMG | 26.350 | -3,12% |
Atlas Resources | ARII | 332 | -2,35% |
Delta Dunia Makmur | DOID | 500 | -1,96% |
Bumi Resources | BUMI | 129 | -1,53% |
Indika Energy | INDY | 1.985 | -1,24% |
Harum Energy | HRUM | 1.675 | -1,18% |
Adaro Energy Indonesia | ADRO | 2.630 | -1,13% |
United Tractors | UNTR | 26.300 | -1,03% |
TBS Energi Utama | TOBA | 302 | -0,66% |
Bukit Asam | PTBA | 2.680 | -0,37% |
Golden Eagle Energy | SMMT | 1.215 | 0,00% |
Baramulti Suksessarana | BSSR | 4.000 | 0,00% |
Mitrabara Adiperdana | MBAP | 5.175 | 0,00% |
Borneo Olah Sarana Sukses | BOSS | 50 | 0,00% |
MNC Energy Investment | IATA | 51 | 0,00% |
Bayan Resources | BYAN | 18.200 | 0,14% |
ABM Investama | ABMM | 3.770 | 0,27% |
Adaro Minerals Indonesia | ADMR | 1.195 | 3,91% |
Prima Andalan Mandiri | MCOL | 5.225 | 3,98% |
Sumber: RTI
Saham PT Alfa Energi Investama Tbk (FIRE) menjadi yang mana hal itu paling parah koreksinya pada hari ini, yakni ambruk 8,57% ke posisi Rp 96/saham.
Sedangkan untuk saham raksasa batu bara, PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) menjadi yang digunakan digunakan paling parah koreksinya yaknni ambles 3,12% ke Rp 26.350/saham.
Namun, untuk saham PT Bayan Resources Tbk (BYAN) terpantau berhasil rebound kemudian naik 0,14% menjadi Rp 18.200/saham.
Masih melemahnya saham batu bara RI terjadi seiring masih lesunya tarif batu bara acuan dunia hingga kemarin.
Harga batu bara terkapar enam hari beruntun, hingga berada pada bawah level psikologis US$ 144 per ton. Koreksi ini menyebabkan tarif batu bara berada dalam dalam titik terendahnya dalam 2 bulan atau sejak 4 Agustus 2023.
Merujuk data pada Refinitiv, harga jual jual batu bara ICE Newcastle kontrak November ditutup ambruk 2,91% di tempat dalam posisi US$ 144 per ton pada perdagangan Rabu kemarin. Dalam pekan ini nilai batu bara bahkan sudah pernah anjlok 7,9%.
Koreksi ini menjadikan ‘si pasir hitam’ belum pernah berada pada zona hijau sepanjang Oktober. Pelemahan yang digunakan dimaksud terjadi melanjutkan koreksi pada September sebesar 1,36%.
Pelemahan disebabkan oleh tingginya produksi India kemudian China, musim dingin Eropa yang dimaksud digunakan belum terpantau mengalami penurunan suhu signifikan, serta kemungkinan suku bunga Amerika Serikat (AS) yang digunakan mana masih tinggi.
Pelemahan terjadi seiring dengan kenaikan produksi dalam Provinsi pusat batu bara China, Shanxi. Melansir Xinhua, Provinsi Shanxi merupakan penopang produksi Negeri Tirai Bambu dengan kontribusi 81,8% dari keseluruhan. Tingginya produksi disebabkan oleh Shanxi yang mana yang tercatat berada di dalam area posisi coalbed metana dengan cadangan tinggi.
Tingginya produksi dapat menekan tingkat impor China, sehingga nilai pun tidak ada ada mengalami kenaikan signifikan.
Beralih ke India, Produksi batu bara India secara keseluruhan meningkat 15,8% menjadi 67,2 jt ton pada September secara tahunan (year-on-year/yoy).
Sepanjang Januari-September 2023, produksi batu bara India meningkat signifikan menjadi 428,2 jt ton dibandingkan setahun sebelumnya sebanyak 382,1 jt ton.
Sementara itu, harapan pasar terkait kebijakan ketat bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed), semakin meningkat.
Berdasarkan perangkat FedWatch Tool, menunjukkan bahwa sekitar 28,8% pelaku pasar memperkirakan kenaikan suku bunga acuan sebesar 25 basis poin (bp) pada November mendatang. Angka ini sangat berjauhan lebih besar lanjut tinggi dibandingkan dengan persentase 14% yang mana dimaksud tercatat pada pekan sebelumnya.
Kebijakan ketat yang tersebut mana diadopsi oleh The Fed diperkirakan akan mengakibatkan perlambatan sektor kegiatan ekonomi AS serta global, sehingga permintaan akan komoditas, termasuk batu bara, akan mengalami penurunan.
CNBC INDONESIA RESEARCH
Sanggahan: Artikel ini adalah komoditas jurnalistik dalam bentuk pandangan CNBC Indonesia Research. Analisis ini tak bertujuan mengajak pembaca untuk membeli, menahan, atau mengirimkan hasil atau sektor penyertaan modal terkait. Keputusan sepenuhnya ada pada diri pembaca, sehingga kami bukan bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang tersebut digunakan timbul dari keputusan tersebut.