Jakarta,REDAKSI17.COM – Komisi untuk Orang Hilang serta juga Korban Tindak Kekerasan () menyoroti proses penghapusan yang tersebut masih menghadapi jalan terjal pada Indonesia.
Koordinator KontraS Dimas Bagus Arya mengatakan meskipun Indonesia sudah mengeluarkan terobosan mengenai pembaruan kebijakan hukuman tertutup yang tersebut dihadirkan melalui Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), tetapi hukuman itu masih ada.
Berdasarkan catatan KontraS, sepanjang Oktober 2022 hingga September 2023, masih terdapat 27 vonis hukuman mati. Laporan itu dikeluarkan KontraS hari ini, Selasa (10/10), bertepatan dengan Hari Internasional Menentang Hukuman Mati.
“Pada momentum ini, setidaknya kami menyoroti masih banyaknya vonis hukuman meninggal yang mana mana dijatuhkan. Kami menemukan setidaknya terdapat 27 vonis hukuman tertutup yang mana mana dijatuhkan,” kata Dimas dalam area Kawasan Cikini, Jakarta Pusat.
Dimas menyebut dari 27 vonis hukuman berakhir yang digunakan dijatuhkan itu, 18 vonis di tempat dalam antaranya merupakan tindakan pidana narkotika, tujuh vonis tindakan pidana pembunuhan berencana, serta dua vonis lainnya merupakan aksi kekerasan seksual.
KontraS juga menyoroti lembaga peradilan yang mana menjatuhkan hukuman terhenti itu. KontraS menemukan Pengadilan Negeri merupakan tingkatan lembaga peradilan yang digunakan mana kerap kali menjatuhkan vonis mati.
“Yakni dengan 20 vonis, diikuti tiga vonis dijatuhkan di tempat dalam Pengadilan Tinggi, juga empat vonis dijatuhkan di area area Mahkamah Agung,” ujarnya.
Berdasarkan data tersebut, KontraS menilai pemerintah Indonesia masih pasif dalam menyikapi tren global yang tersebut secara jelas sudah pernah terjadi menunjukkan penurunan vonis hukuman mati.
KontraS, kata Dimas, menilai pemerintah juga gagal melihat permasalahan hukuman berakhir secara struktural kemudian tetap memilih penghukuman tertutup sebagai jalan pintas dalam penanganan kasus kejahatan.
Dia pun menilai perlu adanya upaya evaluasi secara menyeluruh terkait dengan efektifitas kemudian tepat sasarannya penjatuhan vonis hukuman berakhir yang digunakan saat ini masih kerap dijalankan.
“Kami pun menilai bahwa praktik hukuman meninggal yang tersebut mana saat ini dijalankan justru menjadi karpet merah negara untuk dapat melanggengkan praktik penyiksaan,” ujarnya.
“Sebab, penyiksaan dapat hadir dari tidaklah diterapkannya prinsip fair trial secara utuh oleh penegak hukum,” imbuhnya.
Dimas mengatakan KontraS mendesak pemerintah Indonesia berkomitmen untuk dapat menghapus segala bentuk praktik penghukuman kejam kemudian bukan manusiawi khususnya dalam wujud penghukuman mati.
“Adapun aspek penting lainnya yang digunakan mana harus diperhatikan yakni pemenuhan hak-hak terpidana tertutup baik fisik maupun psikologis,” ujarnya
red





