Kasie Pencegahan Pengendalian Penyakit Menular dan Imunisasi Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta, Endang Sri Rahayu, memaparkan, sebaran kasus cenderung sangat merata.
Namun, terdapat dua Kalurahan paling banyak menyumbang kasus, yakni Pandeyan dan Sorosutan, yakni masing-masing 4 kasus.
“Memang ada kenaikan juga di Kota Yogyakarta, ada 49 kasus DBD sampai bulan Maret ini,” ujarnya, Selasa, 26 Maret 2024.
Endang menyebut, peningkatan kasus DBD sedikit banyak disebabkan oleh warga masyarakat yang cenderung abai.
Dalam artian, gerakan pemberantasan sarang nyamuk (PSN) yang merupakan kunci penyebaran DBD, mulai ditinggalkan.
“Penyebabnya terlena tidak PSN, kemudian cuaca tidak menentu, kadang hujan deras, kadang panas. Tapi, sejauh ini tidak ada pasien meninggal. Semoga tidak ada,” katanya.
Dia pun tidak memungkiri, jika dibandingkan tahun lalu, peningkatan kasus DBD di awal 2024 cenderung cukup signifikan.
Namun, jika dibandingkan dengan daerah lain, Endang meyakini, lonjakan kasus di Kota Gudeg ini bisa dibilang tidak terlampau drastis.
Sebab, keberadaan populasi nyamuk wolbachia di Kota Yogya yang terbilang masih tinggi, sangat berdampak dalam menekan kasus DBD.
“Sebarannya masih 80 persen wilayah Kota Yogyakarta. Jadi, pengaruhnya tentu masih ada. Di daerah lain, penularannya bisa lebih tinggi,” pungkasnya. *