Jakarta,REDAKSI17.COM – Komisi Pemilihan Umum (KPU) akan menggelar debat keempat Calon Presiden (Capres) 2024 yang digunakan dimaksud digelar Minggu ini (21/01/2024). Debat keempat ini akan dijalani oleh Calon Wakil Presiden (Cawapres) lalu mengusung tema Pembangunan Berkelanjutan, Sumber Daya Alam, Lingkungan Hidup, Energi, Pangan, Agraria, Masyarakat Adat kemudian Desa. Salah satu topik menarik kemudian fundamental bagi Indonesia adalah mengenai energi, terutama kemandirian energi.
Mandiri energi tampak sukar diwujudkan hingga sekarang juga mungkin ke depannya, padahal Indonesia adalah ladang energi. Kenyataannya, Indonesia masih gemar impor Bahan Bakar Minyak (BBM) lalu juga Liquefied Petroleum Gas (LPG).
Ketergantungan Indonesia akan impor dapat dilihat dari BBM dan LPG. Impor produk-produk BBM Indonesia terus melonjak sejalan dengan pertambahan total agregat penduduk. Di sisi lain, produksi minyak mentah dalam negeri terus jeblok.
Berdasarkan data Kementerian Energi juga juga Sumber Daya Mineral (ESDM), tertuang dalam ‘Handbook of Energy & Economic Statistics of Indonesia 2022’, impor barang kilang seperti BBM pada 2022 tercatat mencapai 27,86 jt kilo liter (kl), naik 12,6% dari impor pada 2019 yang mana dimaksud tercatat 24,73 jt kl.
Impor yang digunakan disebut terdiri dari berbagai jenis BBM seperti RON 90, RON 92, RON 95, avtur, avgas, Solar (gasoil), naphta, HOMC, lalu MDF.
Adapun impor terbesar adalah BBM jenis RON 90, dibandingkan dengan jumlah agregat total impor jenis BBM lainnya.
Impor BBM RON 90 pada 2022 tercatat mencapai 15,11 jt kilo liter (kl), melonjak 86% dari impor pada 2021 yang mana sebesar 8,14 jt kl. Bila dibandingkan 2019 yang tersebut hal itu tercatat sebesar 11,08 jt kl, artinya impor BBM RON 90 melonjak 36%.
Produk BBM dengan jumlah total agregat impor terbesar kedua yaitu Solar (gasoil) yakni sebesar 5,27 jt kl pada 2022, naik 65% dari 2021 yang digunakan mana sebesar 3,19 jt kl. Pada 2019, impor gasoil tercatat “hanya” 3,87 jt kl.
Sementara itu, impor jenis lain yang hal itu umum digunakan oleh penduduk adalah RON 92 kemudian 95 masing-masing tercatat sebesar 6,4 jt kl serta 115 ribu kl.
![]() Impor BBM RON 88+90, RON 92, RON 95 |
Selain impor barang minyak, Indonesia juga tercatat mengimpor minyak mentah dalam jumlah agregat total besar untuk produksi BBM.
Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan volume impor minyak mentah juga terus melonjak 11% menjadi 15,26 jt ton pada 2022. dari 13,78 jt ton pada 2021.
Impor BBM serta minyak mentah yang dimaksud mana besar diakibatkan oleh penurunan produksi atau lifting minyak mentah.
Realisasi lifting minyak mentah dalam 20 tahun terakhir hampir selalu berada di tempat area bawah target. Tercatat sejak 2003 cuma dua kali lifting minyak mencapai targetnya, yaitu pada 2016 serta juga 2020.
Ambisi besar untuk mencapai lifting minyak sebanyak 1 jt barel per hari (bph) pun bahkan sudah gagal terwujud dalam 17 tahun terakhir.
Terakhir kali lifting minyak mencapai 1 jt bph pada 2005, tepatnya sebesar 1,07 jt bph.
Realisasi lifting minyak bahkan merosot tajam dari sebesar 1,037 jt bph pada 2004 menjadi 711,3 ribu bph pada akhir pemerintahannya pada 2013.
Pada era Jokowi, lifting minyak anjlok dari 794 ribu bph pada 2014 menjadi 612,3 ribu bph pada 2022.
Bahkan pada tahun ini, lifting minyak cuma ditargetkan sebesar 635 ribu bph pada dalam APBN 2024. Target hal itu semakin menjauh dari ambisi 1 jt bpd.
Tidak belaka lifting minyak, lifting gas juga terus anjlok. Dalam tiga tahun terakhir, Indonesia bahkan sudah tiada mampu memproduksi gas sebesar 1 jt barel setara minyak per hari (BOEPD).
Di sisi lain, Indonesia juga masih bergantung pada impor LPG. Data Kementerian ESDM juga menunjukkan volume impor LPG terus membengkak dari 2,57 jt ton pada 2012 menjadi 6,74 jt ton pada 2022.
Pada 2022, jumlah agregat keseluruhan transaksi jual beli LPG mencapai 8,56 jt ton. Dari total keseluruhan hal itu cuma 1,99 jt ton yang diproduksi dalam negeri sementara 6,74 jt ton atau 78,7% adalah impor.
Besarnya impor BBM saat ini merupakan kemunduran besar jika dibandingkan pada 1980-an. Indonesia pernah menjadi eksportir minyak pada periode 1970-an hingga 1980-an.
Pada awal 1980-an, lifting minyak Indonesia menembus 1,5-1,6 jt bph.
Boediono, dalam bukunya Ekonomi Indonesia dalam Lintas Sejarah, menjelaskan komposisi industri migas (pengolahan minyak) pada PDB Indonesia meningkat dari 0,6% pada 1975 menjadi 5% pada 1985.
Nilai ekspor minyak bumi mencapai puncaknya pada 1981-1982 dengan rata-rata tahunan mencapai US$ 14,6 miliar. Angkanya merosot tajam menjadi US$ 7,7 miliar pada 1985.
CNBC INDONESIA RESEARCH