Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta terus menunjukkan keseriusannya dalam mendorong terwujudnya kesetaraan gender di berbagai sektor pembangunan. Salah satu langkah nyata yang dilakukan adalah dengan menggelar Pelatihan Pengarusutamaan Gender (PUG) selama dua hari, 22–23 April 2025, yang diikuti oleh seluruh sekretaris perangkat daerah secara luring dan seluruh pegawai Pemerintah Kota Yogyakarta secara daring.

Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan, Perlindungan Anak, dan Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3AP2KB) Kota Yogyakarta, Retnaningtyas, menyampaikan bahwa kegiatan ini merupakan bagian dari strategi berkelanjutan untuk membangun tata kelola pemerintahan yang lebih inklusif dan responsif terhadap kebutuhan kelompok rentan, termasuk perempuan, anak, dan penyandang disabilitas.

“Pengarusutamaan gender bukanlah hal baru, namun implementasinya masih sering dianggap sebagai tugas satu dinas saja. Padahal, keberhasilannya memerlukan kerja lintas sektor, dan itu dimulai dari pemahaman bersama di setiap perangkat daerah,” ujar Retnaningtyas pada pembukaan pelatihan di Kompleks Balai Kota Yogya, Selasa (22/4).

 

Peserta luring pelatihan Pengarusutamaan Gender (PUG)

 

Retnaningtyas menegaskan bahwa Pemerintah Kota Yogyakarta telah memiliki landasan hukum yang kuat dalam pelaksanaan PUG. Setelah sebelumnya berpedoman pada Perwal No. 53 Tahun 2018, kini telah diterbitkan Peraturan Daerah Kota Yogyakarta Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyelenggaraan PUG. Rancangan Peraturan Wali Kota sebagai aturan teknis pelaksanaan juga sedang dalam proses finalisasi.

Namun menurutnya, regulasi tidak akan cukup tanpa implementasi yang konsisten dan menyeluruh. Ia mencontohkan bahwa praktik PUG sebenarnya sudah berjalan di berbagai perangkat daerah, hanya saja belum semua mengidentifikasikannya sebagai bagian dari strategi gender.

“Misalnya, Dinas Pendidikan sudah memastikan bahwa anak-anak perempuan tidak tertinggal dalam akses layanan pendidikan. Ini sesungguhnya adalah bentuk nyata penerapan PUG,” jelasnya.

Retnaningtyas juga menambahkan contoh dari Dinas PUPKP Kota Yogyakarta, yang telah menerapkan prinsip inklusi dalam desain fisik bangunan. Bangunan dirancang ramah anak dan ramah disabilitas. Tangga dibuat tidak curam  dan dilengkapi dengan ramp atau jalur landai, sehingga memudahkan anak-anak maupun pengguna kursi roda untuk mengakses fasilitas publik dengan aman dan nyaman. Ini bentuk konkret dari pengarusutamaan perspektif kesetaraan dalam perencanaan infrastruktur.

“Kami harap para peserta, khususnya para sekretaris yang menjadi tulang punggung administrasi, bisa membawa semangat dan pemahaman ini ke dalam praktik kerja sehari-hari. Dengan begitu, upaya pengarusutamaan gender bukan hanya berhenti di pelatihan, tapi benar-benar menjadi bagian dari sistem pemerintahan kita,” kata Retnaningtyas.

Sementara itu, Staf Ahli Bidang Pemerintahan Dan Kesejahteraan Rakyat Sekretariat Daerah, Wirawan Hari Yudo mengatakan perlunya ditingkatkan kemitraan yang strategis, konsisten dan berkelanjutan dengan berbagai lembaga. Seperti masyarakat, akademisi dan dunia usaha, sehingga isu gender ini dapat ditangani secara komprehensif, holistik dan interaktif.

“Mari kita semua untuk berkomitmen dan bertindak nyata dalam melaksanakan Pengarusutamaan Gender. Kita tingkatkan kesadaran dan pengetahuan kita tentang PUG, serta berupaya menciptakan lingkungan yang lebih inklusif,” pungkasnya.

Pelatihan yang berlangsung selama dua hari ini menghadirkan narasumber dari berbagai kementerian dan lembaga nasional, seperti Bappenas, Kementerian PPPA, Kementerian Dalam Negeri, serta praktisi gender. Para peserta akan dibekali pengetahuan teknis tentang penyusunan Rencana Aksi PUG, Perencanaan dan Penganggaran Responsif Gender (PPRG), hingga penyusunan Gender Budget Statement (GBS).

 

Narasumber dari Bappenas, Qurrota A’yun mengungkapkan salah satu capaian besar dalam integrasi gender saat ini yakni tercantumnya PUG secara eksplisit dalam Undang-Undang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJP) 2025–2045 yang telah ditetapkan pada 2024. Dalam UU tersebut, PUG tidak hanya diakui sebagai prinsip pelaksanaan, tetapi juga sebagai strategi pembangunan lintas sektor, tujuan pembangunan, bagian dari kebijakan sektoral dan kewilayahan, serta strategi komunikasi pembangunan nasional.

“Ada lima pendekatan utama yang kami gunakan untuk mengintegrasikan PUG dalam RPJP. Ini bukan hanya tanggung jawab Dinas PPPA, tetapi seluruh sektor harus ambil bagian baik pendidikan, ketenagakerjaan, perlindungan sosial, hingga transformasi digital,” ujar Ayun.

Menurutnya, PUG dalam RPJP diposisikan beriringan dengan prinsip inklusivitas sosial, untuk memastikan bahwa kelompok rentan, termasuk penyandang disabilitas dan lansia, turut serta dalam pembangunan. Ayun menegaskan gender dan inklusi menjadi fondasi dalam pilar pembangunan sumber daya manusia (SDM) menuju visi Indonesia Emas 2045.