Jakarta,REDAKSI17.COM – Menteri Koperasi serta juga Usaha Kecil Menengah Teten Masduki membeberkan alasan keputusan Presiden Joko Widodo (Jokowi) menunda penerapan aturan wajib sertifikasi halal bagi pelaku UMKM hingga 2026.
Sebelumnya, kebijakan itu rencananya akan diberlakukan pada Oktober 2024.
Menurut Teten, hal ini disebabkan aspek pembiayaan hingga waktu yang digunakan mepet untuk memberikan sertifikat kepada seluruh UMKM.
“Ya lantaran waktu tinggal 150 hari, ada aspek pembiayaan, ada aspek teknis lainnya. Itu hampir tiada mungkin pada 17 Oktober 2024 ini semua, terutama yang tersebut UMKM dapat mendapatkan sertifikasi,” kata Teten pada dalam Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (15/5/2024).
Menurutnya, jika penerapan aturan itu dipaksakan berlaku pada Oktober 2024, maka tidak ada ada semua pelaku UMKM dapat belaka segera mendapatkan sertifikat halal.
Pasalnya, Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) harus menerbitkan 102.000 sertifikat setiap hari supaya dapat memenuhi kebutuhan. Sedangkan saat ini lembaga di dalam area bawah naungan Majelis Ulama Indonesia (MUI) itu rata-rata hanya saja sekali menerbitkan 2.678 sertifikat.
“Kalau misalnya hari ini, hari ini kan kalau dipaksakan baru 44,4 jt sertifikat sementara kebutuhannya adalah sekitar 15,4 jt sertifikat. Nah kalau hari ini rata-rata per hari ada 2.600 sertifikat itu ga akan terkejar. Kalau mau tetap dikejar sampai Oktober itu perlu 102.000 sertifikat setiap hari,” jelas Teten.
“Tapi kalau lihat data dalam dalam BPJPH hari ini rata-rata cuma 2.678 sertifikat jadi tak mungkin. Karena itu saya kira tepat Pak Presiden menunda kewajiban sertifikat sampai 2026,” kata Teten.
Jika dipaksakan, lanjut Teten, maka pelaku perniagaan UMKM akan dianggap melanggar hukum lalu mengalami permasalahan.
Selain itu, dari sisi anggaran juga tiada memadai. Teten mengatakan penerbitan sertifikasi halal secara reguler itu menggunakan dana pribadi pengusaha, namun untuk penerbitan yang digunakan dimaksud dibiayai pemerintah atau self declare itu membutuhkan dana sekitar Rp 3,5 triliun.
Sedangkan anggaran yang tersebut itu tersedia di dalam tempat BPJPH tersedia cuma Rp 250 miliar.
“Nah angkanya gak cocok, jadi kecil sekali yang tersebut digunakan dari kebutuhannya kira-kira Rp 3,5 triliun tapi yang ada sekarang belaka Rp 250 miliar. Jadi sudah tepat presiden menunda,” kata Teten.
Menurut Teten, perpanjangan hingga 2026 juga sudah melalui perhitungan matang. Dengan demikian, diharapkan dapat hanya memperbaiki dari aspek pembiayaan maupun aspek teknis lainnya.
Secara terpisah, Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto juga membenarkan adanya kekurangan dana dari penerbitan sertifikasi halal. Dengan mundurnya jadwal ini, maka diharapkan menimbulkan anggaran pemerintah sanggup menjadi tambahan leluasa untuk digunakan.
“Tentu diharapkan dengan mundur jadwal ini mampu lebih lanjut besar leluasa anggarannya, anggaran yang tersebut mana dipakai,” kata Airlangga.
Selain itu, menurutnya dimundurkannya jadwal ini juga memberikan waktu untuk memacu pelaku kegiatan bisnis UMKM mendapatkan NIB.
“Tadi selain anggaran ada juga UMKM yang dimaksud digunakan tiada mau diformalkan. Kan syaratnya itu mendapatkan NIB baru sertifikasi, jadi butuh waktu sosialisasi akibat khawatir kalau NIB pajaknya seperti apa, padahal kalau pajak itu kan sudah ada regulasinya kalau dibawah Rp 500 jt tiada ada dikenakan pajak kemudian sebagainya,” terang Airlangga.