Home / Ekobis / Ikut-ikutan Wall Street, Bursa Asia Merana Lagi

Ikut-ikutan Wall Street, Bursa Asia Merana Lagi

Ikut-ikutan Wall Street, Bursa Asia Merana Lagi

Jakarta,REDAKSI17.COM – Mayoritas bursa Asia-Pasifik kembali melemah pada awal perdagangan Selasa (28/11/2023), akibat pemodal mulai merealisasikan keuntungannya semenjak kemarin.

Per pukul 08:31 WIB, indeks ASX 200 Australia menguat 0,62% lalu KOSPI Korea Selatan terapresiasi 0,35%. Sisanya kembali melemah.

Indeks Nikkei 225 JepangĀ kontraksi 0,23%, Hang Seng Hong Kong terkoreksi 0,51%, Shanghai Composite China terpangkas, lalu Straits Times Singapura terdepresiasi 0,22%.

Dari Korea Selatan, sentimen konsumen cenderung melandai pada November 2023, menandakan bahwa belanja konsumen akan melemah dalam waktu dekat akibat kondisi keuangan yang mana dimaksud ketat serta lesunya pasar properti membebani konsumsi.

Indeks keyakinan konsumen (IKK) Korea Selatan turun menjadi 97,2, dari sebelumnya pada Oktober lalu di tempat area nomor 98,1. IKK menggunakan nomor 100 sebagai titik mula. Skor pada atas 100 menandakan konsumen optimistis melihat situasi ekonomi. Sebaliknya, dalam bawah 100 menandakan konsumen cenderung pesimis.

Ekspektasi terhadap standar hidup kemudian pendapatan rumah tangga tiada berubah namun rencana pengeluaran mengecil cukup tajam.

Sementara itu, ekspektasi inflasi untuk 12 bulan ke depan tetap pada 3,4% untuk bulan kedua sebab nilai tukar masyarakat lalu biaya pangan segar diperkirakan akan terus meningkat namun nilai tukar minyak bumi diperkirakan akan turun.

Sementara dari Australia, pelanggan ritel pada periode Oktober 2023 juga melandai ke zona kontraksi, dikarenakan inflasi yang dimaksud tinggi lalu tekanan dari suku bunga yang dimaksud dimaksud tinggi membebani, sementara konsumen juga menunda pembelian dalam total agregat besar untuk mengantisipasi acara belanja Black Friday di tempat dalam November.

Penjualan ritel turun 0,2% pada Oktober lalu, dari bulan sebelumnya sebesar 0,9%, data dari Biro Statistik Australia (ABS) menunjukkan. Angka itu juga lebih lanjut lanjut lemah dari ekspektasi pasar sebesar 0,2%.

Omset ritel turun di tempat area semua sektor kecuali makanan, meskipun laju pertumbuhan ritel makanan juga melambat sebab inflasi yang mana dimaksud lebih lanjut banyak tinggi menyebabkan konsumen mengurangi belanja di area tempat restoran juga kafe.

Namun belanja ritel secara keseluruhan masih mendekati rekor tertinggi yaitu A$ 35,76 miliar. Penjualan ritel Australia sudah melonjak ke rekor tertinggi sebesar A$35,89 miliar pada November 2022, berkat acara Black Friday, yang tersebut hal tersebut semakin populer dalam beberapa tahun terakhir.

Peristiwa yang digunakan mana terjadi pada Jumat pertama setelah hari libur Thanksgiving dalam tempat AS ini ditandai dengan diskon besar-besaran dalam beberapa barang-barang ritel.

Di lain sisi, bursa Asia-Pasifik yang digunakan dimaksud cenderung kembali melemah terjadi mengikuti pergerakan bursa saham Amerika Serikat, Wall Street kemarin, yang tersebut hal itu juga ditutup melemah akibat penanam modal mulai merealisasikan keuntungannya setelah melesat dalam beberapa hari hingga beberapa pekan terakhir.

Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ditutup melemah 0,16%, S&P 500 terkoreksi 0,2%, lalu Nasdaq Composite turun tipis 0,07%.

Investor dalam area AS mulai mengambil jeda kemudian melakukan aksi profit taking pasca-Thanksgiving. Selain itu, dia cenderung membelanjakan dananya dalam tengah musim belanja liburan mulai memuncak lalu pengecer memikat pemburu barang terjangkau dengan penawaran Cyber Monday.

“Pasar mengambil waktu sejenak untuk mencerna keuntungan yang dimaksud digunakan kita lihat pada November,” kata Tom Hainlin, ahli strategi investasi modal nasional dalam US Bank Wealth Management di area dalam Minneapolis, dikutip dari Reuters.

Ketahanan konsumen serta ketatnya pasar tenaga kerja dalam dalam tengah tanda-tanda melemahnya perekonomian menimbulkan banyak pengamat pasar mencerna kemungkinan bahwa meskipun bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) sudah pernah mencapai akhir dari siklus pengetatannya, namun dia mungkin akan mempertahankan kebijakan suku bunga restriktifnya lebih besar lanjut lama dari yang dimaksud seharusnya.

Berdasarkan perangkat CME FedWatch, sebanyak 96,8% memprediksi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga acuannya dalam area pertemuan bulan depan, sekaligus pertemuan terakhir dalam tempat tahun ini serta juga prediksi penurunan suku bunga mulai meningkat pada pertengahan tahun 2024.

Di lain sisi, pelaku pasar global sepertinya sedang ‘mengambil napas tajam’ setelah melihat indeks volatilitas Chicago Board Options Exchange (CBOE) VIX alias ‘indeks rasa takut’ (fear index), indeks yang nilai volatilitas pasar atau kondisi risiko pasar keuangan.

Indeks ini mencapai titik terendah sejak sebelum pandemi melanda juga ketika indeks saham utama China terus melemah.

Indeks VIX semalam berada dalam area hitungan 12,69, yang dimaksud dimaksud menandakan bahwa keyakinan diri para pemodal cenderung tinggi, oleh sebab itu berada dalam bawah hitungan acuan 30.

VIX umumnya menggambarkan nilai indikatif 30. Jika pembacaan VIX pada atas 30, menyiratkan volatilitas yang mana tinggi juga rasa takut yang digunakan mana terdapat dalam antara para investor. Sebaliknya, nilai dalam area bawah 30 menunjukkan keyakinan diri para investor, atau lebih lanjut besar tepatnya, volatilitas yang mana yang tambahan rendah pada pasar.

Mereka optimis bahwa The Fed dapat bersikap melunak (dovish) pada pertemuan berikutnya.

Di lain sisi, penanam modal dalam dalam AS sebagian besar menanti rilis data inflasi Personal Consumption Expenditure (PCE) periode Oktober yang akan dirilis pada Kamis mendatang kemudian juga pidato Ketua The Fed, Jerome Powell pada Jumat pekan ini.

 


Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *