Sleman (19/02/2025) REDAKSI17.COM – Berdaulat di era sekarang, bukan lagi hanya tentang menjaga batas teritorial. Kedaulatan kini harus dimaknai secara lebih luas, di mana kedaulatan adalah konstelasi dinamis, yang menentukan arah bangsa ini.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Daerah DIY, Beny Suharsono saat membacakan sambutan Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X pada Rabu (19/02). Dalam Pembukaan Simposium Nasional Hari Penegakan Kedaulatan Negara (HPKN) di Hotel The Rich Jogja, Sleman, Beny mengatakan, rakyat Indonesia bukan sekadar sebagai pewaris sejarah, tetapi sebagai bagian aktif peradaban.
“Kedaulatan harus dimaknai secara lebih luas, salah satunya dalam perspektif kedaulatan politik. Kita harus berani merumuskan kedaulatan progresif, untuk memperkuat partisipasi aktif masyarakat dalam pengambilan keputusan politik, serta memastikan negara memiliki kendali penuh atas kebijakan strategisnya,” ungkapnya.
Beny menambahkan, kedaulatan secara luas juga mencakup kedaulatan ekonomi, di mana kemandirian produksi, penguatan industri dalam negeri, serta ketahanan terhadap ketergantungan eksternal dapat digapai. Dengan begitu stabilitas ekonomi dan daya saing di tingkat global mampu terjaga. Sementara itu, kedaulatan hukum, bukan hanya tentang penegakan yuridis, tetapi bagaimana hukum menjadi infrastruktur etis, yang mengangkat martabat rakyat dan bangsa.
“Untuk kedaulatan budaya, bukan sekadar melawan globalisasi, tetapi bagaimana kita mampu menawarkan alternatif wacana, dalam peradaban dunia. Dan lebih dari itu, kebijakan kedaulatan nasional dalam skala global harus dibangun dari posisi tawar yang kuat, serta memastikan, bahwa kepentingan nasional tidak tergerus oleh dinamika globalisasi yang semakin kompleks,” jelasnya.
Menurut Beny, seluruh komponen bangsa sudah seharusnya turut memajukan kedaulatan. Kedaulatan bukan hanya tugas pemerintah, tetapi juga tanggung jawab setiap warga negara, dalam membangun Indonesia yang lebih maju, mandiri, dan berdaulat di berbagai bidang sebagai wujud komitmen ‘Bagimu Negeri, Jiwa Raga Kami’. “Bukan hanya tentara yang harus bersiap di garis depan, tetapi juga ilmuwan, ekonom, budayawan, dan negarawan, yang mampu mengartikulasikan kedaulatan, dalam bentuk yang paling visioner,” imbuhnya.
Mengangkat tema ‘Reorientasi Kedaulatan Politik, Hukum, Ekonomi, dan Budaya’, simposium HPKN ini menghadirkan Mahfud MD sebagai pembicara kunci. Dalam pidatonya, Mahfud mengatakan, Indonesia adalah satu-satunya negara di dunia yang merdeka karena mengusir penjajah. Dalam arti, kemerdekaan Indonesia merupakan hasil perjuangan, bukan pemberian.
“Kalau negara lain menggunakan istilah deklarasi kemerdekaan, kalau Indonesia menyebutnya proklamasi kemerdekaan. Dan peristiwa Serangan Umum 1 Maret di masa pasca kemerdekaan ini, semakin meneguhkan kedaulatan Indonesia,” ujarnya.
Menurut Mahfud, kedaulatan berbeda dengan kewenangan. Kedaulatan adalah kekuasaan tertinggi dan tidak terbagi, di mana kedaulatan membuat negara memiliki otoritas. Ia pun mempertanyakan, apakah kedaulatan Indonesia masih berjalan baik sampai sekarang.
“Menurut saya, ada beberapa masalah terkait kedaulatan. Secara formal berdasarkan konstitusionalnya, kita berdaulat secara politik, hukum, ekonomi, dan budaya. Tapi apakah betul berdaulat? Saya lihat gangguan atas kedaulatan kita itu justru muncul dari dalam. Musuh Indonesia sekarang ini jauh lebih berat karena musuhnya adalah orang Indonesia sendiri,” jelasnya.
Untuk itu, sesuai tema simposium HPKN ini, Mahfud mengajak seluruh masyarakat Indonesia untuk melakukan reorientasi di berbagai bidang. Reorientasi dilakukan dengan ide-ide yang ada di UUD 1945, di mana sejak dulu telah mengarahkan jalannya negara ini.
“Mari kita bangun negara ini dengan sebaik-baiknya menuju Indonesia Emas. Apa itu Indonesia Emas? Sudah tertera pada alinea dua Pembukaan UUD, yakni merdeka, bersatu, berdaulat, adil, dan makmur. Tentu itu semua bisa dicapai kalau reorientasi betul-betul dilakukan,” paparnya.
HUMAS DIY