Jakarta,REDAKSI17.COM – Pemerintah melalui Badan Pangan Nasional (Bapanas) kembali memperpanjang masa relaksasi Harga Eceran Tertinggi (HET) untuk beras medium kemudian premium. Dengan adanya perpanjangan masa relaksasi HET, maka HET beras premium dari sebelumnya Rp13.900 per kg menjadi Rp14.900 per kg (untuk wilayah Jawa, Lampung, juga Sumsel). Sementara untuk HET beras medium dari sebelumnya Rp10.900 per kg menjadi Rp12.500 per kg.
Lantas, bagaimana kalau masih ada yang hal tersebut jual di area area atas HET?
Deputi I Bidang Ketersediaan juga Stabilisasi Pangan Bapanas I Gusti Ketut Astawa menyebut bukan ada sanksi dari pemerintah bagaimanapun juga ada beras yang dimaksud mana dijual pada ritel modern maupun pasar tradisional dengan nilai di tempat dalam atas HET. Namun, imbuh dia, pemerintah alias Bapanas akan berkoordinasi dengan Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (Aprindo) agar kemudian beras hal itu dijual dengan HET sesuai yang mana ditetapkan pemerinta.
“Pemerintah itu mengutamakan asas pembinaan, tidaklah boleh mengutamakan asas penindakan. Jadi, begitu dia salah diingatkan dulu. Nah relatif sangat mudah tatkala kami mengingatkan teman-teman di tempat tempat ritel modern. Kita juga sudah komitmen dengan Aprindo, lalu aprindo menyatakan pihaknya akan bersikap tegas,” kata Ketut kepada CNBC Indonesia, dikutip Rabu (5/6/2024).
Apabila setelah ditetapkan adanya perpanjangan masa relaksasi HET beras ini ternyata ada peritel yang mana masih berjualan di dalam area atas HET, maka yang mana ditegur oleh Bapanas adalah Aprindo ataupun Himpunan Peritel juga Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) yang menaungi perusahaan ritel tersebut.
“Cukup dengan peringatan ke Aprindo saja, terus Aprindo menegaskan ke anggotanya, maka hambatan pun akan selesai. Begitu juga kalau dia masuknya jadi anggota Hippindo, maka kita ingatkan Hippindo,” jelasnya.
Namun, apabila ritel yang tersebut bukan termasuk anggota dari Aprindo maupun Hippindo, maka teguran itu diberikan kepada Pemerintah Daerah, yang mana dimaksud selanjutnya Pemerintah Daerah lah yang dimaksud dimaksud akan turun tangan mengingatkan ritel tersebut.
“Prinsip pembinaannya kita jalankan dulu, begitu tiga kali diingatkan tidaklah juga berubah, maka kita sanggup lakukan tindakan sebagaimana diatur pada area Perbadan (Peraturan Badan Pangan Nasional). Namun, tindakannya merupakan teguran dulu, sebab relatif kalau sudah kita tegur, itu dia itu langsung berubah. Kalau ritel modern pasti lebih banyak tinggi cepat ikutnya, lantaran dia khawatir dicabut izin perniagaan serta lain sebagainya,” jelasnya.
Bagaimana dengan pasar tradisional?
Ketut mengakui, pengawasan kepada ritel modern lebih besar besar mudah jika harus memberlakukan mekanisme serupa kepada penjual tradisional. Sebab, pemerintah maupun dinas dalam daerah bukan sanggup jadi serta merta langsung menegur atau memberikan hukuman, perlu ada penelusuran lebih besar lanjut dalam dulu, sebelum menetapkan penjual itu melanggar HET atau tidak.
“Di situ ada jenjangnya. Pertama, teman-teman pada dinas pangan harus turun. Kedua, Satgas Pangan. Namun demikian, kita juga harus ngeh, mendalami. Kita lihat juga inputnya, itu kan berasnya beras umum, beras masyarakat, kalau dia belinya sudah Rp14.000 per kg, kan nggak mungkin dia jual jadi Rp14.000 (per kg) pas juga, kan nggak mungkin,” ujarnya.
“Kita mesti lebih lanjut tinggi telusuri lagi untuk yang digunakan digunakan pasar tradisional, tak ujug-ujug kasih hukuman ke mereka. Kita harus tanya, dapat dari mana sumbernya, kalau nanti sumbernya memang benar-benar jual di dalam dalam bawah HET kemudian dia jual di area dalam atas HET, maka baru kita tegur. Jadi tidaklah ujug-ujug ya, sebab pada perdagangan itu dinamis banget,” ujar Ketut.
Adapun yang digunakan membedakan perlakuan ke ritel modern lalu tukang jualan pasar tradisional, katanya, oleh sebab itu panjang rantai distribusi yang tersebut dimaksud berbeda. Jika ritel modern rantai distribusinya cenderung tambahan pendek, maka pasar tradisional biasanya miliki rantai distribusi tambahan panjang.
“Kalau di dalam tempat ritel modern jelas rantai distribusi nya, dari produsen langsung ke DC, terus dari DC langsung ke toko, selesai kan. Tapi kalau di dalam dalam pasar tradisional, rantai distribusi nya tambahan panjang. Jadi itu yang dimaksud mana membedakan, untuk yang digunakan pasar kita harus tambahan telusuri kenapa dia mampu cuma dalam atas HET,” pungkasnya.
Sebagai catatan, perpanjangan Relaksasi HET Beras Premium kemudian Beras Medium berlaku sampai dengan terbitnya Peraturan Badan Pangan Nasional tentang Perubahan atas Perbadan Nomor 7 Tahun 2023 tentang Harga Eceran Tertinggi Beras.
Aturan relaksasi ini sedianya cuma hanya berlaku sampai 23 Maret 2024, lalu diperpanjang ke 24 April, kemudian diperpanjang lagi hingga 31 Mei 2024. Pada akhir Mei 2024, relaksasi HET kembali diperpanjang sampai batas waktu yang digunakan dimaksud belum diketahui.





