Jakarta,REDAKSI17.COM – Produksi minyak siap jual atau lifting hingga Desember 2023 tak mencapai target yang digunakan dimaksud telah terjadi lama ditetapkan dalam dalam APBN. Hal hal itu terjadi sebab adanya beberapa faktor.
Direktur Jenderal Minyak lalu Gas Bumi Tutuka Ariadji membeberkan capaian lifting yang dimaksud digunakan belum capai target hal hal itu terjadi lantaran dua hal. Pertama yakni kondisi sumur migas yang tersebut itu sudah berumur tua juga yang dimaksud dimaksud kedua adanya gangguan dalam sarana produksi.
“Memang pertama itu lapangan kita sudah tua berkurang tekanannya serta cadangannya pertama itu, serta kedua adalah fasilitas-fasilitas yang tersebut dimaksud udah tua itu yang mana yang disebut perlu diganti dulu sekarang,” kata Tutuka ditemui di dalam dalam Kantornya, dikutip Jumat (5/1/2024).
Gangguan produksi terjadi lantaran prasarana produksi migas terdiri dari pipa yang digunakan sudah berumur puluhan tahun. Kondisi hal yang disebut tentunya sudah tak layak untuk digunakan.
Ia memperlihatkan sarana pipa yang dimaksud berumur tua itu beberapa diantaranya berada pada wilayah operasi anak kegiatan bisnis PT Pertamina Hulu Energi (PHE). Misalnya, seperti pada Pertamina Hulu Energi Offshore Southeast Sumatra (PHE OSES) kemudian Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (PHE ONWJ).
“Sebagai contoh pada OSES itu penggantian pipa, di tempat area ONWJ juga akan diganti seperti itu. Kalau itu udah dapat terjadi nanti kenaikan produksi mampu jadi dijalankan dengan teknologi-teknologi yang dimaksud hal itu tambahan lanjut maju. Masalahnya masih dalam situ jadi kita perbaiki dulu fasilitas-fasilitas nya,” kata Tutuka.
Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat produksi minyak siap jual atau lifting minyak Indonesia semata-mata 607 ribu barel per hari (bph) pada 2023. Realisasi yang dimaksud disebut masih terpencil dari target yang mana digunakan ditetapkan sebesar 660 ribu bph.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan tak hanya saja belaka target lifting minyak yang tersebut dimaksud meleset, tapi juga lifting gas yang mana hanya saja sekali 964 ribu barel oil equivalent per day (BOEPD) pada 2023. Angka itu dalam bawah target sebesar 1,1 jt BOEPD.
“Lifting minyak kemudian gas semua dalam bawah asumsi 2023 maupun realisasi 2022. Jadi kalau lihat lifting minyak 607 ribu barel tambahan rendah dari asumsi 660 ribu bph dan juga juga realisasi 612 ribu bph (sepanjang 2022). Lifting gas 964 ribu BOEPD, tambahan rendah dari asumsi 1,1 jt BOEPD,” ungkap Sri Mulyani dalam konferensi pers APBN Kita pada Gedung Djuanda, Kementerian Keuangan, dikutip Rabu (2/1/2024).
Sementara, Sri Mulyani mengatakan nilai minyak mentah dunia tercatat US$ 78,43 per barel pada 2023. Realisasi hal itu lebih banyak banyak rendah dari asumsi pemerintah yang tersebut mana ditetapkan sebesar US$ 90 per barel sepanjang 2023.
“Ini sekalipun OPEC sudah memutus untuk mengurangi produksi, tapi oleh sebab itu lingkungan global melemah juga banyak muncul alternatif renewable tekanan jadi bukan mudah,” jelas Sri Mulyani.