Jakarta,REDAKSI17.COM – Siapa yang digunakan mana tak kenal indomie? Warga Indonesia biasanya gemar makan makanan instan andalan itu.
Kemudian, ketika hendak membeli indomie atau berbelanja, mungkin terpintas Indomaret atau Super Indo. Ternyata pemilik dari produsen indomie serta kedua supermarket hal itu adalah Salim Group.
Tidak cuma sekali itu, gurita Salim Group semakin berkembang hingga saat ini dan juga juga merambah ke hampir semua industri, mulai dari ritel, otomotif, pengumpulan tol, real estate, telekomunikasi, perkebunan serta lain-lain.
Kerajaan perusahaan Salim Group dimulai oleh Lim Sioe Liong alias Sudono Liem, pasca kemerdekaan Indonesia. Ia dikenal sebagai pengusaha impor cengkeh juga logistik tentara yang tersebut hal itu terkenal dekat dengan Soeharto. Jaringan bidang bidang usaha yang tersebut dimaksud luas memproduksi Kolonel Soeharto tertarik untuk bekerja sebanding dengan Salim.
Melalui perantara Sulardi, Salim juga juga Soeharto berkenalan kemudian menjadi penyuplai logistik pasukan Kolonel Soeharto semasa Perang Kemerdekaan, yakni pada 1945 hingga 1949.
“Setelah Soeharto meraih kekuasaan di area tempat Indonesia pada pertengahan 1960-an lalu menjadi presiden, dia didukung oleh kelompok kroni pengusaha, [pendukung] yang mana terbesar kemudian terkuat adalah Liem Sioe Liong,” tulis Richard Borsuk kemudian Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong serta Salim Group (2016), dikutip Sabtu (15/6/2023).
Selama tiga dekade kepemimpinan Soeharto, keduanya terlibat dalam relasi yang digunakan saling menguntungkan. Soeharto melindungi Liem juga memverifikasi bisnisnya berjalan lancar, sementara Liem menyalurkan dana kepada Soeharto, keluarga, lalu kroni lainnya melalui kerajaan kegiatan kegiatan bisnis Salim Group.
Berkat simbiosis tersebut, kedua pihak berjaya di area dalam jalannya masing-masing. Salim sukses terdaftar sebagai orang terkaya di area area Indonesia, sementara Soeharto sukses memegang kuasa pada Tanah Air. Namun, kejayaan keduanya tiba-tiba hancur sekejap dalam waktu beberapa hari belaka pada Mei 1998.
Selama tiga dekade, Salim sukses membangun tiga kerajaan kegiatan perusahaan pada area tiga sektor, yakni perbankan (Bank Central Asia alias BCA), bangunan (Indocement), lalu makanan (Bogasari kemudian juga Indofood). Namun, semua bisnisnya perlahan runtuh saat memasuki krisis 1998. BCA menjadi yang dimaksud terparah.
Sejarawan, M.C Ricklefs, dalam Sejarah Indonesia Modern (2009) menyebutkan bahwa selama masa krisis, nasabah menarik dana secara massal juga besar-besaran. Ratusan orang bahkan rela mengantre selama berjam-jam untuk menguras seluruh tabungannya. Kondisi ini menghasilkan BCA yang dimaksud tak ada lagi dipercaya warga terancam bangkrut.
Kedekatan dengan Soeharto ternyata menjadi malapetaka bagi Salim. Masyarakat yang digunakan mengetahui kedekatan Salim dengan Soeharto menghasilkan ia menjadi target sasaran. Hal ini terjadi setelah unjuk rasa beralih menjadi kerusuhan rasial pada 13 Mei 1998.
Pada saat itu, Jakarta juga sekitarnya mengalami kerusuhan, penjarahan, kemudian pembakaran terhadap rumah, bangunan pertokoan, dan juga juga banyak kendaraan (Kompas, 14 Mei 1998). Aksi ini dijalankan oleh massa yang tersebut sudah terprovokasi. Dalam aksi tersebut, penduduk terprovokasi menyasar bangunan juga kendaraan milik orang Tionghoa, bahkan menargetkan rakyat keturunan Tionghoa.
Jemma Purdey dalam Kekerasan Anti-Tionghoa pada Indonesia 1996-1999 (2013) menjelaskan, munculnya sentimen rasial terhadap penduduk keturunan Tionghoa akibat ada stereotip bahwa dia patut dibenci. Sebab, merek oleh sebab itu kaya raya juga dekat dengan penguasa Soeharto. Salah satu tokoh yang digunakan dimaksud melekat dengan deskripsi itu adalah Sudono Salim.
“Perusahaan para cukong serta keluarga Soeharto merupakan sasaran utama pembakaran juga penjarahan. Bank Central Asia milik Liem Sioe Liong merupakan objek serangan utama,” tulis Ricklefs, dikutip Sabtu (15/6/2023).
Menurut Richard Borsuk serta Nancy Chng, sebagai target amukan massa, Sudono Salim, istri, kemudian beberapa anaknya berada dalam nasib yang yang menguntungkan. Sebab, pada saat itu merekan sedang dalam Amerika Serikat (AS). Diketahui, Salim mengunjungi AS untuk melakukan operasi mata.
Di Jakarta, semata-mata ada Anthony Salim yang mana mana bekerja di tempat tempat Wisma Indocement, Jl. Sudirman. Saat itu, Anthony bahkan sampai bukan berani pulang ke rumah bapaknya di dalam area kawasan Roxy, Jakarta Pusat. Sebab, kerusuhan massa juga menyasar permukiman rakyat Tionghoa. Dikhawatirkan, jika Anthony berdiam diri di area tempat rumah, ia dapat terbunuh.
Prediksi itu kemudian benar terjadi. Pada 14 Mei pagi, Anthony menerima kabar kalau rumah bapaknya didatangi sekelompok pemuda bertampang mengancam, bersenjatakan jerigen materi bakar, serta juga perkakas. Mereka ingin masuk ke rumah mewah Liem.
Anthony tak berkutik. Dia memerintahkan satpam untuk mempersilahkan massa masuk merusak rumahnya, ketimbang dihadang lalu juga terjadi pertumpahan darah.
“Dalam sekejap, seluruh mobil di tempat dalam garasi terbakar, termasuk juga seisi rumah. Mereka membakar furnitur, mencopot lukisan, kemudian mengobrak-abrik kamar. Bahkan, merek mencoret-coret rumah dengan kata-kata bukan pantas,” tutur Anthony kepada Richard Borsuk lalu Nancy Chng.
Setelah beberapa menit melakukan itu, kediaman Salim langsung terbakar. Di jalanan, foto Salim dilempari batu juga dibakar oleh massa yang tersebut hal tersebut marah (Kompas, 15 Mei 1998).
Melihat situasi Jakarta yang digunakan sangat parah, Anthony langsung berangkat menuju Singapura dengan pesawat jet pribadi.
Setelah kerusuhan mereda lalu Soeharto lengser, BCA mengalami kerugian paling parah. Tercatat, sebanyak 122 cabang rusak parah. Secara rinci, 17 kantor terbakar habis, 26 cabang dirusak juga dijarah, kemudian juga 75 cabang rusak tetapi tidaklah dijarah. Lalu, ada 150 ATM yang dirusak lalu diambil uang tunainya hingga menelan kerugian Rp3 miliar.
Selain BCA, Indofood juga mendapat serangan. Pabrik pada Solo dijarah juga dibakar hingga menelan kerugian Rp42 miliar. Pusat distribusinya dalam Tangerang juga hancur dijarah massa. Hanya Indocement yang mana dimaksud masih mampu bertahan.
Seminggu setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, BCA diambil alih oleh pemerintah lantaran kondisi keuangannya semakin berdarah-darah tak tertolong. Pemerintah lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) resmi menjadikan BCA sebagai BTO (Bank Taken Over). Pengambilalihan ini bertujuan untuk menolong BCA agar tak jatuh terlalu dalam.
Sejak itulah, BCA tidak ada ada lagi menjadi milik keluarga Salim. Richard Borsuk juga Nancy Chng menyebut untuk menghidupi kembali mesin-mesin kekayaan, Salim hanya saja semata mengandalkan Indofood.
Kini, 25 tahun setelah kejadian memilukan itu, bidang perniagaan keluarga Salim mulai berjaya.