JAKARTA,REDAKSI17.COM – Dewan Pimpinan Luar Negeri Partai Persatuan Pembangunan (DPLN PPP) Malaysia mengajukan gugatan hasil Muktamar ke-X PPP ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Gugatan tersebut diajukan pada tanggal 7 Oktober 2025 dengan nomor perkara 678/Pat.Sus-Parpol/2025/PN Jkt.Pst. Sidang pertama dijadwalkan akan dilaksanakan, pada Rabu (22/10/2025) besok.
Adapun tergugat yang alam perkara ini, yaitu Tergugat Mardiono selaku Calon Ketua Umum Muktamar ke-X sekaligus Plt. Ketua Umum masa bakti 2020–2025.
Turut tergugat I Agus Suparmanto selaku Calon Ketua Umum Muktamar ke-X. Serta turut tergugat II selaku Mahkamah Partai PPP masa bakti 2020–2025.
Ketua DPLN PPP Malaysia, Zainul Arifin memandang bahwa terjadinya dualisme hasil Muktamar ke-X Partai Persatuan Pembangunan. Yang akhirnya secara rekonsiliasi memutuskan Mardiono jadi Ketua Umum dan Agus Suparmanto Wakil Ketua Umum PPP periode 2025-2030.
Keputusan tersebut dinilainya perlu diuji secara hukum melalui pengadilan. Menurutnya juga keputusan sepihak tersebut tidak sesuai dengan hasil Muktamar ke-X PPP.
“Artinya perubahan kesepakatan antara mereka bukan hasil dari hak pemilik suara baik wilayah, DPC maupun DPLN. Berdasar dari itulah kami mengajukan gugatan supaya ada kepastian hukum mana sekiranya muktamar yang sah ketua umumnya,” kata Zainul dihubungi Selasa (21/10/2025).
Adapun dalam petitum permohonannya, DPLN PPP Malaysia meminta majelis hakim PN Jakpus menyatakan dan menegaskan bahwa Turut Tergugat I adalah Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat Partai Persatuan Pembangunan (DPP PPP) terpilih untuk Masa Bakti 2025-2030.
Hal itu karena berdasarkan hasil Muktamar ke-X Partai Persatuan Pembangunan (PPP), yang sah secara hukum sebagaimana ditetapkan melalui mekanisme aklamasi dan surat keterangan resmi Turut Tergugat II.
Saling Klaim Kemenangan di Muktamar X PPP
Pelaksanaan Muktamar X Partai Persatuan Pembangunan atau PPP di Hotel Mercure, Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (27/9/2025), berujung pada saling klaim kemenangan.
Suasana panas sudah terjadi sejak pembukaan Muktamar. Terasa ketegangan antara pendukung dan penolak Mardiono membuat pidato pembukaan berulang kali tertunda.
Sejak awal, persaingan calon ketua umum memang mengerucut pada dua nama yakni Mardiono yang bersaing dengan mantan Menteri Perdagangan era Presiden Joko Widodo, Agus Suparmanto.
Kubu Agus Suparmanto menyatakan Agus terpilih secara aklamasi sebagai ketua umum, sementara kubu Muhamad Mardiono menegaskan Mardiono lebih dulu ditetapkan secara sah melalui persidangan resmi.
Dualisme PPP
Adu klaim kepemimpinan di PPP bukanlah kali pertama. Tahun 2014, menjelang Pilpres, dualisme kepemimpinan juga terjadi dan melibatkan Romy.
Kala itu, Romy menolak sikap Ketua Umum Surya Dharma Ali mendukung pencalonan Prabowo Subianto di pilpres. Romy menginisiasi Rapimnas di Jakarta yang dihadiri 26 Ketua DPW dan 25 pengurus pusat.
Hasilnya, Suryadharma Ali resmi diturunkan sebagai ketua umum.
Masih di tahun yang sama, kasus dualisme berulang melalui dua Muktamar yang digelar oleh kubu Romy dan Djan Faridz.
Pada 2 November 2014, Muktamar di Ancol, Jakarta menetapkan Djan Faridz sebagai ketua umum.
Muktamar itu digelar sebagai tandingan dari Muktamar sebelumnya yang digelar di Surabaya, 15-19 Oktober 2014 yang menetapkan Romy sebagi ketua umum.
Namun, dualisme itu akhirnya diputuskan oleh Mahkamah Agung lewat Peninjauan Kembali (PK) pada 2017 yang menyatakan kepemimpinan Romy sebagai yang sah. Putusan itu didahului oleh Muktamar islah yang digelar 2016 di Jakarta.
Kasus hampir serupa juga pernah terjadi di tahun 2022. Dualisme yang melibatkan Soeharso Monoarfa di Partai Persatuan Pembangunan (PPP), ketika ia menjabat sebagai Ketua Umum PPP.
Namun, konflik ini bukan antara dua tokoh yang sama-sama mengklaim kursi ketua umum secara langsung, melainkan lebih kepada pencopotan Soeharso oleh internal partai yang kemudian memunculkan Muhamad Mardiono sebagai penggantinya.