UMBULHARJO,REDAKSI17.COM – Pemerintah Kota Yogyakarta melalui Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Yogyakarta terus menggencarkan sosialisasi Kawasan Tanpa Rokok (KTR) di berbagai lingkungan, termasuk pada pendidikan tinggi di Kota Yogyakarta. Setelah selama ini fokus pada jenjang SD, SMP, dan SMA, kini Dinas Kesehatan mulai merambah ke tingkat perguruan tinggi.
Salah satu kampus yang menjadi lokasi pertama kegiatan sosialisasi adalah Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) Yogyakarta. Kepala Seksi Promosi Kesehatan Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, Arumi Wulansari, menjelaskan langkah ini merupakan bagian dari upaya memperluas penerapan KTR, khususnya di lingkungan pendidikan tinggi.
“Kawasan Tanpa Rokok itu kan ada beberapa tatanan, salah satunya institusi pendidikan. Selama ini kami melakukan monitoring dan evaluasi di SD, SMP, dan SMA. Nah, sekarang kami mulai merambah ke pendidikan tinggi. Istilahnya kami mulai program KTR Goes to Campus,” jelas Arumi saat ditemui, Senin (3/11).
Selain memberikan edukasi mengenai bahaya rokok dan pentingnya penerapan KTR, nantinya secara berkelanjutan juga akan dilakukan cek kesehatan gratis (CKG).
“Harapannya, setelah mendapat edukasi, para mahasiswa bisa lebih sadar akan bahaya rokok dan menularkan pengetahuan ini ke teman-temannya dan menjadi agen perubahan di kampus masing-masing,” imbuhnya.
Ia berharap kedepan setiap pendidikan tinggi dapat menetapkan Kawasan Tanpa Rokok secara tegas sesuai dengan Peraturan Daerah tentang KTR. “Idealnya, lingkungan pendidikan tidak boleh menyediakan tempat khusus merokok. Kawasan belajar mengajar seharusnya benar-benar bebas asap rokok,”ujarnya.
Sementara itu, Kepala Seksi Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular (P2PTM) Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, dr. Iva Kusdyarini, menyampaikan salah satu penyakit yang kerap muncul akibat kebiasaan merokok adalah Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK). Dimana penyakit PPOK merupakan salah satu penyakit tidak menular.
“Merokok menjadi faktor risiko penyakit tidak menular, salah satunya PPOK atau Penyakit Paru Obstruktif Kronis. Kasus seperti ini juga ada di Kota Yogyakarta,” katanya.
Dari data Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta, warga yang terkena PPOK dengan rentan usia 18 tahun keatas di tahun 2024 untuk Laki-laki berjumlah sekitar 436 orang dan perempuan 326 orang.
Ia menambahkan, pencegahan penyakit tidak menular akibat rokok dapat dilakukan melalui tiga pendekatan utama, yaitu promotif, preventif, dan kuratif, sebagaimana diatur dalam Peraturan Daerah (Perda) Kota Yogyakarta Nomor 2 Tahun 2017 tentang Kawasan Tanpa Rokok (KTR).
Tambahnya, dalam upaya promotif, Dinas Kesehatan juga menggalakkan kampanye Cek kesehatan secara rutin, Enyahkan asap rokok, Rajin aktivitas fisik, Diet seimbang, Istirahat cukup, dan Kelola stres (CERDIK), program GERMAS (Gerakan Masyarakat Hidup Sehat), serta Deklarasi Kawasan Tanpa Rokok di berbagai lingkungan.
“Layanan berhenti merokok juga bisa diakses di 18 puskesmas. Masyarakat bisa datang langsung untuk mendapatkan pendampingan. Namun, pasien yang datang masih sangat sedikit karena minat untuk berhenti merokok memang belum banyak. Padahal, proses berhenti merokok tidak bisa dilakukan dalam satu-dua kali kunjungan, melainkan butuh kesadaran dan komitmen kuat dari klien sendiri,” tambahnya.
Foto dokumentasi : Dinas Kesehatan Kota Yogyakarta.



