Jakarta,REDAKSI17.COM – Kementerian Energi kemudian juga Sumber Daya Mineral (ESDM) mengakui nilai tukar jual minyak mentah dunia saat ini tengah menunjukkan tren penurunan. Bahkan tarif minyak mentah dunia untuk jenis brent saat ini berada dalam area level US$ 75 per barel.
Lalu, dengan adanya tren penurunan biaya tersebut, apakah biaya Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Bahan Bakar Khusus Penugasan (JBKP) yakni Pertalite akan datang turun?
Menteri ESDM Arifin Tasrif mengungkapkan penurunan nilai jual BBM jenis Pertalite mampu semata-mata dijalani dengan ketentuan nilai tukar jual minyak mentah harus berada dalam bawah US$ 60 per barel terlebih dahulu.
Menurut dia dengan biaya minyak mentah berada pada dalam bawah US$ 60 per barel, maka nilai tukar BBM jenis Pertalite dapat semata kembali ke nilai tukar semula yakni Rp 7.500 per liter. Sementara nilai BBM Pertalite saat ini dibanderol sebesar Rp 10.000 per liter.
“Kalau tarif minyak dalam bawah US$ 60 per barel, baru (Pertalite mampu jadi turun), kayak dulu,” ujar Arifin pada Gedung Kementerian ESDM, dikutip Senin (11/12/2023).
Sebagai informasi, nilai tukar minyak mentah dunia kompak koreksi pada pembukaan perdagangan pagi hari ini, setelah lonjakan pada perdagangan Jumat kemarin mendekati 3%. Meskipun berhasil melonjak pada perdagangan sebelumnya, namun nilai jual minyak masih mencatatkan penurunan selama tujuh minggu berturut-turut.
Pada pembukaan perdagangan hari ini Senin (11/12/2023), nilai jual minyak mentah WTI dibuka melemah 0,11% pada posisi US$71,15 per barel, begitu juga dengan nilai tukar minyak mentah brent dibuka tambahan lanjut rendah atau turun 0,15% ke posisi US$75,73 per barel.
Pada perdagangan Jumat (8/12/2023), nilai tukar minyak mentah WTI ditutup melesat 2,73% di dalam dalam posisi US$71,23 per barel, begitu juga dengan nilai tukar minyak mentah brent ditutup meroket 2,42% ke posisi US$75,84 per barel.
Harga minyak naik tambahan dari 2% pada perdagangan Jumat setelah data AS mengupayakan ekspektasi pertumbuhan permintaan, namun kedua acuan yang turun selama tujuh minggu berturut-turut, penurunan mingguan terpanjang dalam setengah dekade, lantaran kegelisahan kelebihan pasokan yang mana mana masih menghantui.
Untuk minggu ini, kedua benchmark itu kehilangan 3,8%, setelah mencapai titik terendah sejak akhir Juni pada perdagangan Kamis, sebuah tanda bahwa banyak para pelaku pasar percaya pasar kelebihan pasokan.