Home / Ekobis / Kisah Rubuhnya Kerajaan Bisnis Salim Usai Berjaya 3 Dekade

Kisah Rubuhnya Kerajaan Bisnis Salim Usai Berjaya 3 Dekade

Kisah Rubuhnya Kerajaan Bisnis Salim Usai Berjaya 3 Dekade

Jakarta,REDAKSI17.COM – Sudono Salim alias Liem Sioe Liong merupakan konglomerat ternama di area tempat Indonesia, dia mempunyai catatan perjalanan industri panjang, hingga dikenal dekat dengan Presiden Soeharto saat masih menjabat sebagai kolonel.

Pada masa-masa awal terbentuknya Indonesia sebagai sebuah negara, Sudono Salim dikenal sebagai pengusaha impor cengkeh kemudian logistik tentara. Jaringan bisnisnya yang mana digunakan luas menghasilkan Kolonel Soeharto ingin bekerja serupa dengannya.

Jalinan perkenalan pun terjadi setelah sepupu Soeharto, Sulardi menjadi perantara pertemuan keduanya. Salim kemudian menjadi penyuplai logistik pasukan Kolonel Soeharto semasa Perang Kemerdekaan (1945-1949).

“Setelah Soeharto meraih kekuasaan di area tempat Indonesia pada pertengahan 1960-an dan juga juga menjadi presiden, dia didukung oleh kelompok kroni pengusaha, yang digunakan mana terbesar juga terkuat adalah Liem Sioe Liong,” tulis Richard Borsuk kemudian Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong lalu Salim Group (2016), dikutip Minggu (3/12/2023).

Keduanya terlibat dalam relasi saling menguntungkan selama tiga dekade. Soeharto melindungi Liem kemudian menegaskan bisnisnya berjalan lancar. Liem lewat kerajaan kegiatan industri Salim Group menyalurkan dana kepada Soeharto, keluarga, dan juga juga kroni lainnya.

Alhasil, kedua pihak pun berjaya dalam jalannya masing-masing. Salim sukses terdaftar sebagai orang terkaya di area area Indonesia. Sedangkan Soeharto juga sukses memegang kuasa di dalam area Tanah Air. Namun, kejayaan keduanya tiba-tiba hancur sekejap dalam waktu beberapa hari sekadar pada Mei 1998.

Salim sukses membangun tiga kerajaan perusahaan dalam dalam tiga sektor, antara lain perbankan (Bank Central Asia, BCA), bangunan (Indocement), lalu juga makanan (Bogasari serta Indofood). Namun, itu semua perlahan rontok saat memasuki krisis 1998. BCA menjadi yang digunakan mana terparah.

Sejarawan M.C Ricklefs dalam Sejarah Indonesia Modern (2009) menyebut, selama masa krisis nasabah menarik dana secara massal juga besar-besaran. Ratusan orang rela antre berjam-jam untuk menguras seluruh tabungannya. Kondisi ini memproduksi BCA yang tersebut itu tiada lagi dipercaya warga terancam bangkrut. Rangkaian krisis ini mencapai puncak pada Mei 1998.

Kedekatan dengan Soeharto rupanya menjadi malapetaka bagi Salim saat itu. Munculnya sentimen anti-Soeharto buntut meluasnya krisis sektor kegiatan ekonomi ke kemelut kebijakan pemerintah menjadi pukulan telak bagi Salim. Rakyat yang tersebut mana mengetahui kedekatan keduanya menjadikan Salim sebagai target sasaran. Ini terjadi usai unjuk rasa beralih menjadi kerusuhan rasial pada 13 Mei 1998.

Hari itu, Jakarta juga juga sekitarnya dilanda kerusuhan, penjarahan, kemudian pembakaran terhadap rumah, bangunan pertokoan juga banyak kendaraan (Kompas, 14 Mei 1998). Aksi ini diimplementasikan oleh massa yang tersebut digunakan sudah terprovokasi. Mereka menyasar bangunan kemudian kendaraan milik orang Tionghoa, bahkan menargetkan orang Tionghoa itu sendiri.

Jemma Purdey dalam Kekerasan Anti-Tionghoa pada Indonesia 1996-1999 (2013) menjelaskan munculnya sentimen rasial terhadap Tionghoa disebabkan oleh sebab itu ada stereotip bahwa dia patut dibenci cuma lantaran kaya raya serta dekat dengan penguasa Soeharto. Dan tokoh sentral yang digunakan mana melekat dengan deskripsi itu adalah Sudono Salim.

