Yogyakarta (30/07/2025) REDAKSI17.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta meliputi seluruh Pemerintah Kabupaten se-DIY, Kepolisian DIY, Kejaksaan Tinggi DIY, dan Komando Resor Militer 072 sepakat untuk berkomitmen bersama membenahi tata kelola pertambangan Mineral Bukan Logam dan Batuan (MBLB) di DIY, demi memberantas penambangan liar dan mengembalikan hak masyarakat atas sumber daya alam. Hal tersebut ditegaskan dalam acara koordinasi pencegahan korupsi “Perizinan Pertambangan MBLB Wilayah DIY” di Gedhong Pracimasana, Kompleks Kepatihan, Yogyakarta, Rabu (30/07).
Menanggapi hal tersebut, Gubernur DIY, Sri Sultan Hamengku Buwono X menegaskan bahwa penambangan pada prinsipnya diperbolehkan asalkan sesuai izin dan yang diberi ruang harus masyarakat kecil, bukan pengusaha besar. “Saya punya harapan dengan kesempatan ini tidak ada yang ilegal lagi, sehingga semua ada perizinannya. Pemda sendiri juga sudah harus menentukan yang boleh ditambang oleh masyarakat meliputi batasan dan lokasinya di mana saja, kalau itu sudah ditentukan baru bisa di kaveling,” tegas Sultan.
Sri Sultan juga mencontohkan praktik adil pasca-erupsi Merapi 2010, di mana seluruh masyarakat terdampak diberi hak menambang secara bergiliran dan adil, tanpa dominasi pengusaha besar. “Tahun 2010 itu tidak ada penambang besar, yang ada hanya penambang kecil, supaya masyarakat itu mendapatkan tambahan penghasilan untuk lebih sejahtera. Kalau yang sudah besar itu kan sudah mampu, yang kecil itu warga masyarakat,” ujar Sri Sultan.
Baik KPK maupun Pemda DIY berkomitmen membuka dialog luas dengan masyarakat untuk mewujudkan tata kelola tambang yang adil, transparan, dan ramah lingkungan. Sultan menegaskan, ruang tambang harus diberikan untuk mengurangi kemiskinan, bukan memperkaya kelompok besar. “Kita hakikatnya adalah memberikan ruang untuk warga masyarakat kita sendiri, mereka yang berat untuk bisa menambahkan penghasilan dengan mendapatkan kaveling-kaveling yang memang telah ditentukan, dengan harapan dapat mengurangi kemiskinan. Yang gede-gede itu nggak dapat juga sudah bisa makan kan,” pungkas Sultan.
Sementara itu, Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah III KPK, Ely Kusumastuti, menyampaikan kesepakatan ini dalam hal melanjutkan sinergi untuk mendorong perizinan tambang yang tertib, memperkuat pengawasan, dan memastikan seluruh warga, terutama masyarakat kecil mendapat manfaat yang adil dari potensi sumber daya alam di wilayah mereka. “Kami dari KPK bersinergi dengan provinsi DIY baik itu dari tata kelola pencegahan maupun dari penindakan untuk menertibkan tata kelola pertambangan MBLB karena masih marak sekali. Dan juga akibatnya meliputi kerusakan alam, lingkungan, infrastruktur, dan bahkan mengancam kesehatan,” terangnya.
Ely menyampaikan bahwa hingga Juli 2025 terdapat 12 titik tambang ilegal skala besar di DIY, dengan dampak kerusakan lingkungan dan infrastruktur yang dinilai sangat merugikan masyarakat dan pemerintah daerah. “Ada 12 titik di seluruh ilayah provinsi DIY, di mana satu titik itu ada puluhan bahkan ratusan, bukan hanya pertambangan oleh rakyat tetapi oleh penambang-penambang besar yang dalam hal ini sudah menggunakan mesin-mesin yang dampaknya sangat membahayakan,” ungkap Ely.
Lebih lanjut, KPK berkomitmen mendampingi pemerintah daerah dalam memperbaiki tata kelola sektor pertambangan, khususnya di zona tambang rakyat. Ely menegaskan bahwa KPK akan mendorong percepatan proses izin yang legal dan hal tersebut dapat meningkatkan PAD masing-masing daerah, dengan catatan prinsip tata kelola yang transparan dan akuntabel.
“KPK sendiri akan terus komitmen untuk mendampingi, membantu, dan mendukung rekomendasi terkait dengan permohonan perizinan pertambangan MBLB sendiri. Ketika izin sudah terbit pasti akan menambah PAD retribusinya sehingga akan makin lebih besar dan PAD tersebut bisa dipergunakan untuk perbaikan infrastruktur nantinya,” terangnya.
HUMAS PEMDA DIY