GONDOKUSUMAN,REDAKSI17.COM — Dalam industri fashion dan konveksi, kain perca kerap dianggap sebagai limbah tak berguna. Namun di tangan para perajin kreatif Yogyakarta, potongan-potongan kecil itu justru diolah menjadi produk bernilai tinggi seperti aksesori, totebag unik, hingga kerajinan berkarakter yang memiliki nilai ekonomi. Lebih istimewa lagi, sebagian besar perajinnya merupakan penyandang disabilitas yang menunjukkan ketekunan serta ketelitian.
Potensi kreatif tersebut mendapat apresiasi dari Wali Kota Yogyakarta, Hasto Wardoyo. Hal ini disampaikan saat Hasto Wardoyo memberikan sambutan dalam kegiatan Talkshow PKM Nasional bersama Komunitas Kain Perca. Acara tersebut berlangsung di Pusat Desain Industri Nasional (PDIN) Yogyakarta, Jalan C. Simanjuntak, Terban, Gondokusuman, Sabtu (21/11).
“Kreativitas ini tidak hanya memecahkan masalah limbah tekstil, tetapi juga membangun ekonomi sirkular, sebuah sistem ekonomi yang tidak boros, tidak membuang, tetapi mengolah, memberi nilai, dan menjaga Bumi,” ujar Hasto.
Ia menegaskan, Kota Yogyakarta harus terus berkembang sebagai kota kreatif yang berdaya dan berkelanjutan. Melalui eco-craft berbasis kain perca, masyarakat tidak hanya menghasilkan produk, tetapi sekaligus membangun kesadaran gaya hidup ramah lingkungan. “Di sinilah kita melihat bahwa keberlanjutan bukan hanya tentang alam, tetapi juga tentang kesejahteraan sosial,” ungkapnya.

Hasto juga menyampaikan, inovasi komunitas perca sejalan dengan agenda pemerintah dalam memperkuat ekosistem ekonomi kreatif dan pariwisata berkelanjutan.
Ia menambahkan, anak muda perlu dirangkul dan diberi ruang kolaborasi karena memiliki energi besar untuk berkarya. “PDIN diharapkan dapat terkoneksi dengan berbagai komunitas, menghadirkan desain yang semakin baik bagi produk-produk perca. Banyak orang kreatif di sini, dan kreativitas itu harus dikelola sebaik-baiknya,” imbuhnya.
Pihaknya juga memberikan apresiasi tinggi kepada Komunitas Kain Perca Jogja, penyelenggara PKM Nasional, para pengajar, fasilitator, serta seluruh pihak yang terus membangun ekosistem kreatif berbasis keberlanjutan. “Semoga kegiatan ini menjadi tonggak awal kolaborasi lebih luas, memperkuat posisi eco-craft Indonesia, memajukan UMKM, dan menjadikan kain perca sebagai kebanggaan, bukan sekadar sisa yang tidak berguna,” kata Hasto.
Sementara itu, Pendiri Rumah Kreatif Jogja, Yenny Christin mengungkapkan, sebanyak 15 peserta dari Yogyakarta, Sleman, dan Bantul turut terlibat pada program tahun ini, seluruhnya merupakan penyandang disabilitas. Program ini sendiri sudah memasuki pelaksanaan yang keempat.

“Peserta disabilitas cenderung lebih tekun dan teliti dalam membuat karya dari kain perca. Hasilnya rapi, dan itu membuat saya sangat bangga. Seluruh karya yang dihasilkan telah melalui proses kurasi dan nantinya akan dipamerkan serta bisa dipesan melalui Rumah Kreatif, yang juga membantu dalam proses pemasarannya,” katanya.
Yeni juga menegaskan, sedang giat melakukan kampanye mengurangi limbah tekstil menjadi karya yang bernilai tinggi.
Dari potongan kain perca, lahirlah berbagai produk seperti tempat hantaran, kursi, pakaian, kalung, dan berbagai kerajinan lainnya. “Limbah fashion sangat besar, dan jika dibiarkan bisa menjadi ancaman lingkungan hidup. Karena itu saya mengajak semua untuk peduli. Dari limbah, kita bisa menciptakan barang bernilai tinggi,” imbuhnya