“Perusahaan para cukong serta juga keluarga Soeharto merupakan sasaran utama pembakaran kemudian penjarahan. Bank Central Asia milik Liem Sioe Liong merupakan objek serangan utama,” tulis Ricklefs.

Richard Borsuk lalu Nancy Chng dalam Liem Sioe Liong kemudian Salim Group (2016), mengungkapkan sekalipun dijadikan target amukan massa, Sudono Salim, istri, serta beberapa anaknya sedang berada pada Amerika Serikat menemani Salim yang dimaksud akan datang operasi mata. Di Jakarta, semata-mata belaka ada Anthony Salim yang digunakan bekerja pada Wisma Indocement, Jl. Sudirman.

Anthony kala itu sampai tidaklah ada berani pulang ke rumah bapaknya di area dalam kawasan Roxy. Sebab, kerusuhan massa juga menyasar permukiman warga Tionghoa. Dikhawatirkan, jika Salim berdiam diri di tempat tempat rumahnya, dia dapat jadi terbunuh.

Prediksi itu kemudian benar terjadi. Pagi hari pada 14 Mei, Anthony menerima kabar kalau rumah bapaknya didatangi sekelompok pemuda bertampang mengancam, bersenjatakan jerigen material bakar, lalu perkakas. Mereka ingin masuk ke rumah mewah Liem.

Anthony tak berkutik. Dia segera memerintahkan satpam untuk mempersilahkan massa masuk merusak rumahnya, ketimbang dihadang kemudian terjadi pertumpahan darah.

“Dalam sekejap, seluruh mobil dalam garasi terbakar, termasuk juga seisi rumah. Mereka membakar furnitur, mencopot lukisan kemudian mengobrak-abrik kamar. Bahkan dia mencoret-coret rumah dengan kata-kata tidaklah pantas,” tutur Anthony kepada Richard Borsuk lalu Nancy Chng.

Setelah beberapa menit melakukan itu, asap hitam dengan cepat membumbung tinggi dari kediaman Salim. Di jalanan, foto Salim dilempari batu juga juga dibakar oleh massa yang dimaksud dimaksud marah. (Kompas, 15 Mei 1998).

Melihat situasi Jakarta yang dimaksud digunakan sangat parah, Anthony langsung berpikir untuk pergi meninggalkan kantornya. Dia takut kalau kantornya calon bernasib mirip seperti rumahnya. Dia lantas pergi ke Bandara Halim untuk menuju Singapura memakai pesawat jet pribadi. Dari sanalah, Anthony memantau perkembangan bisnisnya setelah masa-masa sulit itu.

Setelah kerusuhan mereda lalu Soeharto akhirnya lengser, BCA mengalami kerugian paling parah. Tercatat ada 122 cabang rusak yang digunakan dimaksud terdiri dari 17 kantor terbakar habis, 26 cabang dirusak kemudian dijarah, serta 75 cabang rusak tetapi tiada dijarah. Lalu, ada 150 ATM yang digunakan dirusak lalu diambil uang tunainya hingga menelan kerugian Rp 3 miliar.

Selain BCA, Indofood juga mendapat serangan. Pabriknya di tempat dalam Solo dijarah juga dibakar hingga menelan kerugian Rp 42 miliar. Pusat distribusinya di dalam area Tangerang juga hancur dijarah massa. Hanya Indocement yang tersebut digunakan masih mampu bertahan.

Meski begitu, pukulan telak terjadi dalam dalam kerajaan kegiatan perusahaan sektor perbankan. Seminggu setelah Soeharto lengser pada 21 Mei 1998, BCA diambil alih oleh pemerintah dikarenakan kondisi keuangannya semakin berdarah-darah tak tertolong. Pemerintah lewat Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) resmi menjadikan BCA sebagai BTO (Bank Taken Over). Pengambilalihan ini bertujuan untuk menolong BCA agar bukan jatuh terlalu dalam.

Sejak itulah, BCA tiada lagi menjadi milik keluarga Salim. Richard Borsuk serta juga Nancy Chng menyebut untuk menghidupi kembali mesin-mesin kekayaannya, Salim semata-mata sekadar mengandalkan Indofood.

Kini, 25 tahun setelah kejadian memilukan itu, perusahaan keluarga Salim mulai berjaya. Bisnisnya pun tiada hanya saja belaka Indofood, tetapi juga merambah sektor migas, konstruksi, serta perbankan.


Tag:

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *