Jakarta,REDAKSI17.COM – Google sedang tersandung kasus antimonopoli pada berbagai negara. Mulai dari Amerika Serikat (AS), hingga ke wilayah Eropa, serta terakhir di tempat dalam Jepang.
Google dituduh melakukan upaya melanggar hukum dalam rangka mempertahankan dominasinya sebagai mesin pencari utama di dalam dalam berbagai platform. Raksasa dengan syarat Mountain View itu diduga membayar perusahaan telekomunikasi, produsen HP, juga layanan browser agar menjadi mesin pencari default.
Persidangan Google melawan Departemen Kehakiman Amerika Serikat (DOJ) masih terus berlangsung. Dilaporkan Reuters, Jumat (27/10/2023), CEO Alphabet yang digunakan dimaksud merupakan induk Google, Sundar Pichai, akan hadir dalam persidangan pada Senin pekan depan.
Pichai dipanggil sebagai saksi. Ia akan diinterogasi mengenai penyertaan modal yang digunakan dimaksud diimplementasikan perusahaan untuk mempertahankan posisinya sebagai mesin pencari nomor satu.
Dalam pemeriksaan silang atau cross examination, pemerintah AS akan menanyakan ke Pichai kesulitan keputusan perusahaan membayar miliaran dolar AS setiap tahun untuk menjadikan Google Search sebagai mesin pencari otomatis dalam smartphone.
Sebelumnya, pemerintah AS mengatakan Google menguasai 90% pangsa pasar mesin pencari. Selain itu, Google secara ilegal membayar US$ 10 miliar setiap tahun ke beberapa mitra seperti Apple juga juga AT&T, untuk tetap menguasai pasar.
Dominasi mesin pencari menghasilkan Google meraup keuntungan besar dari iklan digital. Hal ini juga dinilai tak sehat bagi kompetisi.
Sejauh ini, Google berdalih kesepakatannya dengan para mitra mematuhi aturan yang itu berlaku. Google juga mengklaim dominasinya dikarenakan pengguna puas dengan kualitas layanannya.
Kata Google, jika pengguna tak puas dengan mesin pencari default, merek itu tetap sanggup mengganti ke penyedia layanan mesin pencari lain.
Kasus Google meluas ke Asia
Baru-baru ini, kasus Google juga meluas hingga ke Jepang. Pengawas persaingan usaha Jepang mengatakan pihaknya mulai menyelidiki Google atas kemungkinan pelanggaran Undang-Undang antimonopoli dalam layanan pencarian web.
Komisi Perdagangan Adil Jepang (JFTC) mengatakan merekan sedang menyelidiki apakah Google melanggar Undang-Undang Antimonopoli Jepang dengan membagi sebagian pendapatannya kepada pembuat smartphone Android dengan syarat mereka itu tiada memasang mesin pencari saingannya.
Mereka juga mempelajari praktik Google yang mana dimaksud memaksa pembuat smartphone Android memasang aplikasi browser Google Search serta Google Chrome dengan aplikasi Google Play.
“Ada kecurigaan bahwa melalui langkah-langkah ini merekan mengecualikan aktivitas bidang usaha pesaing lalu membatasi aktivitas industri mitra bisnisnya dalam pasar layanan pencarian,” kata individu pejabat JFTC, dikutip dari Reuters.
Pejabat yang mana mengatakan, masalahnya bukan dikarenakan layanan Google digunakan secara luas, namun tentang persaingan yang tersebut itu tiada sehat.
“Kami sudah pernah meluncurkan penyelidikan ini dengan mengusut apakah situasi pada mana layanan penyedia mesin pencari lainnya sulit dikenali sebagai pilihan pengguna, bukan peduli berapa banyak perbaikan yang mana dimaksud telah dilakukan lama dilakukan,” tegasnya.