Jakarta,REDAKSI17.COM – Wakil Ketua Umum Bidang Kebijakan Publik DPP Partai
Golkar, Idrus Marham menilai bahwa pelaksanaan program Makan Bergizi Gratis (MBG) harus dibenahi, bukan dihentikan seiring dengan kasus keracunan massal yang terjadi di sejumlah daerah.
Menurut Idrus, persoalan tidak terletak pada gagasan MBG, tetapi pada pelaksanaannya, sehingga jika terjadi keracunan, yang harus dikaji bagaimana pengelolaan dan pengawasannya, bukan langsung menghentikan program.
“Pengelolaan programnya itu yang perlu dikaji dan diperbaiki. Kalau misalkan ada keracunan, kenapa terjadi begitu? Pengelolaannya, salah satu di antaranya pengawasan dan penyediaan gizi itu,” kata Idrus Marham dalam keterangan di Jakarta, Jumat, (26/9/25).
Ia juga menyerukan agar pihak-pihak yang ingin “bermain-main” segera diberi tindakan tegas agar tidak merusak legitimasi program.
Dengan demikian, Ia menekankan perlunya evaluasi mendalam terhadap pengelolaan, pengawasan, serta regulasi pendukung agar MBG tetap berjalan dan dipastikan efektif, fungsional, serta produktif untuk memastikan lahirnya generasi unggul menuju Indonesia Emas 2045.
Bahkan dalam kerangka penyempurnaan pengelolaan ke depan, lanjut Idrus, program MBG bisa dijadikan instrumen untuk membangkitkan semangat kewirausahaan masyarakat di daerah dengan cara melibatkan mereka dalam proses pengelolaan, seperti melalui UMKM, koperasi, hingga berbagai lembaga desa.
Menurut Idrus, Persoalan MBG jelas bukan persoalan substansi program, namun lebih kepada substansi tata laksananya.
Dia berpendapat setidaknya terdapat tiga rangkaian tata laksana yang mutlak menjadi perhatian serius pengelola, sebab masing-masing memberi kontribusi 100 persen dalam menentukan sehat tidaknya makanan.
Ketiga rangkaian tersebut, yakni pertama, makanan yang disajikan dalam MBG tidak diuji dari rasa dan bentuk saja, tetapi harus menjadi perhatian dari bahan baku yang dipakai.
“Hakikat makanan sehat bergizi 100 persen ada pada kualitas bahan bakunya. Setitik saja nila pada bahan baku, rusak dan tak berarti lagi semua gizi pada makanan itu,” tegasnya.
Idrus menambahkan tata laksana kedua, yaitu pada proses pengelolaannya, di mana sehat atau tidaknya sebuah makanan terletak pada bagaimana makanan itu diproses dan dikelola.
Ia mengingatkan jangan karena MBG bersifat massal, lalu dikelola secara ugal-ugalan, asal matang, dan asal mencapai target.
Ketiga, lanjut dia, yakni pada sistem pengantaran bagaimana proses makanan itu sampai ke tangan anak sekolah.
“Bahan baku boleh paten, dikelola boleh sehat, tapi jika dalam proses pengantaran tidak mengindahkan kesehatan, urusan bisa panjang,” ujar Idrus.
Dirinya juga menegaskan sebuah program harus dilihat dari berbagai perspektif, di antaranya aspek filosofis, konstitusional, serta konsep dan target.
Menurutnya, dari aspek filosofis, konstitusional, program dan target-target yang ingin dicapai, tidak ada masalah pada program MBG, tetapi masalah terletak pada tataran pelaksanaan.
Di sisi lain, Idrus menyebut agar aspek keamanan pangan (food safety) dan manfaat gizi bagi penerima harus diperhitungkan dalam pengelolaan MBG