Djoko Pekik di depan karyanya. (Meitika Candra Lantiva/Radar Jogja)
Kisah Djoko Pekik
Djoko Pekik bukanlah asli Jogja. Dia lahir pada 2 Januari 1937, di Grobogan, Purwodadi, Jawa Tengah.
Djoko Pekik lahir bukan dari keluarga berada. Dia hidup di kalangan rakyat biasa. Orang tuanya sebagai petani.
Sekitar 1958 dia memutuskan merantau ke Kota Pelajar. Berburu ilmu dan masuk Akademi Seni Rupa Indonesia (ASRI) Yogyakarta.
Ya, diakuinya dirinya suka menggambar sejak kecil. Namun baru dia geluti semenjak dia dewasa. Bakat menggambarnya itu semakin dia perdalam semenjak masuk ASRI. Disana, Djoko Pekik muda belajar melukis langsung dengan Widayat, Suromo dan Abas Alibasyah.
Selama menuntut ilmu di ASRI Yogyakarta, Djoko Pekik pernah nyantrik kepada Maestro Lukis Affandi. Jauh sebelum berpulang, Djoko Pekik pernah berbincang-bincang kepada Radar Jogja, sosok Affandi itulah yang selalu memberikan semangat agar ia terus berkarya.
Semangat itu terus menyala didalam jiwanya. Bersamaan dengan lahirnya karya-karya yang tak terhitung jumlah dan nilainya itu.
“Teringat dulu, karena cat mahal dan tidak punya uang. Saya minta minta sisa-sisa plototan cat dari beliau (Sang Maestro Seni Rupa Affandi, Red),” kata empu dari karya lukisan berjudul Berburu Celeng itu.
Goresan ekspresif dari Affandi menarik inspirasinya untuk menciptakan karya dengan goresan tak kalah ekspresif. Dengan menggunakan warna-warna pekat, kontras dan tegas.
Pada karyanya, perupa yang tutup usia 86 tahun itu membubuhi dengan kritik-kritik sosial, fenomena rentang zaman. Yang kadang menggelitik bagi penikmat karyanya.
Djoko Pekik belajar di ASRI Yogyakarta hingga 1961.
Pernah Bergabung Lekra
Dalam perjalanan hidupnya, Djoko Pekik pernah bergabung dengan Lembaga Kebudayaan Rakyat (Lekra). Lekra merupakan lembaga yang terafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI).
Di Lekra jiwa kritisnya semakin tinggi. Hal ini berpengaruh pada karya-karyanya, dia menjadi pelukis yang memiliki kepekaan tinggi terhadap isu-isu sosial, kerakyatan dan kaum buruh.
Namun di tengah perjalannya, Djoko Pekik ditahan tanpa diadili karena terlibat Lekra. Seakan ditusuk duri tajam, Djoko Pekik ditahan antara 1965-1972.
Dia menjelaskan Lekra terbentuk sebab pada 1950an Presiden Soekarno menganjurkan semua partai memiliki lembaga kebudayaan. Pendiri Lekra adalah Amrus Natalsya. Dia menegaskan Lekra berdiri bukan karena perintah PKI.
Saat itu, diungkapkan, Lekra menjadi alat propaganda seniman. Sebagai bentuk perlawanan ideologi kapitalisme.
Duka mendalam dirasakan warga kancah seni rupa. sang Maestro Lukis Indonesia Djoko Pekik telah berpulang. (12 Agustus 2023 ) Segudang kisahnya yang tertinggal, menjadi bagian sejarah penanda zaman. Karya-karya yang ditinggalkan menjadi catatan perkembangan seni rupa di Indonesia.





