Jakarta,REDAKSI17.COM – Kementerian Kesehatan berencana mengubah sistem kelas rawat inap 1, 2, lalu juga 3 BPJS Kesehatan dengan menerapkan sistem kelas rawat inap standar (KRIS) pada 2025 mendatang. Meski akan ada pergantian sistem kelas rawat, besaran iuran BPJS Kesehatan masih identik hingga kini.
Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menegaskan besaran iuran BPJS Kesehatan saat ini masih sama. sebab itu belum ada perubahan landasan hukum, serta juga masih tertuang dalam Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 64 Tahun 2020 tentang Perubahan Kedua atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018, tentang Jaminan Kesehatan.
“Sampai sekarang belum ada peraturan, kebijakan, yang tersebut dimaksud disampaikan ketua dewan tarif, kelas berapa, itu belum ada,” ujarnya dalam rapat pada Komisi IX DPR, Jakarta, dikutip Minggu (5/5/2024).
Sementara itu, dalam website BPJS Kesehatan juga masih tertera ketentuan tarif iuran BPJS Kesehatan yang digunakan belum berubah. Adapun, iuran ini dibedakan berdasarkan jenis kepesertaan setiap peserta dalam program JKN mulai dari ASN, pekerja penerima upah, hingga pekerja bukan penerima upah.
Iuran untuk peserta pekerja bukan penerima upah serta iuran peserta bukan pekerja adalah sebesar Rp. 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan dalam area ruang perawatan Kelas III.
Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp. 25.500, sisanya sebesar Rp 16.500, akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.
Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000. Sebesar Rp. 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di area area ruang perawatan Kelas II, juga sebesar Rp. 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan dalam ruang perawatan Kelas I.
Adapun iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang itu bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, kemudian pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan: 4% dibayar oleh pemberi kerja juga 1% dibayar oleh peserta.
Iuran bagi Peserta Pekerja Penerima Upah yang mana itu bekerja di dalam tempat BUMN, BUMD lalu Swasta sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh Pemberi Kerja juga 1% dibayar oleh Peserta.
Iuran untuk keluarga tambahan Pekerja Penerima Upah yang digunakan hal tersebut terdiri dari anak ke 4 juga juga seterusnya, ayah, ibu serta mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.
Bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan iuran dibayar oleh Pemerintah. Sedangkan, Iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, lalu janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.
“Yang jelas kami sampaikan kalau iurannya sama, iurannya ya, katakanlah Rp 70.000 (untuk) miskin serta kaya Rp 70.000. Itu menyalahkan prinsip kesejahteraan sosial,” kata Prof Ghufron.
Ghufron mengatakan jika iurannya sama, bagi orang kaya jelas tak memberatkan, tetapi bagi orang miskin malah akan menyulitkan. Dirinya kembali menekankan jaminan kesehatan pemerintah seperti BPJS Kesehatan menggunakan konsep gotong royong.
“Kenapa? (Menyalahi prinsip kesejahteraan sosial). Lah kita ini bergerak berbasis pada gotong royong. Kalau gotong-royong orang kaya bayar Rp 70.000 ringan, orang miskin jangankan, Rp 42.000 belaka disampaikan yang digunakan digunakan nunggak banyak,” tegasnya.