Umbulharjo,REDAKSI17.COM – Kompetisi Bahasa dan Sastra Tahun 2025 kembali digelar sebagai bagian dari upaya pelestarian dan pengembangan budaya lokal. Kegiatan ini dibuka secara resmi di Taman Budaya Embung Giwangan pada Selasa (1/7) dan akan berlangsung selama tiga hari hingga Kamis (3/7).
Kepala Bidang Sejarah, Permuseuman, Bahasa, dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Andrini Wiramawati, menjelaskan Kompetisi ini merupakan agenda tahunan yang telah dilaksanakan sejak tahun 2019, dan menjadi salah satu kegiatan strategis dalam memperkuat nilai-nilai budaya di tengah masyarakat. Ia juga menegaskan pentingnya pelestarian bahasa, sastra, dan aksara Jawa sebagai bagian dari identitas dan peradaban khususnya di kalangan generasi muda.
“Bahasa itu ibarat sungai yang mengalirkan pesan leluhur, sastra adalah angin yang membawa hikmah dari generasi ke generasi, dan aksara adalah jejak yang ditinggalkan masa lampau agar kita tidak lupa dari mana kita berasal,” ujar Andrini.
Ia juga menyampaikan bahwa di Yogyakarta, pelestarian budaya bukan hanya menjadi kewajiban moral, tetapi juga bagian dari strategi kebudayaan yang nyata. Tutur santun, sastra, dan aksara Jawa merupakan warisan yang harus terus dihidupkan melalui berbagai media, termasuk ruang-ruang kompetisi.
Kepala Bidang Sejarah, Permuseuman, Bahasa, dan Sastra Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta, Andrini Wiramawati
Tahun ini, kompetisi diikuti oleh 186 peserta finalis dari berbagai kategori usia, yaitu anak-anak, remaja, dewasa, dan umum mencakup macapat, maca geguritan, maca cekak, alih aksara, sesorah, mendongeng, dan pranatacara. Seluruh peserta sebelumnya telah mengikuti tahap seleksi awal melalui pengiriman video pada bulan Juni.
“Minat peserta dari tahun ke tahun terus menunjukkan tren peningkatan. Tahun ini, tercatat sebanyak 316 peserta kemudian kemarin diawali dengan pengiriman video, kita akurasi kemudian masing-masing ada 6 sampai 10 yang maju pada saat ini. Meningkat dari tahun kemarin, sekitar 290-an peserta,” ungkap Andrini.
Dinas Kebudayaan Kota Yogyakarta juga menyiapkan total hadiah sebesar Rp 75 juta, serta trofi dan sertifikat penghargaan bagi para pemenang di setiap kategori. Penjurian dilakukan oleh tokoh-tokoh budaya dan sastra yang berkompeten, di antaranya: Landung Simatupang, Suwardi Endraswara, Romo Prodjo Suwasana, serta sejumlah sastrawan dan pegiat komunitas aksara di Yogyakarta.
Peserta lomba alih aksara
Melalui kegiatan ini, Pemerintah Kota Yogyakarta berharap semangat pelestarian bahasa dan sastra Jawa terus tumbuh di tengah masyarakat. Kompetisi ini juga diharapkan menjadi wadah ekspresi budaya yang inklusif dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat identitas budaya lokal di era modern.
“Kami menyadari bahwa tantangan pelestarian bahasa dan sastra Jawa cukup besar, mengingat kuatnya pengaruh budaya luar terhadap anak-anak dan remaja saat ini. Namun demikian, animo yang tinggi terhadap kegiatan ini membuktikan bahwa semangat untuk menjaga dan menghidupkan kembali budaya daerah masih sangat kuat di kalangan masyarakat,” pungkasnya.
Salah satu peserta yang turut memeriahkan Kompetisi Bahasa dan Sastra Tahun 2025 adalah Aleser Ghaizan Altaf, siswa dari SD Muhammadiyah Sapen, Yogyakarta. Tahun ini, Aleser mengikuti cabang lomba maca geguritan, setelah pada tahun sebelumnya ia mengikuti kategori maca cekak dan berhasil meraih Juara Harapan I.
“Saya suka geguritan karena kata-katanya indah dan banyak mengajarkan nilai-nilai baik. Tapi yang sulit itu saat harus menghayati isinya dan mengekspresikannya dengan baik di depan juri,” ungkap Aleser saat diwawancarai di sela-sela kompetisi.
Keikutsertaan Aleser dalam kompetisi ini bukan tanpa bekal. Sejak duduk di kelas 2 SD, ia sudah mulai belajar membaca geguritan. Kini, menjelang masuk kelas 5 SD, ia merasa lebih percaya diri untuk menantang dirinya tampil di cabang lomba yang berbeda dari sebelumnya.