Nusa Dua,REDAKSI17.COM – Harga minyak sawit diproyeksi meningkat ke level US$ 1.000 per metrik ton pada akhir Januari 2024. Peningkatan ini didorong oleh permintaan dalam awal tahun juga keterbatasan produksi serta stok CPO.
Adapun, saat ini, nilai minyak sawit atau CPO Indonesia masih berada di tempat dalam kisaran US$ 800 – US$ 820 per metrik ton.
“Saya pikir dapat sampai US$ 1.000 per metrik ton pada akhir Januari, pada Mei-Juni dapat balik lagi ke US$ 800. Pada semester pertama rata-rata tarif CPO US$ 800,” ungkap Nagaraj Meda, Founder, Chairman and Managing Director Transgraph dalam IPOC 2023, Jumat (3/11/2023).
Namun, jika Indonesia kembali dilanda El Nino, Nagaraj yakin tarif CPO akan mencapai US$ 1.100 per metrik ton. Dengan demikian keseluruhan tahun, dia memperkirakan nilai mampu hanya mencapai US$ 900.
Saat ini, volatilitas komoditas minyak kelapa sawit terjadi akibat 4 hal utama, yakni perubahan biaya jual komoditas, perubahan iklim seperti terjadinya El Nino atau La Nina.
“Kemungkinan El Nino pada dalam Indonesia ini akan terjadi hingga Mei 2024,” kata Nagaraj.
Faktor selanjutnya adalah kebijakan pemerintah (kebijakan moneter, kebijakan ekspor Indonesia, kemudian perubahan kebijakan mengenai biodiesel, serta disrupsi suplai akibat kondisi geopolitik global.
“Kondisi ini menyebabkan dinamika pasar global semakin meningkat. Dibutuhkan manajemen risiko yang mana dimaksud dapat diimplementasikan melalui dua cara, yaitu pertama kalkulasi risiko posisi dalam pasar, harga, kemudian margin, serta kedua kalkulasi mengenai permintaan, kondisi cuaca, serta juga suplai,” tegasnya.
Thomas Mielke, Executive Director, ISTA Mielke GmbH (Oil World), mengaku sulit memperkirakan kapan pasar naik. Semuanya tergantung pada produksi. Saat ini, dia melihat produksi minyak sawit Indonesia serta minyak nabati global menghadapi posisi defisit.
“Ini sangat sulit dikatakan. Harga akan naik. Minyak sawit akan naik setidaknya US$ 100,” ungkapnya.
Bahkan, Thomas melihat biaya dapat jadi naik US$ 150 – US$ 250 dari posisi saat ini US$ 810- US$ 820 per metrik ton. Harga CPO saat ini, menurutnya, masih di dalam tempat bawah nilai tukar rata-rata pasar alias undervalued.
“Outlook fundamental defisit produksi akan menghasilkan peningkatan konsumsi, juga keraguan dalam produksi, serta juga kedua hal ini sanggup menghasilkan nilai tambahan tinggi tinggi,” katanya.
Proyeksi Minyak Nabati
Di sisi lain, Thomas memaparkan peningkatan produksi minyak matahari juga rapeseed terus mengalami peningkatan pada bulan Oktober-Desember 2023 lalu juga akan melambat pada dalam bulan Januari-Juni 2024.
Sedangkan produksi minyak kedelai diperkirakan akan meningkat sebesar 2,2 jt ton serta ketergantungan dunia akan minyak kedelai diperkirakan meningkat kemudian juga mencapai level tertinggi kemudian diperkirakan akan mengalami surplus produksi.
“Bayangan ke depan, kedelai akan menjadi tanaman penting yang digunakan digunakan pertumbuhannya akan tambahan besar tetapi tiada ada ada kepastian permintaan. Saat ini, 1 jt ton kedelai digunakan setiap harinya,” ujar Thomas.
Dengan demikian, adanya prospek defisit produksi global pada tahun 2023-2024 kemungkinan akan menyebabkan naiknya biaya minyak nabati, bukan terkecuali minyak sawit.
Sementara itu, Nagaraj mengungkapkan suplai minyak bunga matahari lalu juga minyak rapeseed yang digunakan digunakan melimpah juga menjadi pesaing terhadap minyak kelapa sawit.
“Produksi minyak bunga matahari serta rapeseed pada area Uni Eropa serta Kanada meningkat 2,75 jt metrik ton ke 19,59 jt metrik ton pada 2022-2023 namun diprediksi akan turun sebanyak 0,5 jt metrik ton dalam area 2023-2024. Uni Eropa sudah berkembang menjadi produsen terdepan untuk minyak bunga matahari pada periode 2022-2023,” paparnya.
Dia menambahkan peningkatan konsumsi industri minyak nabati secara global didorong oleh Amerika Serikat serta Indonesia.
Kebijakan Indonesia ini terkait dengan implementasi biodiesel B35 kemudian akan ditingkatkan menjadi B40 pada tahun 2024. Nagaraj menambahkan peningkatan dari B35 ke B40 diprediksi akan meningkatkan konsumsi minyak kelapa sawit hingga 12,45 jt metrik ton. Kemudian, peningkatan investasi modal terhadap energi terbarukan juga akan meningkatkan konsumsi minyak nabati pada tempat Amerika Serikat.
Total konsumsi minyak nabati global dalam sektor industri meningkat 8.26% sejak tahun 2022 serta diprediksi akan bertumbuh 1,78% lagi hingga akhir tahun.